I. PENDAHULUAN
Optimalisasi PNBP dari Pemanfaatan BMN sangat penting sehingga
diperlukan peranan bukan hanya para Penilai DJKN tetapi perlu Pembentukan Tim
Pemanfaatan BMN Kantor Pusat. Pemanfataan BMN dalam Siklus Pengelolaan BMN sesuai
PP 27 Tahun 2014, pasal 6 (2), Pengguna Barang memiliki kewenangan untuk
mengajukan usul pemanfaatan BMN yang berada dalam penguasaannya. Selanjutnya, Pengelola
Barang berwenang sesuai pasal 4 (2) memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan
BMN dari Pengguna Barang tersebut. Yang dimaksud Pemanfaatan BMN adalah
Pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk Tugas dan Fungsi Kementerian/atau
Optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan. Pemanfataan BMN dapat
berupa: Sewa, Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan, BGS/BSG, dan Kerjasama
Penyediaan Infrastruktur.
Sesuai arahan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bahwa Aset Negara harus berkeringat
menghasilkan PNBP yang optimal. DJKN sebagai satu-satunya Pengelola Kekayaan
Negara tidak hanya sebagai Asset
Administrator tetapi menjadi Distingusih
Asset Manager yang berfokus menjadikan DJKN sebagai Revenue Center. Peran DJKN sangat strategis untuk mengoptimalkan
Pemanfaatan BMN salah satunya yang akan dibahas adalah Kerjasama Pemanfaatan
(KSP) BMN.
Tata Cara Kerjasama Pemanfaatan (KSP) BMN diatur dalam PMK 78/2014. Kerjasama
Pemanfaatan (KSP) BMN adalah pendayagunaan BMN oleh Pihak Lain dalam jangka
waktu tertentu untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Sumber
Pembiayaan Lainnya. Peran DJKN terlihat dari Peranan Penilai Direktorat
Jenderal dalam memberikan opini nilai wajar BMN. Namun, peran Penilai DJKN saja
tidak cukup untuk optimalisasi PNBP. Tim Penilai dituntut harus bekerja secara
profesional, objektif dan independen. Namun, Tim Penilai menghadapi masalah
hukum terkait penyalagunaan pemanfaatan BMN. Oleh sebab itu, diperlukan
pembentukan dan Peran Tim Pemanfaatan lintas Kementerian/Lembaga beranggotakan
Itjen Kemenkeu, BPKP, dan Kejaksaan dimana DJKN sebagai Koordinator Tim
Pemanfaatan. Tim Penilai DJKN akan melaporkan kepada Tim Pemanfaatan BMN Kantor
Pusat apabila menemukan masalah di lapangan. Diharapkan, DJKN mengoptimalkan ekplorasi
dan eksploitasi BMN untuk rakyat Indonesia lebih sejahtera.
II.
PEMBAHASAN
Dalam Siklus
Pengelolaan BMN terdapat Kerjasama Pemanfaatan BMN (KSP) karena keterbatasan
APBN dan tidak tersedianya biaya untuk perawatan dan pemeliharaan BMN.
A. Latar Belakang
Latar Belakang KSP
sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78/2014 secara garis besar, yaitu
:
1.
Mengoptimalkan daya guna dan daya hasil BMN. Ada 2 kategori aset yaitu Exploratory Asset dan Exploitative Asset. Exploratory Asset adalah aset yang belum pernah dimanfaatkan, sedangkan Exploitative
Asset adalah aset yang sudah pernah dimanfaatkan tapi belum dieksploitasi optimal. Aset tidak dapat berkeringat secara optimal karena tidak ada kontrak KSP. Kontrak KSP adalah dasar dalam penagihan PNBP tetapi
tidak mengalihkan kepemilikan BMN. Kontrak KSP sangat jarang, karena jarang usulan
pemanfaatan BMN dari Pengguna. Jarangnya usulan pemanfaatan karena kurang optimalnya
peran Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) Pengelola. Kurang optimalnya PNBP
Pemanfaatan karena peran Penilai kurang tepat dalam memberikan opini nilai
wajar BMN. Selain itu, di lapangan
terdapat berbagai masalah hukum yang membutuhkan pendampingan dari Tim
Pemanfaatan. Tim Pemanfaatan menurut hemat penulis sangat diperlukan agar Tim
Penilai dapat bekerja profesional, objektif, independen, dan akuntable. Tim
Pemanfaatan diperlukan apabila ada permasalahan hukum.
2.
Meningkatkan penerimaan negara atau Cash Flow untuk membiayai APBN atau pembiayaan lainnya. Mendukung
tujuan DJKN sebagai Distinguish Asset Manager perlu peningkatan
skala kinerja Revenue Center.
B. Mitra KSP
Mitra KSP dalam
bentuk BUMN/D atau Badan Swasta, namun tidak diperbolehkan perorangan. Mitra
KSP mendapatkan porsi pembagian keuntungan proporsional sesuai besarnya Initial Outley (Investasinya). Semakin
besar investasinya maka semakin besar juga Bagi Hasilnya. Disamping itu Mitra
diberikan Premi Risk tergantung
tingkat risiko yang dihadapi. Mitra KSP diharuskan menyampaikan proposal bisnis
dan RAB Investasinya kepada Pengelola. Pengelola akan membetuk Tim Penilai untuk
melakukan analisis kelayakan bisnis melalui asumsi indikator keuangan dan memutuskan
layak atau tidak. Keputusan layak bila Indikator Keuangan Poyek, Mitra, dan
Pemerintah, yaitu: NPV>1, Pay Back Period
lebih cepat lebih baik, Cost Of Capital
< =IRR.
C. Objek KSP
Objek KSP berupa tanah
dan/atau bangunan maupun selain tanah bangunan, dan tidak ada pembatasan.
D. Formula
Formula sederhana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima dari Mitra dalam KSP yaitu:
Y = KT + BH
Ket:
·
Y : PNBP
·
KT : Kontribusi Tetap yang harus tetap dibayarkan
walaupun proyek rugi tiap Tahun
·
BH :Bagi Hasil Keuntungan dibayarkan berdasarkan laporan perhitungan laba (rugi) proyek KSP
Peran Penilai
Direktorat Jenderal antara lain:
1. Melakukan survey lapangan objek penilaian dan objek pembanding berdasarkan
penugasan kantor dari permohonan penilaian Nilai Wajar BMN Objek KSP. Survey
lapangan objek pembanding dilakukan sebaik-baiknya untuk menggali informasi
baik data primer dan sekunder dari pasar properti (konsultan property), pelaku
pasar (agen, penjual dan pembeli), pemerintah daerah (RUTR dan Lurah), media
cetak dan elektronik, serta risalah lelang KPKNL. Survey lapangan terhadap
objek sebanding untuk mendapatkan harga pembanding yang sesuai karakteristik The Highest and The Best Use (HBU).
Penilai memberikan profesional adjustment
secara hati-hati dengan cara memperbandingkan kondisi fisik objek pembanding
dengan objek penilaian untuk mendapatkan indikasi nilai. Kalau objek pembanding
lebih baik dari objek penilaian maka disesuaikan negatif dan sebaliknya. Selanjutnya,
penilai melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai tersebut. Bobot terbesar
diberikan kepada objek pembanding yang penyesuaiannya paling kecil atau
karakteristik fisik yang mirip dan paling
mendekati dengan objek penilaian. Nilai Wajar hasil penilaian tersebut menjadi
dasar untuk perhitungan Kontribusi Tetap bagi Pemerintah sebagai Inital Outley Pemerintah.
2. Penilai mengidentifikasi Exploratory
Asset maupun Exploitative Asset yang bukan berasal dari Permohonan tetapi
Penugasan Kantor Pusat seperti halnya Revaluasi BMN. Data tersebut dimasukkan dalam Database Sistem Informasi
Penilaian (SIP). Objek dapat menyangkut seluruh kekayaan alam (SDA) di wilayah
kerjanya berupa Minerba, Gas alam, Hasil hutan, Sumber Daya Air maupun
intangible asset (royalti, paten, Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual, dsb).
Seluruh kekayaan alam Indonesia dapat diekplorasi oleh Penilai DJKN. Hasil
Penilaian SDA menjadi dasar mendukung KSP bila diperlukan selain untuk Neraca
Kekayaan Alam.
3. Tim Penilai Direktorat Jenderal menghadapi masalah karena tidak bisa
optimal dan turun ke lapangan melakukan penilaian apabila belum ada permohonan
KSP dari Pengguna (by Order).
Terdapat potensi BMN untuk Kontrak KSP namun belum dilaporkan atau tidak sesuai
ketentuan sehingga belum optimal. Untuk itu, Penilai DJKN tidak bisa bekerja
sendiri, perlu berkolaborasi dengan Pengelola yaitu Kantor Pusat agar dibentuk Tim
Pemanfaatan dari Kantor Pusat. Tim Penilai di daerah dapat memberikan
usulan/daftar BMN kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
secara berjenjang yang berpotensi KSP. Setelah itu, Kantor Pusat dengan Tim
Pemanfaatan BMN dilevel Kantor Pusat memberikan penegakkan hukum di lapangan
bersama Tim Penilai.
Tim Pemanfaatan
BMN dibentuk dapat melibatkan lintas instansi yaitu: Inspektorat Jenderal
(Itjen) Kemenkeu, BPKP, Kejaksaan, dan DJKN sebagai Koordinator Tim
Pemanfaatan.
Tim Pemanfaatan dari
Itjen, BPKP dan Pengacara Negara akan turun ke lapangan untuk pemberesan
sehingga apabila ada masalah terkait penyalahgunaan pemanfaatan aset BMN segera
dapat dilakukan audit investigasi oleh Itjen dan BPKP. Apabila ada unsur pidana
atau kerugian negara dapat ditindaklanjuti oleh Kejaksaan. Apabila ada Tagihan
KSP yang macet dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN.
Apabila ada permasalahan
pemanfaatan BMN belum sesuai aturan, penilai dapat melaporkan secara berjenjang
kepada Tim Pemanfaatan tersebut untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan.
Itulah gunanya Tim
Penilai Direktorat Jenderal dan Tim Pemanfaatan di Level Kantor Pusat bekerja
sama. Kalau diselesaikan oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal sendiri mungkin tidak
akan sanggup menghadapi masalah di lapangan.
Dengan demikian
Tim Penilai Direktorat Jenderal akan semakin profesional menilai secara tepat
dan akurat agar menghasilkan nilai wajar yang tepat sehingga menghasilkan PNBP
optimal. Optimal artinya dari satu sisi menguntungkan negara dan di sisi lain
membuka peluang bagi Mitra KSP tanpa tidak menghalangi atau mempersulit
investor untuk berinvestasi dengan baik.
Ini merupakan kunci
sukses untuk DJKN sebagai Revenue Center yaitu dibentuk Tim Pemanfaatan Kantor
Pusat berkolaborasi dengan Tim Penilai Direktorat Jenderal yang bekerja dengan
profesional, independen, objektif, dan akuntable.
4. Peran terpenting dari Penilai Direktorat Jenderal dalam KSP yaitu
berperan memberikan usulan nilai besaran Kontribusi Tetap (KT) dan Bagi Hasil
Keuntungan (BH). Besaran Kontribusi Tetap dihitung berdasarkan bobot persentese
tertentu dari Nilai Wajar Objek KSP. Nilai Wajar adalah Initial Outley Pemerintah berdasarkan Laporan Penilaian. Semakin
besar Nilai Wajarnya maka semakin besar Bobot Kontribusi Tetapnya. Penilai juga
menganalisa Inital Outley Mitra
melalui RAB dan Fisik Riil di lapangan apakah sesuai dengan RAB. Selanjutnya
Pengelola Barang menetapkan besarnya KT yang wajib dibayar oleh Mitra. Keputusan
layak apabila Indikator Keuangan Poyek, Mitra, dan Pemerintah yaitu: Net
Present Value (NPV)>1, Pay Back Period
(PP) lebih cepat lebih baik, dan Cost Of
Capital < =IRR.
Kontribusi Tetap (KT)
akan tetap diterima Pemerintah setiap tahun walaupun proyek rugi dan besarnya mengalami
peningkatan sesuai nilai inflasi selama Jangka waktu KSP maksimal 30 tahun.
Sedangkan Bagi Hasil Keuntungan (BH) dihitung berdasarkan komposisi (bobot
nilai Initial Outley Mitra terhadap Pemerintah) dan Premi risk yang ditanggung mitra KSP. Bagi Hasil Keuntungan dihitung
dari Pendapatan setelah dikurangi beban operasional, biaya KT, dan premi risiko
yang diperbolehkan, serta pajak. Premi resiko yang digunakan sebagai pengurang
adalah premi resiko yang diperkirakan oleh Penilai berdasarkan Judgement Profesional.
Jadi peran penilai
Direktorat Jenderal untuk menentukan nilai wajar objek KSP menjadi sangat
penting karena menjadi dasar untuk menghitung Kontribusi Tetap (KT) dan
komposisi Untuk Bagi Hasil (BH) yang optimal. Untuk optimalisasi,
profesionalitas dan fokus dalam tugas sebaiknya Tim Penilai Direktorat Jenderal
penugasan KSP dibagi 2 Tim, yaitu: 1. Tim untuk identifikasi dan menentukan
nilai wajar objek KSP dan 2. Tim menilai KT dan Bagi Hasil untuk memutuskan
layak atau tidak.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dan
disarankan.
1.
Mendukung tujuan DJKN sebagai Distinguish Asset Manager disarankan perlu meningkatkan skala kinerja Revenue Center. Optimalisasi PNBP dari Pemanfaatan BMN sangat penting sehingga
diperlukan peranan Penilai DJKN untuk bekerja profesional, objektif,
independen, dan akuntable.
2.
Penilai DJKN tidak bisa bekerja sendiri, disarankan perlu
berkolaborasi dengan Pengelola yaitu Kantor Pusat agar dibentuk Tim Pemanfaatan
dari Kantor Pusat. Tim Penilai Direktorat Jenderal tidak sanggup menyelesaikan sendiri masalah hukum di lapangan. Ini merupakan kunci sukses DJKN sebagai Revenue Center.
3. Tim Pemanfaatan BMN yang akan dibentuk disarankan dapat melibatkan
lintas instansi yaitu beranggotakan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu,
BPKP, Kejaksaan dan DJKN sebagai Koordinator Tim Pemanfaatan.
4.
Survey lapangan objek pembanding disarankan dilakukan Penilai sebaik-baiknya untuk menggali informasi baik data primer dan sekunder di lapangan agar dapat memberikan opini nilai yang wajar.
5. Hasil Penilaian SDA menjadi dasar mendukung KSP bila diperlukan selain untuk Neraca Kekayaan Alam. SDA disarankan untuk dijadikan objek KSP untuk menghasilkan PNBP optimal. Contoh Pertambangan Emas dan Tembaga: Divestasi saham PT.Freeport oleh Pemerintah (PT.Inalum) 41,2%, Pemda Papua 10%, Freeport McMoran 48,8%.
6. Penilai Direktorat Jenderal dalam KSP sebagai wakil dari Pemerintah
yaitu
berperan memberikan usulan nilai besaran Kontribusi Tetap (KT) dan Bagi Hasil
Keuntungan (BH) yang fair. Selain itu, menganalisa Proposal Bisnis Mitra apakah layak atau tidak. Layak disarankan apabila Indikator
Keuangan Proyek, Mitra, dan Pemerintah, yaitu: NPV>1, Pay Back Period (PP) lebih cepat lebih baik, dan Cost Of Capital < =IRR.
7.
Tim Penilai Direktorat Jenderal untuk penugasan KSP disarankan dibagi 2 Tim sehingga Tim lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya, yaitu: 1. Tim
untuk identifikasi dan menentukan nilai wajar objek dan 2. Tim menilai KT dan
Bagi Hasil untuk memutuskan layak atau tidak proyek dijalankan.