Belakangan ini, Kementerian Keuangan sedang mendapatkan
sorotan dari netizen. Berawal dari kasus RAT, hingga issue adanya aliran
dana mencurigakan sebesar Rp300 Triliun yang seolah menjadi sasaran empuk bagi pengguna
media sosial dalam menyampaikan komentar liarnya. Dalam sebuah kesempatan, Staf
Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo
menyampaikan bahwa trend alur informasi yang berkembang saat ini, yang
menjadi aspek terpenting dan utama adalah kecepatan tanpa memperhatikan akurasi
dan validitas. Tentu saja pergerakan informasi yang cepat dan tidak valid akan sangat
rentan menjadi penggiringan opini dan bila tidak diantisipasi maka dapat
membahayakan reputasi bagi objek yang disasar bahkan termasuk organisasi yang
menaunginya. Untuk mencegah hal itu terjadi, salah satu bentuk antisipasi yang
bisa dilakukan adalah dengan menerapkan Employee Advocacy.
Apa itu Employee
Advocacy?
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, advokasi berarti
pembelaan. Sedangkan pada laman dictionary.cambridge.org, secara umum
definisi advocacy adalah dukungan publik terhadap ide, rencana, atau cara
melakukan sesuatu. Bila disimpulkan secara umum, Employee Advocacy dapat
diartikan sebagai sebuah gerakan untuk mempromosikan organisasi baik berupa
pesan, kebijakan, maupun informasi lainnya yang dilakukan oleh pegawai
organisasi tersebut.
Penerapan Employee
Advocacy di Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan pada 2022 mulai menerapkan Employee
Advocacy bagi pegawainya yang telah terdaftar sebagai PIC pada setiap unit,
yang ditetapkan secara resmi oleh Kementerian Keuangan atau unit organisasi di
bawahnya. Strategi kebijakan komunikasi ini merupakan upaya yang dimaksudkan
untuk meningkatkan awareness dan engagement Aparatur Sipil Negara
(ASN) di lingkungan Kementerian Keuangan, terkait dengan strategi komunikasi
dan agenda setting untuk amplifikasi kebijakan publik Kementerian
Keuangan serta proses komunikasi internal dan employee advocacy di unit
kerja.
Secara berkala, pegawai diminta untuk melakukan
amplifikasi atas beberapa postingan yang berasal dari media sosial Kemenkeu
dimana kontennya berasal dari Biro KLI dengan tujuan agar memastikan pesan
organisasi well delivered kepada masyarakat. Upaya ini dapat menjadi media
counter bagi informasi negatif yang berpotensi merusak reputasi organisasi.
Diharapkan upaya pelurusan informasi tersebut bisa menimbulkan efek domino yang
dimulai dari lingkungan terdekat pegawai Kementerian Keuangan.
Apakah EA sama
dengan Buzzer?
Secara umum, memang terdapat persamaan antara EA dengan
Buzzer yaitu kelompok yang sama-sama melakukan aksi di media sosial untuk
sebuah tujuan tertentu. Namun, ada perbedaan mendasar di antara keduanya yaitu
dari sisi konten ataupun sumber informasi yang dihasilkan dan disebarkan. Bila
konten yang dihasilkan Buzzer masih memiliki potensi lack of accuration,
tidak demikian halnya dengan EA pada Kementerian Keuangan yang mengandung
konten data yang valid, akurat serta dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu,
anggota Buzzer dapat berasal dari siapapun tanpa adanya validasi terlebih
dahulu. Hal ini tidak terjadi pada proses perekrutan PIC EA Kementerian
Keuangan di mana para pemangku tugas Employee Advocacy terikat dengan
penugasan resmi, sehingga akuntabilitasnya
terjaga.
Penulis menyadari bahwa bentuk strategi komunikasi dengan
EA saja tidak cukup untuk meningkatkan engagement pegawai, namun hal itu
bisa menjadi langkah awal bagi ASN Kemenkeu agar selanjutnya dapat lebih
berpartisipasi aktif pada kegiatan di masyarakat sebagai bentuk aktualisasi diri
insan Kementerian Keuangan dalam menyebarkan informasi yang akurat, valid, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Ditulis oleh Pranadhitya Putra Priambogo – Kasi Piutang Negara KPKNL
Mamuju.