Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Gorontalo > Artikel
Akibat Hukum Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Studi Pada Penetapan Pelaksanaan Eksekusi Lelang BUMN di Bidang Perbankan)
Muhammad Iqbaal Fadhilah
Senin, 29 Juni 2020   |   38334 kali

Keuangan negara dalam undang-undang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, keuangan negara didefinisikan sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 butir 1). 

Mengacu pada penjelasan dalam undang-undang ini,  pengertian dan ruang lingkup keuangan negara dijelaskan sebagai berikut:

“Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkain kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.

Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.”

Dari  konsepsi  tersebut,  keuangan  negara  dalam  arti  luas lebih dikenal dengan terminologi keuangan sektor publik. Cakupan tersebut dapat dilihat dari konsiderannya yang  jelas menyebutkan Pasal 33 ayat (2),  ayat  (3),  dan  ayat  (4),  Undang-Undang  Dasar  Tahun  1945  disamping Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, dan Pasal 23E. Apabila dikaitkan dengan Pasal 33 ayat  (2), ayat  (3), dan ayat  (4), Undang-Undang  Dasar  Tahun  1945  mengandung  2 pengertian mendasar sebagai berikut:

Pertama, bahwa  lingkup  Keuangan  Negara  Republik  Indonesia mencakup  pengelolaan  cabang-cabang  produksi  yang  penting  bagi negara,  yang  menguasai  hajat  hidup  orang  banyak,  artinya  berbagai kewenangan  pengambilan  keputusan  keuangan  pemerintah  mencakup pula  keputusan  dalam  bidang  pengelolaan,  cabang-cabang  produksi yang  penting  bagi  negara  dan  yang  menguasai  hidup  orang  banyak, dan/atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kedua, bahwa  hak  negara  yang  dicakup  dalam  Undang-Undang Nomor  17  Tahun  2003  tentang  Keuangan  Negara mencakup  pula  hak negara  yang  masih  bersifat  potensial,  sebagaiamana  dimaksud  dalam Pasal  33  ayat  (3)  Undang-Undang  Dasar  Tahun  1945  di  samping  hak negara  yang  bersifat  operasional  yang  dituangkan  dalam  Pasal  23.

Sementara itu, keuangan  negara  dalam  Undang-Undang  Dasar  Tahun  1945 harus dipahami atau dimaknai sebagai semua keuangan yang digunakan dalam penyelenggaraan negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah termasuk  penyelenggara  pada  badan-badan  usaha  milik  negara  dan daerah.

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Ruang lingkup keuangan negara terdiri dari:

  1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
  2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara;
  3. membayar tagihan pihak ketiga;
  4. penerimaan negara;
  5. pengeluaran negara;
  6. penerimaan daerah;
  7. pengeluaran daerah;
  8. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
  9. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
  10. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.


Akibat hukum pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan

Kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah yang termasuk ruang lingkup keuangan negara selanjutnya diatur dalam undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam UU/19 Tahun 2003, dalam pertimbangannya menegaskan BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan secara profesional.

Dalam penjelasan UU Nomor 19 tahun 2003 yang dimaksud dengan kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Selanjutnya, keuangan negara dapat ditinjau dari sisi hukum pidana, khususnya Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menegaskan  dalam  penjelasannya bahwa keuangan negara  yaitu seluruh  kekayaan  negara  dalam  bentuk  apapun  yang  dipisahkan  atau yang  tidak  dipisahkan,  termasuk  di  dalamnya  segala  bagian  kekayaan negara  dan  segala  hak  dan  kewajibannya  yang  timbul  karena  berada dalam  penguasaan,  pengurusan,  dan  pertanggungjawaban  pejabat lembaga negara, baik di  tingkat pusat maupun di daerah berada dalam penguasaan  dan  pengurusan  pertanggungjawaban  Badan  Usaha  Milik Negara,  atau  Badan  Usaha Milik  Daerah,  yayasan,  badan  hukum,  dan perusahaan  yang  menyertakan  modal  negara,  atau  perusahaan  yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa keuangan negara mencakup seluruh  kekayaan  negara,  berarti  termasuk  uang  yang  berharga  baik yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan.

Eksekusi putusan

Eksekusi  berasal  dari  kata  executie  artinya  melaksanakan  putusan  hakim  (ten  uitvoerlegging  van vonnissen). Eksekusi  di  bidang  perdata  adalah  melaksanakan  secara  paksa  putusan  pengadilan  yang  telah berkekuatan  hukum  tetap  dengan  bantuan  kekuatan  umum. Dalam  pengertian  yang  lain,  eksekusi  di  bidang perdata berarti melaksanakan putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan  yang  berlaku  karena  pihak  tereksekusi  tidak  bersedia  melaksanakan  secara  sukarela. Dalam pengertian  tersebut, pada prinsipnya  eksekusi merupakan  realisasi kewajiban pihak  tergugat untuk memenuhi prestasi  yang  tercantum  di  dalam  putusan  hakim. Eksekusi  terhadap  putusan  hakim  yang  sudah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) merupakan proses terakhir dari proses perkara perdata.      

Berkaitan dengan aset BUMN, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 dalam pertimbangannya menyatakan bahwa harta kekayaan yang dipisahkan yang dikelola oleh BUMN adalah tetap merupakan harta kekayaan milik negara.

Modal dalam bentuk aset yang dimiliki BUMN berasal dari penyertaan modal negara yang berasal dari APBN dan merupakan kekayaan negara. Aset BUMN tersebut berasal dari investasi jangka panjang pemerintah untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi pemerintah dapat berupa saham, surat utang ,dan investasi langsung (memberikan benda bergerak atau tidak bergerak).

Kekayaan BUMN atau BUMD tak bisa disita karena kekayaan itu adalah milik negara. Hal  ini  disebabkan  negara yang  menanamkan  modal  (berasal  dari  APBN  atau  APBD)  kepada  BUMN atau BUMD sesuai ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara dan juga merujuk  kepada Pasal  1  angka  10  dan 11 UU Perbendaharaan Negara yang berbunyi  “Barang milik negara/daerah adalah  semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD atau berasal dari perolehan lain yang sah.”

Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, termasuk yang dikategorikan dalam modal BUMN dalam bentuk uang dan aset (benda bergerak dan/atau benda tidak bergerak) yang berasal dari penyertaan modal negara tidak dapat dilakukan penyitaan, sesuai dengan pasal 50 Undang-undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi :

Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap :

  1. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
  2. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
  3. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
  4. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
  5. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaran tugas pemerintahan.

Selain itu, apabila penyitaan aset BUMN dalam rangka kepailitan, yang mempunyai kewenangan adalah Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan kepailitan dan berdampak aset dari BUMN digunakan untuk pembayaran utang kepada kreditor.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 5 Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi:

“Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.”

 

Berdasarkan hal tersebut maka sita eksekusi yang telah dilakukan Pengadilan Negeri terhadap aset berupa tanah dan bangunan milik Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang usaha perbankan dapat diajukan pengangkatan sitanya dan pelaksanaan eksekusi lelangnya dapat ditangguhkan.

Penulis : Fatih Ghozali, KPKNL Gorontalo


Sumber : 
Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2004), hlm.60

Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2004), hlm.69
Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini