Menurut
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016, kriteria BMN dikatakan idle
yaitu apabila BMN dalam penguasaan pengguna barang tersebut tidak digunakan
atau digunakan tetapi tidak sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Pengelolaan BMN idle
tidak berarti selesai setelah diserahkan kepada pengelola barang, namun juga upaya pendayagunaan aset tersebut
agar memiliki nilai tambah. Keberadaan
aset idle yang diserahkan kepada pengelola barang dapat menjadi peluang apabila
dimanfaatkan dengan optimal.
Sebaliknya, apabila tidak
dikelola dengan efektif,
justru dapat menjadi
beban APBN
terkait biaya pemeliharaan
maupun biaya pengamanan aset (securing and legal cost). Ketika BMN idle
terindikasi, kemudian diserahkan kepada Pengelola Barang (DJKN) maka akan
segera timbul kewajiban pemeliharaan dan pengamanan yang dampaknya membebani
APBN (Heryantoro,
2016). Selain masalah beban APBN, penggunaan BMN idle secara
tidak sah juga mengganggu
penataan kota karena penggunaan lahan tidak sesuai peruntukannya. Salah satu contohnya
yaitu lahan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum yang
digunakan sebagai pemukiman ilegal di Jalan Kramat 1 Kebayoran Lama Jakarta
Selatan (Syafii,
2015).
Optimalisasi
aset dicontohkan oleh Pemerintah
Belanda bagaimana negara concern terhadap pemanfaatan aset negara yang idle, yaitu
dengan menyewakan
ruangan kosong pada penjara Wolvenplein Prison menjadi perkantoran,
karena over supply penjara (Humas DJKN, 2018). Pemberdayaan aset telah dituangkan pada salah satu misi DJKN terkait manajemen aset dan investasi
pemerintah yaitu mengelola sumber daya untuk pengelolaan kekayaan negara dan
investasi pemerintah secara efisien (Roadmap DJKN 2019-2028). Sasaran yang ingin dicapai
oleh organisasi adalah zero
idle/ fully utilized.
Pada
Laporan Kinerja DJKN Tahun 2019, salah
satu yang menjadi tantangan dalam memaksimalkan pencapaian
kinerja utilisasi BMN adalah potensi pemanfaatan aset belum terpetakan dengan
optimal. Pemanfaatan aset yang memberikan nilai
tambah ekonomi membutuhkan suatu analisis pendayagunaan aset yang
berkelanjutan. Properti yang didirikan pada suatu lahan bertujuan untuk
memberikan keuntungan sesuai yang diharapkan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
analisis highest and best use (penggunaan tertinggi dan terbaik).
Analisis penggunaan tertinggi dan
terbaik menggunakan empat kriteria yang harus dipenuhi, yaitu aspek fisik, hukum, keuangan, dan produktivitas maksimal. Variabel risiko yang
dominan atas pemanfaatan tanah idle dengan skema partnership adalah
kontrak tidak mempunyai kekuatan terhadap regulasi dan penundaan pembebasan
lahan (Prawiro, 2019). Maka perlunya analisis
penggunaan yang tidak hanya mempertimbangkan potensi fisik dan ekonomi namun
juga regulasi setempat.
Tedja dan Buana
(2020) berpendapat optimalisasi dirasa dapat menjawab permasalahan efisiensi
lahan karena mengurangi kerugian yang tidak diperlukan atau kerugian akibat
kurangnya pengetahuan dalam pengembangan properti. Strategi menciptakan
nilai tambah merupakan kunci bagaimana memanfaatkan eks BMN idle secara optimal (Heryantoro, 2016). Pendayagunaan BMN idle perlu
diikuti dengan database yang dapat diakses oleh umum. Portofolio ini
akan mempermudah permohonan bagi pengguna barang atas penggunaan BMN eks idle
dalam rangka optimalisasi. Salah satu rencana aksi DJKN tahun 2020 yang dituangkan dalam Laporan Kinerja DJKN Tahun 2019
adalah
memaksimalkan penggunaan data hasil pelaksanaan Program Penilaian Kembali BMN
dalam menelusuri aset idle dan menetapkan strategi pengelolaannya.
Selain
potensi dari segi PNBP, pendayagunaan lahan idle juga dapat menciptakan
lapangan pekerjaan atas pemanfaatan yang membutuhkan sumber daya manusia untuk
mengoperasikannya,
seperti toko, warung, maupun hotel. Karen (2014) dalam penelitiaannya
menyatakan bahwa dinamika bisnis di kota East Bay, menunjukkan bahwa zonasi,
terutama lahan yang dizonasi secara industri, memainkan peran penting dalam
ekspansi perusahaan (Karen, 2014). Ketersediaan lahan
membantu berperan dalam perkembangan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan
penciptaan lapangan kerja melalui perluasan perusahaan, penting untuk
menghubungkan perencanaan penggunaan lahan dengan strategi ekonomi daerah. Oleh
karena itu, perencanaan pengadaan BMN perlu mempertimbangkan
keberadaan BMN idle untuk
didayagunakan.
Referensi:
Karen, Chapple. (2014). The Highest and Best Use? Urban Industrial Land
and Job Creation. Article Economic Development Quarterly, 28 (4), 300-313.
Syafii, Achmad (2015). Analisis Penggunaan Lahan Tertinggi Dan Terbaik
Pada Lahan Aset Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Di Jalan
Kramat 1 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Tesis Manajemen Aset Infrastruktur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Tedja, Michael, and C. Buana. (2020). Integrated area based on highest
and best use in Puri Indah West Jakarta. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science, 426, 012098.
Humas DJKN. (9 Juli 2018). Alumni Tailor Made Training NESO Berbagi
Tentang Pengelolaan Aset Pemerintah Belanda. Berita DJKN. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/15360/Alumni-Tailor-Made-Training-NESO-Berbagi-Tentang-Pengelolaan-Aset-Pemerintah-Belanda.html.
Heryantoro. (21 Oktober 2016). Strategi Optimalisasi Eks BMN Idle Dengan
Menciptakan Value Added yang Berdampak Bagi Penerimaan Negara. Artikel DJKN. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/11462/Strategi-Optimalisasi-Eks-BMN-Idle-Dengan-Menciptakan-Value-Added-yang-Berdampak-Bagi-Penerimaan-Negara.html