Integritas menjadi merupakan faktor kunci dalam pembangunan
ZI Menuju WBBM. Salah satu tantangan dalam menjaga integritas adalah pemberian
gratifikasi. Data KPK tahun 2022,
menunjukkan bahwa sampai dengan bulan
Juni terdapat 1.779 (termasuk BUMN) kasus gratifikasi yang terbukti terjadi
pada lingkungan ASN Pemerintah Indonesia. Data ini menggambarkan bahwa potensi
gratifikasi sangat tinggi terjadi di lingkungan birokrasi, sehingga diperlukan
kehati-hatian bagi ASN dalam menyikapinya. Lantas bagaimanakah cara kita sebagai Aparatur Sipil Negara
(ASN) membedakan antara
gratifikasi dan pemberian yang sah? Terkait dengan hal tersebut,
artikel ini berusaha menjelaskan perbedaan antara kegiatan gratifikasi dan
pemberian yang sah.
Perbedaan gratifikasi vs
pemberian yang sah
Dalam UU No. 20
Tahun 2001, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Tindakan gratifikasi dilarang karena dapat mendorong
penyelenggara negara atau pegawai negeri untuk bersikap tidak objektif, tidak
adil, dan tidak profesional dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat membuat
para petugas negara tersebut tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan
baik. Sesuai definisinya, Gratifikasi erat kaitannya dengan hadiah atau
pemberian yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Kondisi
ini akan menimbulkan berbagai opini dari berbagai kalangan masyarakat yang akan
berpendapat bahwa hal ini
melanggar hukum, namun ternyata tidak semua gratifikasi adalah ilegal atau
sebuah kesalahan.
Sudut pandang utama
yang cocok dan tepat digunakan untuk membandingkan antara kegiatan gratifikasi
dan pemberian yang sah adalah timbal balik yang terjadi diantara pihak yang
terkait. Sebagai contoh, tindakan berupa pemberian kupon perjalanan wisata
gratis dari pemohon layanan kepada pemberi layanan, dengan relasi di antara kedua pihak hanyalah hubungan bisnis, bisa dipastikan bahwa gratifikasilah kemungkinan besar
yang terjadi. Sedangkan untuk contoh pemberian yang sah adalah dua pihak yang
berlatar belakang sebagai teman masa kecil yang bertemu kembali setelah sekian
lama sehingga terjadi pertukaran pemberian tanpa motif atau tujuan lain.
Laman Pusat Edukasi Anti-Korupsi
KPK menuliskan bahwa setiap
tindakan yang memiliki indikasi gratifikasi kepada para pejabat atau pegawai
negeri akan dianalisa untuk memastikan apakah tindakan tersebut ilegal.
Pemeriksaan tersebut untuk melihat sejauh mana pemberian atau hadiah berhubungan
dengan jabatan penerima dalam kaitan tugas dan kewajibannya. Lantas, apa
bedanya dengan suap? Tindakan penyuapan diidentifikasi secara spesifik
dilakukan oleh korporasi atau pihak swasta dengan tujuan untuk memengaruhi
pengambilan keputusan dari pihak penerima suap.
Dalam Buku Mengenal
Gratifikasi yang diunggah Kominfo pada situs resminya, setiap hadiah atau
pemberian dapat diterima oleh para ASN atau Penyelenggara Negara sejauh hadiah
tersebut tidak berkaitan dengan tugas dan kewajibannya dalam melaksanakan
pekerjaan. Oleh karenanya, sebagai penerima harus terlebih dahulu menanyakan
tujuan dari pemberian tersebut. Selain itu, ada pula metode PROVE IT untuk mempertimbangkan
pemberian hadiah. Metode tersebut adalah:
Ø
P –
Purpose atau tujuan, tanyakan tujuan pemberian.
Ø
R –
Rule atau aturan, ketahui aturan gratifikasi dalam undang-undang.
Ø
O –
Openes atau keterbukaan, apakah hadiah diberikan secara terbuka atau diam-diam.
Ø
V –
Value atau berapa nilai gratifikasi tersebut. ASN perlu berhati-hati jika nilainya
cukup tinggi.
Ø
E –
Ethics atau etika, bagaimana moral pribadi Anda ketika menerimanya.
Ø
I –
Identity atau identitas dari pemberi apakah berhubungan dengan jabatan atau
calon rekanan?
Ø
T –
Timing atau waktu. Kapan hadiah diberikan, apakah berhubungan dengan
pengambilan keputusan, pelayanan, atau perijinan?
Selanjutnya,
berikut contoh gratifikasi yang tidak boleh diterima dilansir dari Buku
Mengenal Gratifikasi:
1. terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat di luar
penerimaan yang sah;
2. terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran di
luar penerimaan yang sah;
3. terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit,
monitoring, dan evaluasi di luar penerimaan yang sah;
4. terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas di luar
penerimaan yang sah atau resmi dari instansi; dan
5. dalam proses penerimaan/ promosi/ mutasi pegawai.
Apa yang harus dilakukan
ketika menerima gratifikasi?
Sebagai ASN, tindak
lanjut yang tepat dalam berhadapan dengan gratifikasi atau melihat risiko gratifikasi
pada orang terdekat adalah melaporkan barang gratifikasi kepada Unit Pengendali
Gratifikasi (UPG) di unit terdekat dengan mengikuti proses yang berlaku hingga
akhirnya barang tersebut ditetapkan menjadi milik negara atau dikembalikan
kepada penerima sebagai pemberian yang sah. UPG adalah unit yang terdapat pada
masing-masing badan pemerintahan yang bertugas untuk melaksanakan pengawasan,
pengendalian potensi terjadinya gratifikasi dan melakukan tindak lanjut
pelaporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika terdapat dugaan
gratifikasi yang dilaporkan pada badan terkait.
Penulis: Syamsa Ainurochim (Staf Seksi
Kepatuhan Internal KPKNL Mamuju)