Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Tegal > Artikel
Warisan Leluhur Batik Tulis Tegalwangi
Ratna Astuti
Selasa, 15 Desember 2020   |   1208 kali

Pada zaman dahulu, masyarakat Desa Tegalwangi, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, menganggap batik tulis Tegalwangi merupakan barang berharga yang setara dengan emas. Memiliki batik tulis dengan nilai seni tinggi akan menunjukan status sosial sang pemilik. Pun di saat ada kebutuhan mendesak, batik tulis dapat digadaikan dengan nilai tinggi. 

Batik tulis Tegalwangi merupakan warisan leluhur yang dilestarikan secara turun temurun. Keberadaan batik tulis berasal dari Kerajaan Mataram, yang merupakan  muasal pengikut Ki Gede Sebayu, pendiri dan pembangun Tlatah Tegal. Batik tulis Tegalwangi makin dikenal sejak pelarian Raja Amangkurat I, raja Mataram. 

Awalnya batik tulis klasik memang hanya berwarna natural, dengan latar putih, latar hitam/ireng dan sogan. Kedatangan RA Kardinah (adik RA Kartini yang juga merupakan perintis berdirinya rumah sakit di Tegal) membuat batik tulis Tegalwangi semakin semarak, kaya akan ragam/corak dan warna. Tak sampai disitu, kecintaan RA Kardinah akan batik membuatnya mendirikan sekolah batik di Tegal. Batik tulis pun berkembang pesat, tidak hanya di Tegalwangi, tapi juga di daerah sekitarnya, seperti Bengle,Lasem, Dukuhsalam, Pagianten dan lainnya. 

Pembuatan batik tulis membutuhkan usaha yang keras. Proses pewarnaan dan pelukisan yang penuh ketelitian, ketelatenan, dan kecermatan akan menghasilkan karya seni bernilai tinggi. Wajar bila harganya relatif mahal. Batik tulis Tegalwangi dibandrol dengan harga antara Rp900.000,00 (Sembilan ratus ribu rupiah) hingga Rp5.000.000,00, (lima juta rupiah). 

Bagi masyarakat Tegalwangi, memiliki batik tulis merupakan suatu kebanggan sekaligus  kebutuhan. Tak jarang masyarakat Tegalwangi melukis sendiri batik tulis mereka untuk koleksi pribadi yang digunakan pada saat  resepsi pernikahan ataupun  acara penting lainnya. Apapun kebaya yang digunakan tidaklah  masalah, yang penting kain batik tulis yang mereka gunakan elegan.

Masa pandemi seperti ini sangat berpengaruh terhadap penjualan batik tulis, mengingat batik tulis bukan sebuah kebutuhan pokok. Orang akan berpikir dua kali untuk mengeluarkan uang untuk keperluan nonpokok.  

Kenyataan tersebut menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para perajin batik tulis Tegalwangi. Bagaimana mencari solusi  agar batik tulis bisa dijangkau oleh masyarakat luas tak hanya kolektor atau pecinta batik tulis saja. Entah itu melalui produksinya yang makin efisien dan kreatif atau melalui branding/pemasaran.

Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam dalam pelestarian batik. Guna menjaga eksistensi batik tulis asli Tegal di kalangan masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal telah menggelar  berbagai pameran batik secara langsung maupun virtual. Namun demikian, kelestarian batik tulis merupakan tanggung jawab kita bersama. Sebagai individu, organisasi atau institusi baik swasta maupun pemerintah, kita harus berkontribusi agar batik khususnya batik tulis dapat lestari dan menjadi kebanggaan kita semua.

Sebagai pengingat, sejak 2 Oktober 2009, Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan (UNESCO) telah mengakui/menetapkan batik sebagai warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity) dari Indonesia. Mari cintai produk dalam negeri. Mari cintai batik tulis Indonesia.

Penulis : Ratna Astuti edit @wD

Diolah dari : Wawancara eksklusif Penulis dengan Ade Warastuti istri dari  salah satu pewaris pengrajin batik tulis Tegalwangi dan sumber daring lainnya.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini