Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Papua, Papua Barat, dan Maluku > Artikel
Ruang Lingkup Lelang Dan Permasalahan Dalam Penegakan Hukum
Dimas Aditya Saputra
Kamis, 31 Maret 2022   |   15000 kali

I.        PENDAHULUAN

Lelang sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu sarana untuk melakukan jual beli barang. Harga yang terbentuk dalam proses lelang merupakan interaksi langsung antara penawaran dari penjual dan permintaan dari pembeli yang dilakukan dengan penawaran khas lelang, sehingga tercipta harga yang optimal bagi kedua belah pihak. Namun dalam perkembangannya, lelang dimanfaatkan untuk alat penegakan hukum (law enforcement).

Indonesia yang dahulu dikenal dengan Hindia Belanda merupakan bekas jajahan Belanda. Pada masa itu penduduk Hindia Belanda dibedakan menjadi tiga golongan dan masing-masing golongan berlaku Hukum Perdata yang berbeda-beda, yaitu:

a. golongan  Eropa  berlaku  Hukum  Perdata  dan  Hukum  Dagang  di  Negara Belanda;

b. golongan Timur Asing berlaku bab-bab tertentu Hukum Perdata dan Hukum Dagang golongan Eropa;

c. golongan Bumiputera berlaku hukum adat.

Jabatan pemerintahan dan perusahaan-perusahaan Belanda di Hindia Belanda dijabat oleh orang-orang Belanda. Bila terjadi perpindahan/mutasi pejabat Belanda tersebut timbul masalah mengenai penjualan barang-barang milik pejabat yang dimutasi tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad 1908 Nomor 189 tentang Vendu Reglement. Pada masa itu, permintaan lelang eksekusi dan barang-barang pindahan lebih diutamakan.

Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan kita tampak masih dianggap relevan, hal ini terbukti dengan difungsikannya lelang untuk mendukung Law Enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana, hukum pajak, hukum administrasi negara dan hukum pengelolaan kekayaan negara.

Perkembangan  hukum  seperti  Undang-Undang  Hak  Tanggungan  (UUHT)  No.  4 Tahun  1996,  Undang-Undang  No.36  tahun  2008  tentang  Pajak Penghasilan, Undang-Undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan, serta Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan membuktikan partisipasi masyarakat dan pemerintah yang semakin besar terhadap peranan lelang.


II. PERKEMBANGAN LELANG DI INDONESIA

Lelang telah lama dikenal, menurut sejarahnya lelang berasal dari Bahasa Latin “auctio”  yang  berarti  peningkatan  harga  secara  bertahap.     Para  ahli  melalui penelitian literatur Yunani mengemukakan bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun Sebelum Masehi. Beberapa jenis lelang yang populer pada saat itu antara lain adalah lelang kuda dan lelang budak.

Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam sistem hukum Indonesia sejak tahun 1908 yaitu dengan berlakunya Undang-Undang Lelang - Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 No. 189). Dalam sistem hukum Indonesia, lelang berkedudukan sebagai suatu tata cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan penjualan pada umumnya. Oleh karena itu, lelang diatur tersendiri dalam Vendu Reglement (VR) yang sifatnya Lex Specialis. Kekhususan lelang ini antara lain tampak pada sifatnya yang terbuka untuk umum karena harus didahului pengumuman lelang, obyektif, pembentukan harga yang optimal, dan otentik karena pelaksanaan lelang harus dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat Lelang.

Pasal 1 jo. Pasal 1a VR disebutkan bahwa Lelang adalah setiap penjualan barang kepada umum yang dilakukan dimuka umum dengan cara penawaran harga yang khas secara tertulis dan atau lisan melalui usaha mengumpulkan peminat/peserta lelang  sebelumnya.  Lelang  harus  dilakukan  oleh  dan/atau  dihadapan  seorang Pejabat Lelang. Selanjutnya dalam Pasal 35 VR disebutkan bahwa: “Dari tiap penjualan di muka umum oleh Vendumeester/ Pejabat Lelang, selama dalam penjualan, untuk tiap hari pelelangan atau penjualan dibuat berita acara tersendiri”. Bentuk berita acara lelang yang diamaksud dalam Pasal 35 tersebut dinamakan Risalah Lelang dan diatur dalam Pasal 37 s/d. Pasal 42 VR.

Suatu pelaksanaan lelang harus memenuhi 5 unsur sebagai berikut :

1.  Penjualan barang kepada umum yg dilakukan di muka umum;

2.  didahului pengumuman lelang;

3.  dilakukan dengan penawaran yg khas

4.  dilaksanakan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang (pejabat umum);

5.  dibuat berita acara bernama Risalah Lelang.

Setiap pelaksanaan lelang akan selalu bertujuan untuk mencapai harga optimal, tanpa mengesampingkan adanya jaminan transaksi yang akuntabel. Namun upaya pemasaran  oleh  pihak  penjual  menjadi  salah  satu  penentu  tercapainya  tujuan tercipta  harga  yang  tinggi.  Apabila  Penjual  hanya  mengandalkan pengumuman lelang maka sering terjadi harga yang terbentuk tidak optimal, khususnya dalam lelang eksekusi, atau malahan tidak ada yang berminat/tidak ada yang menawar. Oleh karena itu pihak penjual harus tetap melakukan upaya pemasaran, atau paling tidak  mengungkapkan  dengan  sebenarnya  kondisi  obyek yang  dilelang  kepada setiap peminat lelang, sehingga diharapkan akan terjadi kompetisi diantara peserta lelang.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka tidaklah mengherankan bahwa banyak peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan adanya penjualan benda/barang yang harus dilakukan secara lelang dalam hal diperlukan adanya pencairan suatu benda/barang menjadi uang, karena lelang mempunyai peranan penting, yaitu:

1. Lelang mampu memberi jawaban yang pasti mengenai harga/nilai suatu benda/barang pada saat situasi yang “tidak kondusif” karena adanya upaya paksa (eksekusi), serta karena adanya suatu peraturan perundang-undangan yang menentukan keharusan adanya pelaksanaan lelang. Hal ini terjadi pada pelaksanaan lelang eksekusi dan lelang  noneksekusi wajib.

2. Lelang  mampu  memberi  jawaban  yang  pasti  mengenai  harga/nilai  suatu benda dalam hal subyektivitas seseorang berpengaruh terhadap kualitas barang/  kreativitas  pembuatan/nilai  artistik,  nilai  seni,  nilai  historis  suatu benda, sehingga seseorang    secara    sukarela    bermaksud    menjual benda/barang/harta kekayaannya   secara   lelang.   Hal   ini   terjadi   pada pelaksanaan lelang noneksekusi sukarela.

Sukses atau tidaknya suatu pelelangan tidak hanya ditentukan oleh KPKNL cq. Pejabat Lelang, tetapi adalah merupakan hasil kolaborasi antara pihak Penjual/Pemohon Lelang dan Pejabat Lelang. Pejabat Lelang dituntut agar selalu “rule of  the game”, sekaligus memberikan penjelasan kepada pihak Penjual/Pemohon Lelang untuk melakukan upaya pemasaran, khususnya menginformasikan kondisi dari obyek yang akan dilelang. Penjual dituntut benar- benar mempunyai niat dan kapabilitas untuk melakukan upaya pemasaran dan Pejabat Lelang bersama Penjual mempunyai strategi untuk menciptakan suasana kompetitif diantara peserta lelang.

Dalam lelang pihak Penjual/Pemohon Lelang, Peminat Lelang, maupun masyarakat juga dapat mengawasi pelaksanaan lelang, sejak persiapan, pelaksanaan sampai dengan pascalelang, apakah telah dilaksanakan sesuai “rule of the game”. Adapun peran dari pihak-pihak dalam lelang adalah sebagai berikut:

a. Penjual, adalah perorangan, badan hukum/usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang. Dalam prosedur lelang, penjual adalah pihak yang akan mengajukan   permohonan   lelang   kepada   KPKNL   sesuai   jenis lelangnya.

b. Pejabat Lelang, adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Undang- Undang untuk melaksanakan   penjualan   barang   secara   lelang   yang berkedudukan di KPKNL atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II.

c. Peserta Lelang, adalah perorangan atau badan yang memenuhi syarat dan berhak mengajukan penawaran. Peserta lelang yang telah mengajukan penawaran tertinggi dan/atau telah mencapai atau melampaui Nilai Limit disahkan sebagai Pemenang Lelang (Pembeli) oleh Pejabat Lelang. Pada prinsipnya setiap orang berhak untuk menjadi peserta lelang sepanjang tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan telah memenuhi syarat- syarat lelang yang diumumkan dalam pengumuman lelang.

Saat ini Pejabat Lelang dapat dibedakan menjadi 2 (dua): Pejabat Lelang Kelas I, yaitu Pejabat Lelang yang diangkat dari PNS DJKN, dan Pejabat Lelang Kelas II, yaitu Pejabat Lelang yang diangkat dari orang-orang tertentu (Notaris, Pensiunan PNS DJKN yang pernah menjadi Pejabat Lelang, dan umum lulusan Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang).

Bahwa mekanisme penjualan secara lelang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara-cara penjualan biasa, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Built  ini Control, penjualan  secara  lelang  harus  selalu  didahului  dengan pengumuman kepada khalayak ramai untuk menghimpun peminat lelang dan sekaligus memberitahukan kepada pihak yang berkepentingan. Ini berarti bahwa sejak semula pelaksanaan lelang dilakukan di bawah pengawasan umum.

2. Obyektif, lelang harus dilaksanakan secara terbuka di depan umum, tidak ada prioritas diantara peserta lelang, tidak ada pembatasan peserta lelang, hak dan kewajiban diantara peserta lelang sama, yang kesemuannya dapat diketahui  oleh  khalayak  ramai/umum  sejak  diterbitkannya  pengumuman lelang. Hal ini menghasilkan pelaksanaan lelang yang obyektif.

3. Kompetitif, cara penawaran lelang yang khas, didukung dengan hak dan kewajiban peserta lelang yang sama, tidak ada prioritas dan pembatasan peserta lelang, akan menciptakan kompetisi penawaran dengan persaingan bebas diantara para peserta lelang, sehingga akan menjamin tercapainya harga yang optimal.

4. Otentik, setiap pelaksanaan lelang dibuat berita acara disebut Risalah Lelang (RL) yang merupakan akta otentik, sebagai alat bukti yang sempurna. Berdasarkan Minut RL dapat dikeluarkan Kutipan RL, sebagai Akta Jual Beli (acte van transport), yang dipergunakan untuk balik nama, tidak diperlukan lagi adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT.


III.     PENYELENGGARAAN LELANG DI INDONESIA

Dalam     perkembangannya     sesuai     Peraturan     Menteri     keuangan     Nomor 213/PMK.06/2020  tentang   Petunjuk   Pelaksanaan   Lelang,   pelaksanaan  lelang digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Lelang Eksekusi; Eksekusi Pengadilan, Eksekusi Pajak, Eksekusi PUPN, Eksekusi Harta Pailit, Eksekusi Pasal 6 UUHT, Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 KUHAP, Eksekusi Barang Rampasan, Eksekusi Fidusia, Eksekusi Barang Temuan, Eksekusi Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 271 UU nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 94 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Lelang Eksekusi Barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang dikuasai negara eks kepabeanan dan cukai, Lelang Eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda sitaan Pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana  telah  diubah  dengan  UU  No.  20  Tahun  2001,  Lelang Eksekusi barang bukti tindak pidana kehutanan sesuai Pasal 49 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Kehutanan, Lelang Eksekusi benda sitaan sesuai Pasal 47A UU No. 30 Tahun 2002tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2019 dan Lelang Eksekusi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

b. Lelang NonEksekusi Wajib; Lelang BMN/D, Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk nonpersero, Lelang aset Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Lelang BMN yang berasal dari tegahan kepabeanan dan cukai, Lelang barang  gratifikasi,  Lelang  bongkaran  BMN/Daerah  karena  perbaikan, Lelang BMN berupa Barang Habis Pakai eks Pemilihan Umum, Lelang asset eks Bank Dalam Likuidasi (BDL), Lelang aset settlement obligor Penyelesaian  Kewajiban  Pemegang  Saham  (PKPS)  Akta  Pengakuan Utang (APU), Lelang aset eks BPPN / kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset, Lelang Balai Harta Peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir, Lelang Benda Berharga Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT), Lelang aset Bank Indonesia, Lelang BMN/D berupa eks barang hadian / undian yang tidak diambil atau tidak tertebak, Lelang barang habis pakai sisa / limbah proyek yang dananya bersumber dar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara / Daerah, Lelang barang dalam penguasaan kejaksaan yang berasal dari barang bukti yang dikembalikan tetapi tidak diambil oleh pemilik/yang berhak tidak ditemukan atau menolak menerima; dan Lelang Noneksekusi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

c. Lelang  NonEksekusi  Sukarela;  Lelang  barang  milik  BUMN/D  berbentuk persero, Lelang barang milik perwakilan negara asing, Lelang barang milik perorangan atau badan hukum/ usaha swasta, Lelang barang milik perusahaan dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh   peraturan perundang-undangan, Lelang barang milik Badan Layanan Umum / Badan Hukum Pendidikan yang tidak termasuk BMN, Lelang hak tagih (piutang), Lelang kayu hasil temuan lainnya dari tangan pertama; dan Lelang Noneksekusi Sukarela lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

Dalam praktiknya, jumlah pelaksanaan lelang yang ada di Indonesia sampai dengan saat ini masih didominasi pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.  Perbankan  sebagai  salah  satu  sumber  pendanaan  sangat  penting yang kegiatan utamanya antara lain menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemberian kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak serta untuk mendukung pembangunan dan memutar roda perekonomian.

Penyaluran kredit memiliki peranan penting bagi bank, yaitu sebagai sumber pendapatan yang diperoleh dari margin atau bunga yang dibayar oleh debitur. Namun, disisi lain kredit-kredit ini tidak lepas dari kredit bermasalah, yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak bank. Kredit bermasalah ini dapat menimbulkan semakin besarnya biaya pencadangan activa produktif yang harus disediakan oleh bank,  dan  mengurangi  potensi  laba  yang  akan  diperoleh,  lebih  jauh  akan mengurangi  modal  yang  tersedia  pada  bank  tersebut.  Meningkatnya  pemberian kredit ternyata diimbangi dengan pinjaman bermasalah (Non Performing Loan). Beberapa faktor ekonomi makro yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah adalah kurs, BI rate dan inflasi.   

Oleh karenanya untuk menjaga kesehatan keuangannya, pihak perbankan akan mengambil langkah penyelesaian pinjaman yang   bermasalah   dengan   melakukan   penjualan   jaminan   milik   debitur   yang diagunkan. Selain untuk menjaga penilaian kesehatan sebuah bank melalui indikator pembiayaan/kredit yang memiliki NPL dibawah 5 persen, juga untuk menjaga stabilitas sumber pendanaan perbankan itu sendiri.

Selanjutnya, Pada tahun 1996 Pemerintah mengeluarkan regulasi baru di bidang lelang dengan memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II. Peran swasta dalam pelaksanaan  lelang  diharapkan  dapat  merealisasikan pemasyarakatan lelang secara bertahap, dimana pada suatu saat itu penjualan secara lelang menjadi pilihan utama masyarakat yang bermaksud menjual harta bendanya karena dianggap efisien, dan adanya jaminan harga yang optimal serta kepastian hukum. Jadi saat ini ada dua institusi yang dapat menyelenggarakan lelang yaitu KPKNL dengan Pejabat Lelang Kelas I dan Balai Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II (swasta).

Pembagian kewenangan KPKNL dan Balai Lelang adalah sebagai berikut:

1. Secara  umum,  KPKNL  dapat  melakukan  pelayanan  semua  jenis  lelang. Kewenangan yang luas ini berkaitan dengan tugas pelayanan umum oleh aparatur negara dibidang lelang kepada masyarakat di seluruh pelosok Indonesia yang dibebankan kepada KPKNL, terutama kepada lelang yang bersifat wajib (compulsory auction) atas perintah perundang-undangan atau atas perintah pengadilan.

2. Sementara itu, Balai Lelang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 113/PMK.06/2019 tentang Balai Lelang, dapat melaksanakan kegiatan usaha meliputi:   Jasa Pralelang, Jasa Pelaksanaan Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang yang bersifat sukarela, pelaksanaan penjualan lelang bukan merupakan suatu kewajiban tetapi  alternatif  dari  pemilik/yang  menguasai  barang  yang  akan  dijual (voluntary auction) meliputi:

a. Lelang Non Eksekusi Sukarela terhadap aset milik swasta;

b. Lelang Non Eksekusi terhadap aset BUMN/D berbentuk Persero; dan

c. Lelang  harta  milik  bank  dalam  likuidasi,  kecuali  ditentukan  lain  oleh peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pembagian kewenangan tersebut, Lelang Eksekusi sebagaimana diuraikan di atas dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I pada KPKNL. Balai Lelang masih dapat berperan dalam lelang eksekusi sepanjang pihak penjual mengehendakinya menggunakan jasa pralelang, tetapi pelaksanaannya tetap oleh Pejabat Lelang Kelas I yang berkedudukan di KPKNL. Dalam hal kreditor/pihak yang karena peraturan perundang-undangan bertindak sebagai penjual dalam pelaksanaan lelang eksekusi menggunakan Balai Lelang untuk mempersiapkan lelangnya, tanggungjawab sebagai Kreditor/Penjual tidak serta merta dialihkan kepada Balai Lelang. Balai Lelang hanya dapat membantu persiapan lelang yang berkaitan dengan jasa pra lelang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijinkan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 37 huruf g Peraturan Menteri Keuangan Nomor:113/PMK.06/2019 tentang Balai Lelang, yaitu Balai Lelang dilarang melakukan kegiatan usaha diluar izin yang diberikan, seperti: melakukan pemanggilan debitor, penagihan piutang (debt collector).

Jasa  Pralelang  yang  dilaksanakan  Balai  Lelang  meliputi:  meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang; meneliti legalitas formal subjek dan objek lelang; menerima, mengumpulkan, memilah, memberikan label, dan menyimpan barang yang akan dilelang; menguji kualitas  dan menilai  harga  barang;  meningkatkan  kualitas  barang  yang  akan dilelang;  mengatur  asuransi  barang  yang  akan  dilelang;  memasarkan  barang dengan cara-cara efektif, terarah serta menarik baik dengan pengumuman, brosur, katalog maupun cara pemasaran lainnya dan/atau menyiapkan/menyediakan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan lelang. Kerjasama antara Balai Lelang dan Penjual dalam penggunaan jasa pralelang diatur dalam perjanjian dan dibayar oleh pihak Penjual dan/atau penjual, tidak boleh dibebankan kepada pembeli lelang.

Sedangkan Jasa Pascalelang oleh Balai Lelang meliputi:pengaturan pengiriman barang; pengurusan balik nama barang yang dibeli atas nama Pembeli dan/atau jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. Dalam memberikan Jasa Pascalelang Balai Lelang dapat memungut imbalan jasa kepada pembeli lelang sesuai dengan kesepakatan antara pembeli lelang dengan Balai Lelang.

Dalam era digitalisasi saat ini, Pemerintah melakukan inovasi berkelanjutan terhadap lelang yang dapat dilaksanakan melalui penggunaan media internet (e- auction) yang dapat diakses melalui laman  www.lelang.go.id baik diakses melalui PC, laptop maupun gadget. Hal ini sebagai bentuk continous improvement yang dilakukan pemerintah dengan mewujudkan pembaharuan lelang serta upaya pelaksanaan marketing atas jasa pelayanan lelang kepada para potential-service user. Beberapa keunggulan dari e-auction   ini adalah modernisasi lelang yang memberikan kesempatan lebih luas kepada masyarakat untuk mengikuti lelang dengan lebih menghemat waktu dan biaya, membentuk databased pelaksanaan lelang, dan menjadikan lelang sarana jual beli yang utama di masyarakat serta transparan dan akuntabel sekaligus memberikan potensi optimalisasi hasil lelang yang akan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak berupa bea lelang.

Ruang lingkup lelang menjadi semakin luas dengan adanya e-auction, dengan memecah keterbatasan fisik lelang konvensional seperti batasan geografi, waktu kehadiran, dan batasan ruang. Disamping itu, dampak lelang melalui internet (e- auction) sangat luas, selain meningkatkan penerimaan negara bukan pajak melalui bea lelang akibat dari peningkatan objek barang yang laku dilelang, juga memiliki dampak positif terhadap pelaku ekonomi lainnya, antara lain pelaku bisnis dalam bidang perbankan dengan kemitraannya pelayanan penyetoran/pengembalian uang jaminan melalui transasksi Virtual Account, maupun pelaku bisnis bidang Teknologi Informasi dalam hal makin tambahan penggunaan jaringan akses internet.


IV.     PENUTUP

Demikian uraian mengenai “Ruang Lingkup Lelang dan Permasalahan Dalam Penegakan Hukum”. Beberapa hal yang dapat digarisbawahi dari uraian di atas yaitu antara lain :

1. Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan kita tampak masih dianggap relevan,   hal   ini   terbukti   dengan   difungsikannya   lelang   untuk mendukung Law Enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana, hukum pajak, hukum administrasi negara dan hukum pengelolaan kekayaan negara.

2. Jumlah pelaksanaan  lelang  yang  ada  di  Indonesia  sampai  dengan  saat  ini masih didominasi pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.

3. Tingginya pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan dikarenakan semakin tingginya pemberian pinjaman kepada masyarakat yang berdampak semakin tinggi pula tinggal NPL yang dimiki Perbankan.

4. Lelang selain berperan dalam revenue center bagi Negara melalui bea lelang, juga ikut berperan dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dengan penyelesai NPL yang ada di perbankan sengan melaksanakan penjualan objek jaminan melalui pelaksanaan lelang.

5. Continous  improvement  yang  dilakukan  pemerintah  dengan  mewujudkan pembaharuan lelang serta upaya pelaksanaan marketing atas jasa pelayanan lelang kepada para potential-service user melalui lelang internet (e-auction).

6. Melalui    e-auction    pemerintah    memberikan    banyak    kemudahan    dan kenyamanan bagi pengguna lelang baik dari perspektif Badan Usaha maupun perspektif masyarakat end-user selaku pembeli lelang.

7. Percepatan  transaksi  dalam  penyetoran  dan  pengembalian  uang  jaminan menjamin keamanan bagi peserta lelang.


Jayapura, 25 Maret 2022

Ditulis Oleh:   Turyono/NIP 197306071997031002

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini