Piutang Negara adalah jumlah uang
yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat
dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang
sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Sesuai dengan PMK
No.69/PMK.06/2014 terkait dengan Penentuan Kualitas Piutang dan
Penyisihan Piutang Tak
Tertagih pada
Kementerian/Lembaga/Bendahara Umum Negara disebutkan, “Piutang adalah
jumlah
uang
yang
wajib
dibayar
kepada
Kementerian
Negara/Lembaga atau Bendahara
Umum Negara dan/atau
hak Kementerian Negara/Lembaga atau
Bendahara Umum Negara yang dapat dinilai dengan
uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang- undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah”.
Dalam lingkup penyelesaian Piutang Negara yang
berasal dari penyerahan instansi pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan mekanisme Crash Program maka
pemerintah telah membuat kebijakan dengan
membuat peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia.
Peraturan ini dibuat dengan
tujuan untuk mempercepat penurunan outstanding BKPN (Berkas Kasus Piutang Negara) pada
PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) disamping
sebagai perwujudan bentuk simpati pemerintah akibat adanya pandemi
covid-19.
Peraturan Menteri
Keuangan
yang akan dibahas adalah Peraturan
Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 dan PMK Nomor 11/PMK.06/2022 yang masing-masing memiliki kesamaan bahasan namun juga memiliki perbedaan yang mendasar.
Adanya perbedaan tersebut
merupakan
penyempurnaan
dari
kendala
dan masalah yang
muncul pada saat pelaksanaan Crash Program
pada tahun 2021 , diantaranya adalah:
a) Persyaratan administrasi pendukung
berupa Surat Keterangan
dari Kelurahan atau Desa yang sulit didapatkan;
b) Kualitas Berkas Kasus Piutang Negara yang buruk
dimana data-data
pendukung seperti alamat
Penanggung Hutang
yang tidak jelas, tidak
adanya barang jaminan, atau nilai outstanding yang kecil;
c) Terbatasnya anggaran pada
masing-masing KPKNL untuk dapat
menjalankan program tersebut;
d) Banyak surat pemberitahuan yang dikirim ke alamat
Penanggung Hutang namun tidak sampai.
e) Penanggung Hutang merupakan warga negara asing.
Berikut merupakan perbedaan
PMK Nomor 15/PMK.06/2021 dengan PMK Nomor 11/PMK.06/2022 Tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah Yang Diurus/Dikelola Oleh Panitia Urusan Piutang
Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara Dengan Mekanisme Crash Program :
1.
Dalam PMK
Nomor
11
/PMK.06/2022 terdapat penyederhanaan dari
PMK sebelumnya (Nomor 15/PMK.06/2021) dimana pada BAB I ketentuan umum pasal 2 ayat (3) mengenai Crash
Program berupa pemberian keringanan
hutang, terdapat substansi dihapus,
seperti :
a) Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), kecuali Penanggung Utang telah pensiun atau
merupakan Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/ golongan (Penata Muda/III/ a) ke
bawah;
b) Piutang Negara yang berasal dari ikatan dinas.
2. Dalam PMK Nomor 11 /PMK.06/2022 yang dibandingkan dengan PMK sebelumnya
(Nomor 15/PMK.06/2021) terdapat bagian yang dihilangkan pada pasal 7 ayat (2) mengenai Permohonan tertulis diajukan oleh Penanggung Utang dengan menyebutkan
jenis Crash Program yang akan diikuti, meliputi:
a) Permohonan keringanan utang; atau
b) Permohonan Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara.
3. Dalam PMK Nomor 11 /PMK.06/2022 yang dibanding dengan PMK sebelumnya (Nomor 15/PMK.06/2021) terdapat penambahan pada pasal 8
ayat (5) yakni : Dalam hal surat
keterangan
dari
pejabat
yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala
desa/kantor kecamatan/dinas
pemerintah daerah atau instansi
lainnya yang berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) huruf a tidak dapat diperoleh, maka dapat digantikan dengan surat pernyataan
dari Penanggung Utang/Penjamin Utang/Ahli
waris yang dikuatkan/diketahui/dibenarkan oleh pejabat yang berwenang pada
kantor kelurahan/kantor kepala
desa/kantor kecamatan/dinas pemerintah daerah atau instansi yang berwenang
tersebut.
4. Dalam PMK Nomor 11 /PMK.06/2022 yang dibandingkan dengan PMK RI sebelumnya (Nomor 15/PMK.06/2021) juga terdapat perbedaan yang mendasar pada pasal 9 dan 10 yang berarti adanya penambahan ayat baru yang membahas tentang instansi/pejabat yang berwenang dalam memberikan Surat Keterangan sebagai dokumen pendukung yang melibatkan instansi/pejabat perwakilan negara asing atau penanggung hutang yang berbadan hukum publik, badan hukum milik negara atau unit instansi/lembaga pada pemerintah pusat/daerah.
5. Dalam PMK Nomor 11 /PMK.06/2022 yang dibanding dengan PMK sebelumnya (Nomor 15/PMK.06/2021) terdapat tambahan pada pasal 12
ayat (2) mengenai pengecualian besaran
keringanan kepada :
a) Piutang rumah sakit/fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b) Piutang biaya perkuliahan/sekolah; atau
c) Piutang dengan sisa kewajiban
paling
banyak
Rp8.000.000,00
(delapan
juta
rupiah), yang tidak didukung dengan barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan, diberikan keringanan utang lebih besar yaitu sebesar
80 persen dari sisa kewajiban.
6. Pada PMK Nomor
15/PMK.06/2021 terdapat pasal mengenai Monotarium Tindakan Hukum atas Piutang
Negara
dimana
pada
PMK
terbaru
(PMK
Nomor
11/PMK.06/2022) ketentuan tersebut sudah tidak ada. Pada PMK terbaru penanggung
hutang yang dapat mengajukan keringanan
hutang kepada PUPN tidak harus Penanggung
Hutang yang terkena
dampak pandemi Covid-19
dengan dukungan syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh penanggung hutang tersebut.
Selain itu bentuk Monotarium Tindakan hukum atas Piutang Negara
yang diberikan berupa:
a) Penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain;
b) Penundaan pelaksanaan lelang dan/atau;
c) Penundaan paksa badan.
Sudah tidak dicantumkan lagi dalam PMK Nomor 11 /PMK.06/2022.
Jika diulas lebih jauh maka kita akan menemukan kemajuan-kemajuan substansi yang dibuat dari Peraturan Menteri Keuangan terbaru dari tahun ke tahun dimana hal tersebut dapat dilakukan dengan penyederhanaan pasal-pasal yang dirasa tidak cukup efektif atau dengan adanya penambahan pasal-pasal yang relevan dalam kejadian yang menyangkut Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah Yang Diurus/Dikelola Oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Dengan Mekanisme Crash Program.
Adapun penyederhanaan dan
penambahan pasal-pasal tersebut dapat dirangkum menjadi:
a) Syarat administrasi pendukung yang lebih mudah;
b) Permohonan Crash Program bisa
dilakukan oleh pihak ketiga (untuk Penanggung Hutang penyerahan dari rumah sakit, SPP Mahasiswa, dan
Piutang yang nilainya kurang dari Rp8.000.000,00 (delapan juta
rupiah); dan
c) Adanya tarif Flat
berupa keringanan sebesar 80 persen dari
sisa kewajiban khusus untuk Penanggung Hutang penyerahan dari rumah sakit, SPP Mahasiswa, dan Piutang yang nilainya kurang dari
Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
Diharapkan dengan adanya
PMK terbaru ini
penyelesaian outstanding Piutang
Negara khususnya piutang
negara yang berasal dari penyerahan instansi
pemerintah dapat berjalan
dengan optimal sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Penulis :
Bidang PN Kanwil DJKN Papabaruku
Auditor :
Dimas Aditya Saputra