Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), merupakan salah satu instansi vertikal
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang mempunyai tugas memberikan pelayanan
di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Di antara
empat tugas tersebut, pada tahun 2021 ini, DJKN mempunyai kebijakan khusus di
bidang piutang negara, yaitu crash program
penyelesaian piutang negara. Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 15/PMK.06/2021 tanggal 8 Februari 2021 tentang Penyelesaian
Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang
Negara dengan Mekanisme Crash Program
Tahun Anggaran 2021. Melalui kebijakan ini, para debitur/penanggung utang yang
memenuhi syarat memiliki kesempatan untuk mendapatkan keringanan utang atau
moratorium tindakan hukum atas piutang negara.
Kebijakan
crash program keringanan utang ini dapat
diberikan kepada para debitur/penanggung utang intansi pemerintah pusat yang
pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Piutang
intansi pemerintah pusat yang diurus PUPN selanjutnya menjadi Piutang Negara
yang dalam penyelenggaraan pengurusannya dilakukan oleh KPKNL. Berkas Kasus
Piutang Negara (BKPN) pada KPKNL yang dapat diberikan keringanan utang sesuai Peraturan
Menteri Keuangan nomor 15/PMK.06/2021 adalah piutang instansi pemerintah pusat
dengan penanggung utang:
1. perorangan
atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau
menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah);
2. perorangan
yang menenma Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR
RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah); atau
3. perorangan
atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah),
yang
pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N)
sampai dengan 31 Desember 2020.
Namun,
ada beberapa pengecualian terkait ketentuan di atas, antara lain bahwa keringanan
utang tidak dapat diberikan pada piutang Negara yang berasal dari Tuntutan
Ganti Rugi/Tuntutan Perbendaharaan (TGR/TP), piutang Negara yang berasal dari
ikatan dinas, dan beberapa pengecualian lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan
nomor 15/PMK.06/2021.
Mekanisme
pada crash program berupa keringanan
utang secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
a.
pemberian
keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos / biaya lainnya;
b.
pemberian
keringanan utang pokok:
1)
sebesar
35 % (tiga puluh lima persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara
didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan;
2) sebesar 60 % (enam puluh persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara tidak didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah
dan bangunan; dan
c.
tambahan
keringanan utang pokok apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut:
1) sampai
dengan Juni 2021, sebesar 50% (lima puluh persen) dari sisa utang pokok setelah
diberikan keringanan;
2) pada
Juli sampai dengan September 2021 hari kerja, sebesar 30% (tiga puluh persen)
dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan; atau
3) pada
Oktober sampai dengan 20 Desember 2021, sebesar 20% (dua puluh persen)
dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan,
Sedangkan
bentuk crash program berupa moratorium
tindakan hukum atas Piutang Negara yang diberikan berupa:
a. penundaan
penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain;
b. penundaan
pelaksanaan lelang; dan/ atau
c. penundaan paksa badan, sampai dengan status bencana nasional mengenai pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan
berakhir oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagi pemerintah,
kebijakan ini merupakan salah satu respon dan bukti keberpihakan pemerintah untuk
membantu meringankan beban masyarakat khususnya para debitur/penanggung utang instansi
pemerintah pusat yang terkena dampak pandemi Covid-19, dan lebih luas lagi
dapat menjadi trigger/pemicu bagi
pemulihan ekonomi nasional. Bagi masyarakat kebijakan ini merupakan kesempatan
baik yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena pandemi Covid-19 memberikan tekanan dan dampak
nyata bagi keberlangsungan kegiatan usaha yang dijalankan.