Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Surakarta > Artikel
Bagaimanakah Nasib Sistem Pendidikan Indonesia?
Arfiah Nurul Fajarini
Kamis, 10 November 2022   |   11413 kali

Sebenarnya, Indonesia bukanlah negara yang kekurangan motivasi untuk belajar. Mulai dari pahlawan bangsa yang berasal dari Sabang hingga Merauke, semuanya memiliki semangat tinggi dalam meraih dan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Banyak kata mutiara tentang pendidikan, contohnya adalah; “Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan” dari Tan Malaka, "Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya!” dari Bung Karno, presiden pertama kita, hingga “Tut Wuri Handayani”nya Ki Hajar Dewantara yang kita sampai hafal pun, telah tertulis pada buku-buku sejarah kita.

Namun, mengapa peringkat pendidikan (dan hal-hal yang berkaitan dengan itu) kita berada dalam kondisi yang memprihatinkan dan menyedihkan? Mengapa peringkat rata-rata IQ Indonesia hanya menempati peringkat 130 dari 199 negara di dunia? Bukankah kita sedih ketika melihat fakta bahwa peringkat sistem pendidikan kita hanya menempati peringkat 54 dari total 77 negara di dunia? Apa sebabnya Indonesia menempati peringkat 60 dari 61 di dunia sebagai negara paling terliterasi (melek baca)? Mengapa pula universitas peringkat 6-nya Malaysia lebih baik daripada universitas peringkat 1-nya Indonesia, padahal peringkat 6-nya Malaysia tersebut adalah universitas swasta?

Hal-hal tersebut tentunya sangat berefek pada kehidupan masyarakat Indonesia. Negara yang paling tidak terliterasi contohnya, yang paling parah di antara semua itu. Bukan hanya berdampak negatif pada sesama masyarakat kita, tapi juga mendapat pendangan yang negatif dari dunia internasional. Secara mengejutkan, Indonesia ditempatkan pada peringkat pertama sebagai negara dengan netizen paling tidak sopan se-Asia. Bahkan, negara kita tercinta dinobatkan sebagai peringkat 4 di dunia. Bukankah kita sangat miris dengan fakta ini ketika kita dalam waktu yang berbarengan membangga-banggakan negara kita sebagai negara paling ramah dan sopan santun di dunia? Hal menyedihkan tersebut terjadi karena netizen lokal kita sangat mudah terbakar emosi, terpancing berita bohong dan misinformasi, dan tidak atau belum mengerti bagaimana adab dalam berkomunikasi secara maya. Dapat kita setujui, penyebabnya adalah, tidak lain dan tidak bukan, ya faktor pendidikan.

Menurut saya, hal yang paling menyakitkan dan nyesek sampai ke hati adalah fakta terakhir. Fakta dimana kita dikejutkan oleh kenyataan betapa sudah berkembang dan bertumbuhnya pendidikan negara tetangga kita, Malaysia. Bukankah kita kaget, saat kita bernostalgia 40-50 tahun yang lalu, betapa banyaknya mahasiswa dari Malaysia yang datang jauh-jauh ke Indonesia untuk belajar? Dan berapa banyak guru yang kita kirim kesana untuk mengajar? Namun, bukankah kondisi sekarang berbalik 180 derajat, dimana banyak mahasiswa kita yang pergi jauh-jauh ke negeri Jiran dikarenakan kualitas pendidikan mereka jauh lebih baik?

            Dalam beberapa sumber yang saya temui, hal-hal tersebut terjadi karena beberapa hal. Pertama, kompetensi guru di Indonesia masih berada di tingkat yang sangat rendah. Padahal, kualitas murid atau siswa yang belajar dari pendidikan di Indonesia nyatanya dipengaruhi oleh tenaga pengajar yang kompeten. Belum lagi, permasalahan tidak kalah penting dari tenaga pengajar di Indonesia adalah permasalahan mengenai guru honorer yang terkadang mendapat perhatian dan apresiasi kurang layak. Bukan hanya dari segi materi, melainkan juga apresiasi moral yang belakangan ini tak dimungkiri kerap menimbulkan permasalahan serius. Kedua, (inilah yang saya sangat ingin tekankan kepada para pembaca) yaitu kaku dan membelenggunya kurikulum, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal tersebut tentunya mengurangi, atau bahkan membunuh, kreatifitas siswa dan juga mahasiswa. Di samping itu, setiap orang memiliki talenta dan minat yang berbeda-beda, sehingga tidaklah adil apabila semuanya harus dipukul rata dengan sistem yang sama.

         Memang, jika harus ditelisik lebih dalam lagi, permasalahan yang sangat kompleks ini membutuhkan solusi yang sangat kompleks pula. Sehingga, saya sebagai penulis merasa bahwa memberi informasi terkait fakta lapangan tentang pendidikan sudahlah cukup. Saya berharap, kita semua dapat mengerti kondisi pendidikan di negeri tercinta kita ini. Sehingga kita dapat lebih berintrospeksi diri sembari melakukan yang lebih baik untuk pendidikan kita, khususnya kepada anak kita yang masih mengenyam pendidikan formal, ataupun kita yang sedang melakukan studi lanjut. (Arfiah Nurul Fajarini, KPKNL Surakarta)

           

 

Sumber:

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/21/12-universitas-terbaik-di-asia-tenggara-ada-ui-dan-ugm

https://hai.grid.id/read/07594980/quote-tentang-pendidikan-dari-5-tokoh-indonesia-motivasi-ampuh-untuk-para-pelajar

https://katadata.co.id/agung/berita/628ae6c1af9fc/10-negara-paling-tidak-sopan-indonesia-salah-satunya

https://kumparan.com/dindinmaeludin61/rendahnya-literasi-akibat-kurangnya-minat-baca-1vnz1Ol5VPJ/full

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/01/24/hari-pendidikan-internasional-bagaimana-tingkat-pendidikan-di-indonesia-saat-ini

https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/01/120500365/iq-rata-rata-orang-indonesia-peringkat-130-dunia-bagaimana-sebenarnya?page=all#:~:text=Dilansir dari data World Population,total 199 negara yang diuji.&text=Nilai IQ ini erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang membuahkan kecerdasan masyarakat.

https://www.liputan6.com/global/read/5051493/daftar-negara-dengan-pendidikan-terbaik-tahun-2022-ini-posisi-indonesia

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini