Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Surakarta > Artikel
Bendung Tirtonadi, Wajah Baru Kota Solo
Wisnu Herjuna
Selasa, 12 Mei 2020   |   7549 kali

Dahulu, saat berwisata atau sekedar jalan-jalan ke Kota Solo (Surakarta) maka hal-hal yang akan sering Anda temui adalah seputar batik dengan corak-corak yang unik, kuliner-kuliner legendaris yang sudah turun temurun, bangunan keraton dengan sejarah panjangnya, dan tentunya acara-acara kebudayaan/kesenian yang seolah tak ada habisnya digelar sepanjang tahun. Tak salah, memang hal-hal itulah yang membentuk wajah Kota Solo bertahun-tahun lamanya. Wajah itu yang membuat jutaan wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, datang ke Solo untuk mengenal keautentikan kota ini lebih dekat. Tetapi, pernahkah Anda melihat destinasi di Kota Solo yang berupa ruang terbuka luas, di mana orang-orang dapat menikmati pemandangan yang indah di pagi dan sore hari, ataupun menghabiskan waktu bersama orang terdekat dengan nuansa yang tenang dan menyejukkan?

Sekarang, jika ada yang bertanya demikian, jawab saja dengan cepat : "Ada, destinasi itu bernama Bendung Tirtonadi.".

Nama bendungan ini mungkin sangat familiar di pendengaran kita, seperti nama terminal bus di Kota Solo, atau seperti judul lagu dari Sang Juru Bicara Kesedihan, The Godfather of Broken Heart, alm. Mas Didi Kempot. Mungkin karena lokasinya yang bersebelahan dengan Terminal Tirtonadi, jadi akan lebih mudah bagi kita mengingatnya sehingga bendungan ini diberi nama dengan nama yang sama, Tirtonadi.

Sebagai gambaran lokasinya, apabila Anda turun di Terminal Tirtonadi maka berjalanlah keluar pintu utara, kemudian menyeberangi Jalan Ahmad Yani. Sebelum benar-benar lelah, Anda sudah sampai di lokasi Bendung Tirtonadi. 

Bendungan yang berada di Solo bagian utara ini dibangun pada pertemuan Kali Gajah Putih dan Kali Pepe. Bendung Tirtonadi dibangun dengan konsep yang cukup menarik, selain menggunakan sistem "bendung karet" yang jarang ditemui di bendungan lain, tepat di atas bangunan ini juga dibangun jembatan. Bukan hanya jembatan biasa, material jembatan ini hampir sebagian besar menggunakan kaca, baik di lantai maupun di kanan dan kiri pembatasnya.  Desain atap jembatan juga dibuat cukup estetis dengan warna dominan biru.

Apabila membayangkan sebuah bendungan, maka kesan yang kita tangkap adalah sesuatu yang gagah, kokoh, kuat, dan maskulin. Namun setelah melihat Bendung Tirtonadi, Anda akan melihat sebuah anomali. Kesan yang terlihat dari bangunan ini adalah indah dan feminim. Jadi Bendung Tirtonadi memang sangat layak bila dijadikan sebagai destinasi wisata.

Untuk menunjang keberadaanya sebagai destinasi wisata, maka bantaran sungai di sekitar bendungan ini dikondisikan menjadi jalur pedestarian yang rapi dan taman-taman yang menawan. Bangku-bangku dan lampu taman juga diletakkan di beberapa sudut lokasi. Bendungan ini juga dilengkapi dengan dermaga di kanan-kirinya, tujuannya ke depan untuk menunjang wisata air, mungkin seperti susur sungai dengan perahu.

Setelah diresmikan pada tahun 2019, tempat ini menjelma menjadi pusat keramaian baru di Kota Solo. Setiap pagi dan sore hari selalu dipenuhi dengan warga Solo dengan beragam aktivitasnya. Karena tempat ini cukup indah, tentu sebagian besar di antara mereka adalah orang yang ingin mengabadikan momen dengan mengambil gambar dan swafoto. Sebagian lainnya berolahraga ringan atau duduk-duduk menghabiskan waktu sambil melihat indahnya pagi dan senja hari. Namun, hal yang akan paling sering Anda temui adalah keberadaan para pemancing. Di setiap sudut tempat ini Anda akan menemui para pemancing dengan segala atributnya, dari yang terlihat sekedar mengisi waktu atau yang memang benar-benar hobi (dilihat dari peralatan pancingnya).  

Jika dilihat dari latar belakangnya, awalnya bendungan ini dibangun untuk mengurangi potensi banjir yang sering terjadi di wilayah kota Solo. Beberapa tahun terakhir, ketika curah hujan tinggi maka banjir selalu terjadi di beberapa kelurahan di Kota Solo dan di pusat kota. Faktor lainnya adalah keberadaan Kota Solo secara umum yang merupakan dataran rendah dan menjadi titik pertemuan beberapa sungai antara lain, Kali Pepe, Kali Gajah Putih, Kali Anyar, serta Kali Premulung dengan Sungai Bengawan Solo.

Bendungan ini mulai dibangun pada tahun 2016, dengan skema pembangunan multi years, lalu selesai dibangun pada akhir tahun 2018 dan diresmikan pada tahun 2019. Pembangunan Bendung Tirtonadi ini dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo/SNVT PJSA (Satuan Kerjan Non Vertikal Pelaksanaan Jaringan Sumber Air).

Pembangunan ini memakan waktu cukup lama karena tidak hanya berfokus pada bangunan bendung itu sendiri, namun juga terdapat pekerjaan lain, yakni pembangunan jalur pedestarian di bantaran sungai. Revitalisasi bantaran sungai juga memakan waktu yang lama karena terdapat kurang lebih 194 keluarga yang harus direlokasi karena mendirikan bangunan di bantaran sungai. Proses koordinasi dengan Pemerintah Kota Solo sangat membantu terlaksananya relokasi tersebut.

Sekarang operasional bendung ini sudah diserahkan kepada Pemerintah Kota Solo, namun pencatatan asetnya masih berada di neraca SNVT PJSA Bengawan Solo, dengan kata lain bendungan ini merupakan Barang Milik Negara.

Pembangunan Bendung Tirtonadi dapat menjadi contoh yang baik dari proses pengadaan infrastruktur. Bangunan dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan dan membawa dampak positif kepada masyarakat yang lebih luas di luar fungsi utamanya. Selain itu, proses pembangunan yang bisa dikatakan minim sengketa dengan masyarakat juga layak diberikan apresiasi. Menggunakan pendekatan yang penuh kemanusiaan dalam proses relokasi warga dan memberikan solusi yang dapat diterima semua pihak.

Pada akhirnya, kita sampai pada sebuah istilah, bahwa membangun lebih mudah daripada merawat. Sudah banyak kasus di beberapa tempat, kurang pedulinya Pengguna Barang dalam melakukan pemeliharaan mengakibatkan banyak aset negara yang terlantar, rusak, dan hilang fungsinya. Maka dari itu kita harapkan Bendung Tirtonadi ini tidak bernasib sama dengan aset-aset lain yang terlantar. Mari kita jaga aset negara. Ya, kita : Saya, Anda, dan Negara.

Ditulis oleh : Wisnu Herjuna - KPKNL Surakarta

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini