Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Papua, Papua Barat, dan Maluku > Artikel
Penyelesaian Piutang Daerah
Michael Gala Bura
Kamis, 15 Desember 2022   |   367 kali

Penulis: Hanik Zumrudah, Kepala Seksi Piutang Negara I



Tepat pada tanggal 13 September 2022 yang lalu, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.6/2002 tentang Penghapusan Piutang Daerah Yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada Panitia Urusan Piutang Negara, yang selanjutnya dalam artikel ini akan disebut sebagai PMK Piutang Daerah. Peraturan ini diterbitkan sebagai bentuk perhatian kepada Pemerintah Daerah untuk dapat lebih bertanggungjawab dalam penyelesaian kasus piutang daerah, serta untuk mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang lebih baik. Dalam proses bisnis pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah  secara tidak sengaja terdapat tindakan yang menimbulkan  hak  Pemerintah  Daerah dalam  bentuk  piutang  daerah.  Sebagai contoh adalah piutang atas tagihan penjualan aset milik daerah, piutang atas Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dan Tuntutan Perbendaharaan (TP).  

 

PMK Piutang Daerah sekaligus juga memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan terkait dengan pengelolaan piutang daerah.  Pertanyaan pertama yang sering timbul adalah langkah apa yang harus dilakukan Pemerintah Daerah dalam menangani piutang daerahnya? Dalam ketentuan Pasal 3 PMK 137 diatur bahwa Pemerintah Daerah dapat mengurus sendiri penyelesaian piutangnya apabila :

-      Piutang Daerah dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per Penanggung Utang atau setara dan tidak ada Barang Jaminan yang diserahkan atau Barang Jaminan tidak mempunyai nilai ekonomis; 

-      Piutang Daerah yang tidak memenuhi syarat untuk diserahkan pengurusannya kepada PUPN, yaitu piutang daerah yang adanya dan besarnya tidak pasti secara hukum.  

Seperti apa jenis piutang tersebut ? Apabila terdapat piutang dengan klasifikasi antara lain :

1.   Piutang Daerah yang tidak didukung dokumen sumber yang memadai sehingga tidak dapat dibuktikan siapa subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap penyelesaiannya; 

2.   Piutang Daerah yang tidak dapat dipastikan jumlah/besarannya karena tidak ada atau tidak jelas dokumen sumber atau bukti-bukti pendukungnya;

3.   Piutang Daerah yang masih menjadi objek sengketa di lembaga peradilan; 

4.   Piutang Daerah yang telah diserahkan ke PUPN namun dikembalikan atau ditolak oleh PUPN berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Terhadap jenis piutang dengan kategori diatas maka Pemerintah Daerah wajib mengelola piutangnya sendiri. 

 

Pada prinsipnya  Piutang Daerah dengan kategori macet harus dilakukan upaya penagihan terlebih dahulu oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Upaya penagihan dilakukan dengan penagihan secara tertulis dengan surat tagihan  atau penagihan dengan kegiatan optimalisasi. Yang dimaksud kegiatan optimalisasi  dapat meliputi antara lain :

1.    Kerjasama penagihan dengan pihak ketiga antara lain: 

a.      Kejaksaan; 

b.     Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sesuai wilayah kerja; dan/ atau 

c.      pihak ketiga lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 

2.    Pelaksanaan parate eksekusi jaminan kebendaan; 

3.    Crash program penyelesaian Piutang Daerah; 

4.    Gugatan melalui lembaga peradilan; 

5.    Penghentian layanan kepada Penanggung Utang; 

6.    Konversi piutang menjadi penyertaan modal daerah; 

7.    Penjualan hak tagih/piutang; dan/atau 

 

8.    Penyerahan aset untuk pembayaran utang (debt to asset swap). 

 

Selain penagihan dengan upaya optimalisasi tersebut diatas PPKD dapat melakukan upaya optimalisasi lain sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Kegiatan optimalisasi dilakukan dengan mempertimbangkan aspek efisiensi dan efektivitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya penagihan adalah langkah debt recovery  untuk mengurangi jumlah piutang secara nominal. Baik piutang yang terdapat pada Pemerintah Daerah, Bendahara Umum Daerah dan Badan Layanan Umum Daerah. 

 

Namun adakalanya upaya penyelesaian/penagihan sudah dilakukan secara optimal tetapi tidak membuahkan hasil. Hal ini disebabkan antara lain penanggung hutang  tidak diketahui keberadaannya,  telah meninggal dunia, atau tidak mampu. Dalam kasus seperti ini PPKD diberikan kewenangan untuk menerbitkan  Pernyataan Piutang Daerah Telah Optimal (PPDTO). Yaitu surat yang ditetapkan oleh PPKD sebagai bukti bahwa Piutang Daerah dengan kualifikasi macet telah dikelola secara optimal namun masih terdapat sisa kewajiban karena Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang, tidak ada barang jaminan atau sebab lain yang sah. 

Penerbitan PPDTO adalah langkah administratif yang dilakukan sebagai syarat untuk pengajuan penghapusan piutang daerah baik penghapusan bersyarat maupun mutlak. PPKD bertanggungjawab penuh terhadap penerbitan PPDTO. Terdapat sejumlah syarat untuk diterbitkan PPDTO antara lain :

a.    telah disampaikan surat penagihan sesuai ketentuan; 

b.    kualitas piutang telah macet; 

c.    usia pencatatan piutang sudah lebih dari 5 (lima) tahun dan tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran namun kurang dari 10% (sepuluh persen) dari kewajiban yang harus dibayar; dan 

d.    Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang yang dibuktikan dengan salah satu atau lebih dokumen berupa:

1)   kartu keluarga miskin; 

2)   putusan pailit; 

3)   surat keterangan dari kelurahan/kantor kepala desa/kantor kepala lingkungan/kantor instansi yang berwenang/ Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang menyatakan Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang atau tidak diketahui tempat tinggalnya; 

4)   bukti penerimaan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin, bukti penerima manfaat bantuan sosial berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Keluarga Harapan (PKH) atau program lain yang sejenis; dan/atau 

5)   bukti kunjungan penagihan oleh petugas di lingkungan instansi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dalam bentuk surat kunjungan atau berita acara atau bukti lain yang menyimpulkan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang atau tidak diketahui lagi tempat tinggalnya.

 

Syarat tersebut diperuntukkan untuk Piutang Daerah dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per Penanggung Utang atau setara dan tidak ada barang jaminan yang diserahkan atau barang jaminan tidak mempunyai nilai ekonomi.  Syarat tersebut juga berlaku untuk Piutang Daerah yang adanya dan besarnya tidak pasti secara hukum sehingga tidak dapat Diserahkan ke PUPN  dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per Penanggung Utang atau setara

 

Sedangkan Piutang Daerah yang adanya dan besarnya tidak pasti secara hukum sehingga tidak dapat diserahkan ke PUPN dengan jumlah sisa kewajiban diatas  Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per Penanggung Utang atau setara, dapat diterbitkan PPDTO dengan syarat yang sama sebagaimana diatas, kecuali syarat usia pencatatan piutang diatur sebagai berikut  :

a.    jumlah sisa kewajiban Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per Penanggung Utang atau setara, disyaratkan usia pencatatan piutang lebih dari 7 (tujuh) tahun dan tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran namun kurang dari 10% (sepuluh persen) dari kewajiban yang harus dibayar;

b.    jumlah sisa kewajiban lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan jumlah Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau setar, disyaratkan usia pencatatan piutang sudah lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran kurang dari 10% ( sepuluh persen) dari kewajiban yang harus dibayar;

c.    jumlah sisa kewajiban lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per Penanggung Utang atau setara, disyaratkan usia pencatatan piutang sudah lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran kurang dari 10% ( sepuluh persen) dari kewajiban yang harus dibayar dan telah dilakukan kerjasama penagihan dengan melibatkan pihak ketiga (Kejaksaan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan/atau pihak ketiga lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan) sesuai wilayah kerja;

 

Dengan terbitnya PPTDO maka langkah administratif berupa penghapusan piutang daerah dapat diajukan untuk menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang lebih akuntabel, Apabila Pemerintah Daerah mempunyai tekad untuk semakin tertib dalam pengelolaan piutang daerah, maka akan semakin meningkatkan perbaikan kualitas piutang daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). 

 

Lalu bagaimana dengan Piutang Daerah dengan jumlah sisa kewajiban diatas Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per Penanggung Utang atau setara serta adanya dan besarnya sudah pasti secara hukum ?

 

Dengan berprinsip efisiensi dan efektivitas,  piutang dengan kategori tersebut agar diserahkan pengurusan piutangnya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. Hal ini telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), bahwa pada prinsipnya Piutang Negara/Daerah diselesaikan terlebih dahulu oleh instansi Pemerintah Pusat/Daerah. Namun apabila upaya penyelesaiant idak dimungkinkan lagi dan Penanggung Hutang tetap tidak melakukan pelunasan maka pengurusan piutang tersebut diserahkan kepada PUPN. 

 

 PUPN sendiri adalah panitia interdepartemental yang mengurus piutang negara yang berasal dari pemerintah atau badan-badan yang dikuasai oleh negara. Anggota PUPN saat ini berasal dari kementerian keuangan, kepolisian, kejaksaan dan Pemerintah Daerah. PUPN sendiri dibekali dengan kewenangan parate eksekusi yang sama halnya dengan kekuatan eksekusi Pengadilan. Bentuk kelembagaan yang bersifat interdepartemental memberikan citra khusus dengan adanya aparat penegak hukum di dalamnya, maka dapat memberikan efek psikologis yang signifikan bagi Penanggung Utang.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini