Di
Era saat ini, teknologi sudah semakin canggih dan mudah diikuti oleh semua
kalangan. Tak heran jika banyak kita temui mulai dari anak kecil sampai orang
tua kebanyakan sudah menggunakan gadget. Hal
ini tentunya memudahkan kita dengan kerabat bahkan keluarga untuk menanyakan
kabar kapanpun dimanapun dengan cepat. Namun disisi lain, kecepatan teknologi
tersebut justru sering disalahgunakan oleh masyarakat. Masyarakat masih banyak
yang bersikap ‘latah’ ketika menerima suatu informasi. Banyak yang masih
menelan mentah informasi yang mereka dapatkan dan langsung menyebar luaskan
berita tersebut tanpa diketahui kebenarannya sehingga menyebabkan berita hoax tersebut lebih cepat viral,
terutama dalam penggunaan media sosial.
Dikutip dalam Survey Mastel (2017)
dalam Juditha (2018) mengungkapkan bahwa sebanyak 1.146 responden yang
diterima, 44.3 persen diantaranya menerima berita hoax setiap hari dan 17,2 persen menerima lebih dari satu kali
dalam sehari. Media yang paling banyak digunakan dalam penyebaran berita hoax pada masyarakat ini melalui media online. Hasil penelitian menyebutkan
dalam penyebaran berita hoax ini
melalui situs web sebesar 34,90 persen,
aplikasi chatting seperti Whatsapp, Line, Telegram sebesar 62,80
persen, dan melalui media sosial seperti facebook, instagram, twitter meraih
presentase terbanyak sebesar 92,40 persen. Lalu bagaimana antisipasi yang harus
dilakukan dalam mengatasi penyebaran
berita hoax ini?
Penyebab
Terjadinya Berita Hoax
Melani Budiantara yang merupakan
seorang pakar budaya dari Universitas Indonesia memaparkan beberapa poin pemicu
terjadinya pemberitaan hoax diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Adanya revolusi media sosial yang membuat
keterbukaan informasi dan tingginya konsumsi media sosial dimana Indonesia
pengguna Facebook terbesar ke-4 di dunia.
2. Minimnya literasi media sehingga menyebabkan
kurang kritis terhadap informasi.
3. Pengguna media sosial menjadi pengedar
informasi tanpa mampu melacak kebenarannya.
4. Era “Post-Truth” yang diunggulkan bukan
kebenaran melainkan kedekatan emosi dan keyakinan pribadi dengan informasi yang
diedarkan.
5. Adanya konflik horizontal, penajaman
perbedaan, peredaran pesan kebencian, dan kecenderungan pada bullying sosial.
David Harley dalam buku Common Hoaxes and Chain Letters (2008) menyebutkan beberapa
karakteristik berita tersebut hoax atau
bukan dengan cara sebagai berikut yaitu informasi hoax biasanya memiliki karakteristik surat berantai dimana isinya
terdapat kalimat agar pesan tersebut disebarkan ke semua orang. Kemudian berita
tersebut biasanya tidak mencantumkan tanggal kejadian yang jelas. Ketiga,
berita hoax biasanya tidak memiliki
tanggal kadaluarsa pada peringatan informasi dan dapat menimbulkan efek
keresahan yang berkepanjangan. Terakhir, tidak ada organisasi atau sumber yang
dicantumkan sebagai bentuk pertanggungjawaban berita tersebut (Mustika, 2018).
Cara Mencegah Berita Hoax
Inisiator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia
(MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia Anti hoax Septiaji Eko Nugroho
menyampaikan beberapa tips untuk menghentikan penyebaran berita hoax dengan
sebagai berikut:
1. Hati-hati dengan judul provokatif
Judul dari berita
hoax ini seringkali mengandung
provokatif atau judul yang sensional, sehingga memicu keresahan masyarakat
sehingga masyarakat sering ‘latah’ langsung meneruskan pesan tersebut ke orang
lain.
2. Cermati alamat situs
Apabila link
berita yang dicantumkan berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan
Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya.
3. Periksa Fakta
Perhatikan sumber
dari berita tersebut. Jika berasal dari satu sumber saja, pembaca tidak bisa
mendapatkan gambaran yang utuh.
4. Cek keaslian foto
Di era teknologi
yang sudah semakin canggih ini, foto ataupun video dapat dicari keasliannya lho
dengan melakukan drag and drop pada
kolom pencarian Google Images.
5. Ikut serta pada grup diskusi anti hoax
Adanya grup ini dapat membantu anda
menyaring berita-berita hoax yang
beredar.
Selain itu perlunya masyarakat
mengimplementasikan etika bicara baik di media sosial agar lebih hati-hati dan
bijak dalam menggunakan media sosial. Adapun etika bicara pada media sosial
adalah sebagai berikut :
1. Hati-hati membagi informasi seperti bicara
seputar kehidupan pribadi, terlebih sangat pribadi dan sensitif.
2. Tidak bicara dan membagikan konten yang mengandung
SARA dan pornografi.
3. Hindari Bicara yang merendahkan harga diri
atau melecehkan orang lain, kelompok, rasa tau bangsa lain.
4. Hindari bicara yang bersifat adu domba,
memaki, menyalahkan, atau bersengketa.
5. Hindari bicara yang mendiskreditkan,
memburuk-burukkan, mencela, atau yang menyinggung,
6. Dan lain-lain yang dapat menimbulkan konflik
sehingga dapat berakhir di meja hijau (Mustika, 2018).
Apabila
masyarakat dapat lebih mencerna dan menyaring sebelum menyebarluaskan berita
apapun dan dapat lebih bijak menggunakan media sosial, maka akan sangat minim
ditemukan berita hoax. Sehingga dapat
mengurangi keresahan pada masyarakat. Pencegahan arus informasi hoax juga dapat dilakukan dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam beretika berkomunikasi di media online.
Daftar Pustaka
1.
Juditha, Christiany. (2018). Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial
serta Antisipasinya Hoax Communication Interactivyin Social Media and
Anticipation. Diakses pada 20 Juni 2022, dari https://jurnal.kominfo.go.id
2. Akurat.co. (2017,
4 April). Ini Penyebab Terjadinya Berita
Hoax di Media Menurut Pakar Budaya. Diakses pada 20 Juni 2022, dari https://akurat.co/ini-penyebab-terjadinya-berita-hoax-di-media-menurut-pakar-budaya.
3. Mustika, Rieka.
(2018). Etika Berkomunikasi di Media
Online dalam Menangkal Hoax. Diakses pada 21 Juni 2022, dari https://www.neliti.com/publications/278583/none
4. Kominfo.go.id.
(2017, 7 November). Cara Cerdas Mencegah
Penyebaran Hoaks di Medsos. Diakses pada 21 Juni 2022, dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/11347/cara-cerdas-mencegah-penyebaran-hoaks-di-medsos/0/sorotan_media