Kompetisi dan Inovasi (Kedai)
Lelang UMKM merupakan salah satu kegiatan yang tepat untuk mengeksplorasi,
mempromosikan dan memperkenalkan UMKM di Indonesia. Kedai Lelang UMKM bertujuan
untuk membangun spirit kepada seluruh insan lelang DJKN agar terus berinovasi
dalam memberikan layanan lelang dan memberikan manfaat kepada seluruh
stakeholders serta dapat berkontribusi bagi penerimaan negara secara optimal. Kegiatan
tersebut untuk mengangkat para pelaku UMKM di masing – masing wilayah di
seluruh Indonesia yang kaya akan produk-produk UMKM, tak terkecuali di wilayah
kerja KPKNL Tegal. Selain itu, kedai lelang merupakan kegiatan yang bisa
dimanfaatkan untuk memperkenalkan lelang sukarela para pelaku UMKM di portal
lelang.go.id.
Memgambil tema “Rabu Manis
Laka-Laka” yang digelar setiap hari Rabu Manis (legi) di setiap bulannya, pada Kedai
Lelang tahun 2022 ini KPKNL Tegal mengangkat usaha UMKM yang berada di masing –
masing daerah wilayah kerjanya, yaitu Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Pemalang, karena masing – masing daerah memiliki keunikan tersendiri
yang harus dikenalkan kepada masyarakat luas. Salah satunya adalah sarung goyor
dari Kabupaten Pemalang.
Seperti halnya berbagai wilayah
di Indonesia, Kabupaten Pemalang pun mempunyai ragam kain tradisionalnya
sendiri yang biasa disebut sarung goyor. Namanya diambil dari bahasa jawa
“goyor” yang berarti lembek, dan merujuk pada tekstur sarung yang cenderung
halus dan tidak kaku saat digunakan. Kain ini sekaligus menjadi identitas
Pemalang. Masyarakat di sini sudah membuatnya dengan ragam motifnya sejak 1980
hingga sekarang.
Awalnya, pembuat sarung ini
berasal dari Desa Wanarejan Utara, yang kemudian menyebar ke daerah Kelurahan
Beji dan sekitarnya. Konsistensi para perajin di sana membuat Pemerintah
Kabupaten Pemalang telah menjadikan dua wilayah
tersebut sebagai sentra industri sarung goyor. Dua wilayah ini berjarak
tiga kilometer arah timur dari Alun-Alun Pemalang, dan dapat ditempuh sekitar
sepuluh menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.
Pemandangan berbeda akan
dirasakan saat tiba di kawasan sentra. Belasan sarung yang baru ditenun
terlihat dikeringkan di depan rumah. Beberapa perajin juga terlihat sedang
memilin benang sambil bercakap. Satu yang paling khas, Anda akan mendengar
suara klothak-klothak yang berasal dari alat tenun dari kayu yang digunakan
para perajin dari dalam pabrik rumahan.
Proses pembuatan sarung ini ternyata
sangat panjang. Setidaknya ada sepuluh langkah yang kemudian digolongkan
menjadi empat tahapan besar yaitu dimulai dari pemilihan benang, pewarnaan,
penggulungan, dan penenunan kain. Benangnya pun dibedakan menjadi dua, yakni
benang pakan yang digunakan untuk dasar sarung serta benang lungsi yang dipakai
sebagai motif. Proses yang panjang ini membuat pengerjaan sarung biasanya
dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok benang dan kelompok tenun.
Aktivitas yang cukup memikat mata
tentu proses pembuatannya yang sangat tradisional sekaligus menjadi ciri khas
utama sarung goyor. Kebanyakan perajin menggunakan alat tenun bukan mesin
(ATBM) yang berbahan dasar kayu dan harus digerakkan memakai tenaga manusia
dengan cara digenjot dan ditarik. Penggunaan ATBM membuat kualitas kain lebih
terjaga dan motif yang tertanam dapat terlihat lebih otentik. Proses
penggulungan benang pun masih menggunakan kerekan, mereka juga memakai baki
khusus yang dibuat dari kayu untuk melukis motif pada sarung. Ragam motifnya
adalah motif kembangan (bunga), prilikan, dan nanasan. Motif yang terakhir
disebut telah menjadi ciri khas sarung goyor Pemalang yang kebetulan identik
dengan nanas. Masing-masing motifnya memiliki makna. Ramainya gambar yang ada
pada motif kembangan dan nanasan mengusung keindahan dan estetika bagi para
pemakainya. Adapun motif prilikan sendiri bermakna kesederhanaan.
Pemakaian benang rayon juga
memberi karakteristik lainnya saat dipakai karena benang ini dapat berbeda
fungsinya sesuai musim. Saat dipakai di musim panas, sarung goyor akan memberi
efek lebih sejuk, nyaman, dan halus bagi mereka yang memakainya. Sebaliknya,
mereka juga akan merasa hangat saat menggunakan sarung ini di musim dingin.
Dalam sehari, seorang perajin bisa menenun
sekitar empat sampai lima sarung. Jumlahnya dapat berubah menyesuaikan pasar
dan ketersediaan bahan baku. Harga pasarannya sendiri mulai dari Rp 150.000
sampai dengan jutaan rupiah, bergantung dari tingkat kesulitan motif dan
tenunan. (Dari berbagai sumber.)