Latar belakang pentingnya Asuransi Barang Milik Negara (ABMN) adalah Nilai BMN terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (tercatat nilai BMN pada Laporan BMN Tahun 2019 adalah sebesar Rp5.949,59 triliun). Faktor lain adalah potensi kerusakan/kehilangan akibat bencana alam, termasuk banjir, tsunami dan gempa bumi (sebagai negara yang berada di daerah Cincin Api Pasifik, Indonesia tidak akan lepas dari ancaman gempa bumi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2018 membuat perkiraan bahwa akan terjadi gempa di Indonesia rata-rata 500 kali setiap bulannya). Bencana lainnya termasuk akibat kerusuhan dan terorisme. Sebagian analis bahkan menilai akibat pandemi Covid-19 dapat dijadikan dasar kebijakan selanjutnya bagi pemerintah terkait perluasan cakupan asuransi BMN.
Pada 2019 Pemerintah telah mencanangkan pengasuransian
aset-aset BMN yang diproteksi oleh Konsorsium Asuransi BMN. Saat pertama
diluncurkan pada tahun lalu, aset negara yang terproteksi baru dari Kementerian
Keuangan. Ada 1.360 gedung perkantoran, pendidikan dan pelatihan,
serta klinik kesehatan yang diasuransikan dengan nilai total sebesar Rp10,84
triliun. Asuransi BMN ini dilakukan dengan konsorsium asuransi yang terdiri
dari 50 perusahaan asuransi umum dan 6 perusahaan reasuransi dan premi sebesar
Rp21,30 miliar. Manfaat asuransi BMN terhadap perlindungan aset Kementerian
Keuangan sudah dirasakan ketika Kementerian Keuangan mengajukan dan sudah
menerima pembayaran klaim atas kerusakan beberapa kantor pelayanan yang
diakibatkan banjir di daerah Jakarta dan sekitarnya pada awal tahun 2020. Tahun ini
direncanakan proteksi aset negara akan diperluas ke 10 kementerian atau lembaga.
Selanjutnya,
pemerintah menargetkan ABMN bisa direalisasikan ke seluruh kementerian atau
lembaga pada tahun 2021. Khususnya perlindungan terhadap gedung-gedung milik
pemerintah.
Sebagai bagian dari optimalisasi pengelolaan BMN dan
mitigasi risiko bencana alam tentunya langkah pengasuransian BMN harus dilaksanakan dengan prinsip selektif, efisiensi, efektivitas,
dan prioritas sebagaimana amanah dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor
247/PMK.06/2016 tentang Pengasuransian BMN.
Sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) Isa Rachmatarwata pada workshop bertajuk “Kesiapan Industri Asuransi dalam Mengasuransikan
Barang Milik Negara” pada 1 Februari 2018 hal-hal berikut perlu
diperhatikan dalam pengasuransian BMN yaitu program asuransi yang digunakan
dapat memberikan manfaat yang optimal sesuai dengan objek asuransinya
dan perusahaan asuransi yang memenuhi kualifikasi serta membangun
kompetensi sumber daya manusia baik dalam pemerintahan maupun dari perusahaan
asuransi; terkait Informasi dan Teknologi (IT). Atas pentingya IT dalam
pengelolaan aset DJKN sudah memiliki Sistem
Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN) yang berisi informasi pengelolaan BMN
secara digital sehingga dapat diakses secara online dari mana saja di seluruh
Indonesia. Dikutip dari laman fiskal.kemenkeu.go.id meskipun SIMAN sudah
memiliki data tentang jenis, lokasi, dan nilai BMN namun SIMAN masih perlu
dikembangkan dan diintegrasikan dengan data lain agar dapat secara maksimal
digunakan untuk keperluan perlindungan BMN melalui asuransi. SIMAN misalnya
perlu diitegrasikan dengan sistem klaim yang ada pada konsorsium asuransi BMN,
sistem penerimaan negara SIMPONI/MPN G3,dan peta risiko bencana InaRISK BNPB.
Namun langkah bijak perlu dianalisa
untuk menghindari kerugian dari pengasuransian BMN tersebut diantaranya biaya
asuransi tidak lebih tinggi dari nilai risiko yang akan ditanggung. Sebagaimana
dikutip dari laman oag.parliament.nz
pada tahun 2013 setidaknya 70 persen BUMN di New Zealand tidak mengasuransikan satu
tipe asetnya atas alasan tersebut.
Pengasuransian BMN menilik dari
manfaat dan mitigasi risiko aset dengan kondisi geografi seperti Indonesia adalah
keniscayaan namun analisa cost yang bijak diperlukan untuk menghindari kerugian
dan inefektivitas finansial.
Referensi :