Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP adalah seluruh
penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (UU
No.20 1997 tentang PNBP), dengan jenis-jenis sebagai berikut :
•
penerimaan yang bersumber dari
pengelolaan dana Pemerintah;
•
penerimaan dari pemanfaatan
sumber daya alam;
•
penerimaan dari hasil-hasil
pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
•
penerimaan dari pelayanan yang
dilaksanakan Pemerintah
•
penerimaan berdasarkan putusan
pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
•
penerimaan berupa hibah yang
merupakan hak Pemerintah
•
penerimaan lainnya yang diatur
dalam Undang-undang tersendiri
Adapun tarif PNBP dituangkan melalui Undang-undang
dan/atau Peraturan Pemerintah untuk setiap Kementerian/Lembaga yang berhak
memungut baik itu berupa PNBP Fungsional maupun PNBP Umum.
Pemerintah telah melakukan
berbagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam
pengelolaan PNBP, terlebih dengan adanya perkembangan informasi teknologi yang
begitu pesat yang juga sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
penerimaan negara yang cepat, akurat dan dapat diandalkan (reliable),
maka pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan fasilitas
pembayaran/penyetoran penerimaan negara yang dikenal dengan sistem Modul
Penerimaan Negara (MPN).
Hal tersebut terlihat dari
bagaimana perkembangan mainframe pembayaran PNBP melalui sistem MPN yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Pertama : Modul Penerimaan
Negara
Di-launching pada tanggal 30 Oktober 2006, sistem
MPN sendiri berlaku efektif mulai 1 Januari 2007. Dengan disokong oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan,
serta Sekretariat Jenderal, MPN menjadi sebuah program Kementerian Keuangan dan
menjadi salah satu backbone reformasi birokrasi. awal launching
di tahun 2007 masih sangat tergantung dengan data dari bank, pada tahun 2012
mulai dikembangkan sistem yang mulai memanfaatkan fasilitas e-banking sebagai
bagian dari konsep e-billing system. Fase ini sering disebut dengan MPN Generasi
1.
Kedua : MPN G2, Praktis,
Cepat dan Aman
Pengembangan MPN G2 diarahkan
pada penyediaan fleksibilitas lebih bagi Wajib Pajak/Bayar. Sistem MPN G2
Menggunakan Aplikasi Billing System sehingga Wajib Pajak/Bayar dapat melakukan
pengisian Billing secara mandiri melalui portal yang disediakan secara online.
Pembayaran atas billing dapat dilakukan melalui payment channel secara
elektronik (ATM, e-Banking, Debit/Credit Card, dan Phone Banking).
Dalam MPN G2, Ditjen Perbendaharaan yang menjalankan fungsi Bendahara Umum
Negara (BUN) menjadi mediator atas para pihak, meliputi: bank/pos persepsi,
biller dan wajib pajak/bayar. Pelaksanaan penerimaan negara di bank/pos
persepsi diikat dengan kontrak yang menegaskan kewajiban pihak bank/pos untuk
menyediakan mekanisme layanan pembayaran termasuk pelaporannya dan hak atas fee
dari layanan tersebut. Sementara para pemilik biller (DJP, DJA dan DJBC)
berkoordinasi dengan Ditjen Perbendaharaan atas realisasi penerimaan
masing-masing otoritas untuk selanjutnya dituangkan dalam laporan. Sementara,
bagi Wajib Pajak/Bayar, Ditjen Perbendaharaan menjadi tempat untuk konfirmasi
atas penerimaan yang dilakukan melalui sarana helpdesk via email maupun
telepon.
Ketiga : MPN G3, New
Payment Channel, One Stop Service, With Enhanced Capacity
Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3) di launching
Oleh Menteri Keuangan pada Tanggal 23 Agustus 2019. Salah satu keunggulan MPN
G3 adalah mampu melayani penyetoran penerimaan negara hingga 1.000 transaksi
per detik, meningkat signifkan dari hanya 60 transaksi per detik pada MPN G2.
Selain itu, penyetoran penerimaan negara pada MPN G3 juga dapat dilakukan
melalui dompet elektronik, transfer bank, virtual account, dan kartu kredit
yang dilaksanakan oleh agen penerimaan yang dikenal dengan lembaga persepsi
lainnya seperti e-commerce, retailer, dan fintech. Pengembangan
MPN G3 dilakukan secara kolaboratif antara Kementerian Keuangan dengan sejumlah
bank serta pelaku fintech dan e-commerce seperti Tokopedia,
Finnet Indonesia, dan Bukalapak. Perusahaan fintech tersebut ditetapkan sebagai
lembaga persepsi lainnya. Dengan masuknya Tokopedia, Finnet, dan Bukalapak
menjadi lembaga persepsi, maka total bank/pos/lembaga persepsi menjadi 86
bank/pos/lembaga.
Aplikasi Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) sebagai
salah satu aplikasi dari MPN merupakan sistem yang digunakan untuk
menatausahakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam pembayaran/penyetoran
PNBP dan penerimaan non anggaran yang dikelola oleh DJA (Direktorat Jenderal Anggaran).
Aplikasi SIMPONI sangat membantu karena merupakan sistem yang terintegrasi
dalam hal pembayaran dan penyetoran, sehingga dapat mengurangi kesalahan
penghitungan PNBP karena berbasis online dan tak menggunakan uang tunai
atau cashless. Sistem online membuat pelayanan dapat dilakukan
dalam 24 jam tanpa harus tergantung jam kerja dan memberi kemudahan bagi wajib
bayar untuk membayar PNBP dan penerimaan non anggaran melalui berbagai cara pembayaran
seperti teller bank, ATM maupun internet banking.
Penerapan SIMPONI dengan
berbagai kemudahan dan keakuratan yang diperoleh, diharapkan dapat memberi
dampak lebih luas baik bagi peningkatan kesadaran wajib bayar/wajib setor untuk
membayar PNBP maupun pengaruh pada jumlah pendapatan PNBP yang akan diperoleh Kementerian/Lembaga
atau satuan kerja.
Berdasarkan penggunaan SIMPONI pada praktek yang dilakukan
oleh Bendahara Penerimaan di DJKN beberapa hal perlu dilakukan agar semakin
berdaya dan berhasil guna, yaitu antara lain terkait penyempurnaan interkoneksi
Aplikasi Pengelolaan PNBP tersebut dengan DROP BOX LELANG dan FOCUS PN PIUTANG
NEGARA. Sedangkan kendala yang dihadapi Bendahara Penerimaan yang terkait
dengan Aplikasi SIMPONI dapat disampaikan sebagai berikut :
•
Simponi menggunakan basis yang diterima oleh kas negara, masih memiliki
keterbatasan dalam penerimaan dan penerbitan NTPN
•
Pembuatan billing hanya dapat dilakukan melalui laman SIMPONI, apabila
ada gangguan atau pemeliharaan maka PNBP tidak dapat disetorkan
•
Masih diperlukan Rekonsiliasi antara bagian pencatatan PNBP sebagai
kinerja (seksi teknis) dengan bagian pemungut PNBP (Pejabat yang bertugas
memungut PNBP)
•
Kompilasi data SIMPONI tidak dapat dilakukan untuk PNBP Umum, untuk
program Revenue Center DJKN masih diperlukan kerja sama dengan KPPN
setempat untuk kompilasi data
Menjawab tuntutan perkembangan informasi dan teknologi
yang sangat pesat akhir-akhir ini, diharapkan mainframe MPN juga terus berkembang
disamping dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan aplikasi-aplikasi lain
yang terinterkoneksi.