Sertipikasi BMN Berupa Tanah, Bukti Bakti Untuk Negeri
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) merupakan salah satu unit Eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas
dan fungsi untuk menjaga aset negara yang merupakan amanah bagi punggawa negara
dimana aset negara tersebut diperoleh melalui pembelanjaan yang menggunakan
uang rakyat. Seperti yang dikutip oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani “Uang rakyat Indonesia harus dikelola
secara hati-hati dan akuntabel, baik itu dari sisi penerimaan negara, sisi
pembiayaan utang, maupun dari sisi hasilnya dalam hal ini aset milik negara”.
Salah satu bentuk penjagaan aset negara
yang dilakukan oleh DJKN adalah penjagaan aset berupa tanah yang dimiliki oleh satuan
kerja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam bentuk sertipikasi Barang Milik Negara (BMN)
berupa tanah. Upaya penjagaan aset tanah melalui sertipikasi dimaksudkan agar
BMN berupa tanah tersebut di setiap satker Kementerian/Lembaga dapat diamankan
baik dari segi administrasi, fisik, maupun hukum. Pengamanan secara administrasi
yaitu apabila tanah yang dimiliki satker K/L sudah dilakukan pencatatan BMN melalui
aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi BMN (SIMAK-BMN)/Sistem
Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN). Pengamanan secara fisik dilaksanakan
dengan membangun pagar dan/atau mendirikan plang pengaman agar tanah satker K/L
tidak diserobot oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Di sisi lain, pengamanan
secara hukum dilakukan dengan mendaftarkan tanah BMN tersebut ke Kantor Pertanahan
setempat agar dimohonkan untuk diterbitkan sertipikat tanah.
Pemahaman akan pentingnya tiga pengamanan tersebut sampai saat ini masih dirasa kurang optimal ketika kita terjun
ke lapangan, dimana pihak satker K/L ada kalanya tidak mengetahui lokasi
keberadaan asetnya ataupun batas-batas pasti dari BMN berupa tanah tersebut.
Hal ini sebenarnya tidak semata-mata disebabkan oleh ketidaktahuan pihak satker
K/L terkait lokasi ataupun batas-batas dari tanah BMN yang mereka kuasai, akan
tetapi penyebab utama hal tersebut disebabkan oleh adanya perubahan organisasi
atau penggantian pegawai yang menangani BMN berupa tanah ini yang tidak
diiringi dengan regenerasi oleh satker K/L yang bersangkutan.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang “Perbendaharaan
Negara” Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi “Seluruh Barang Milik Negara/Daerah
berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas
nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan”. Menindaklanjuti
undang-undang tersebut, DJKN diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan
sertipikasi BMN berupa tanah untuk satker K/L di seluruh Indonesia. Berkaitan
dengan hal tersebut, untuk mempercepat pelaksanaan sertipikasi BMN berupa tanah
diterbitkanlah peraturan bersama antara Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.06/2009 tentang
“Pensertipikatan Barang Milik Negara Berupa Tanah“ dan Kepala Badan Pertanahan
Nasional RI Nomor 24 tahun 2009 tentang “Pensertipikatan Barang Milik Negara“. Peraturan
bersama ini merupakan terobosan yang diambil agar pelaksanaan sertipikasi BMN
berupa tanah dapat dipercepat.
Berdasarkan data yang ada, sertipikasi
BMN berupa tanah sudah dilaksanakan oleh DJKN mulai tahun 2013 dan masih
berlanjut hingga saat ini. Sesuai road map DJKN, target penyelesaian
pensertipikatan BMN berupa tanah diproyeksikan selesai pada tahun 2022. Akan
tetapi, target ini ditujukan khusus untuk bidang tanah yang belum bersertipikat
serta tanah yang sudah bersertipikat namun belum sesuai dengan ketentuan yang
ada. Menilik dari kategori tanah yang dapat dijadikan target sertipikasi
di atas, seolah-olah perlakuan dari kedua target di atas tidak jauh berbeda,
namun ternyata terdapat ketentuan yang berbeda untuk mensertipikatkan kedua
kategori objek di atas. Untuk tanah yang belum bersertipikat merupakan tanah
yang memang belum memiliki sertipikat sama sekali sehingga perlakuannya untuk
objek tanah tersebut akan diterbitkan sertipikat baru. Sedangkan untuk tanah
yang bersertipikat namun belum sesuai ketentuan yang ada perlu dilakukan
penggantian nama saja.
Lalu bagaimana dengan tanah yang masih
bermasalah, seperti tumpang tindih dengan pihak ketiga, berada di kawasan hutan
lindung, dan dikuasai pihak ketiga atau bersertipikat lainnya. Untuk kategori
tanah yang digolongkan dalam tanah yang bermasalah (belum clean and clear), hendaknya satker K/L sudah dapat
mengidentifikasikan tanah yang bermasalah tersebut untuk dapat dijadikan target
pensertipikatan di tahun 2023. Namun demikian, satker K/L hendaknya sedini
mungkin sudah mulai merencanakan tindakan apa yang perlu dilakukan melalui koordinasi
intens dengan kantor pertanahan setempat sehingga tindakan yang dilakukan oleh
satker K/L dapat berlangsung secara tertib dan terarah. Diharapkan ketika tahun
2023, satker sudah dapat melaksanakan sertipikasi untuk tanah-tanah bermasalah
dimaksud.
Pada hakikatnya, pensertipikatan BMN
berupa tanah merupakan bentuk nyata dari DJKN untuk mempertanggungjawabkan uang
rakyat. Sebagai punggawa aset negara mari kita emban bersama-sama tanggung
jawab ini sehingga seluruh BMN berupa tanah dapat diamankan baik secara
administrasi, fisik, maupun hukum.
Aset negara aja kita jaga
Apalagi kamu J
Ayo kita jaga aset negara!
Sebagai bentuk bakti kita untuk negeri tercinta
(Penulis : Raudatul Munawwarah - Kepala
Seksi PKN II Kanwil DJKN SJB)