Perubahan budaya
kerja serta aktivitas masyarakat yang terjadi setelah rentetan panjang kasus
pendemi COVID-19 membuat banyak dari kita semakin memperhatikan kondisi Kesehatan
termasuk Kesehatan mental. Melansir data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi Rumah Tangga
dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil
menjadi 7 permil di tahun 2018. Gangguan mental emosional pada penduduk usia
dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1 persen atau sekitar 12 juta penduduk
(Riskesdas 2013) menjadi 9,8 persen atau sekitar 20 juta penduduk. Kondisi ini
diperburuk dengan adanya COVID-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan
jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3 persen baik karena menderita penyakit
COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi.
Meningkatnya kasus kesehatan mental tersebut tentunya bukan tanpa sebab. Sejak terjadinya kasus pandemi COVID-19, kebanyakan dari kita lebih banyak melakukan aktivitas seperti bekerja
dan bersekolah di rumah. Selain itu, kondisi ekonomi yang naik turun di masa
tersebut membuat banyak masyarakat yang harus banting setir dari pekerjaan
lamanya dan mencari pendapatan tambahan.
Lalu bagaimana
dengan Aparatur Sipil Negara (ASN)?
Sebagai abdi
negara, Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki beban moral yaitu sebagai “Role
Model” bagi masyarakat. Perilaku yang menyimpang tentu akan mudah menjadi
sorotan. ASN harus pintar-pintar menjaga sikap dan perkataan agar tidak
terjerumus dalam perbuatan tidak terpuji.
Menurut Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Mental didefinisikan sebagai kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa definisi sehat
merupakan definisi yang sifatnya integral, artinya bukan sekedar bebas dari
penyakit, namun kondisi dimana seseorang mencapai kesejahteraan paripurna
secara fisik, mental dan sosial. Dari kedua teori tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kesehatan mental seseorang merupakan hal penting untuk diperhatikan,
seorang yang sakit secara mental tidak akan mampu menjalankan fungsinya sebagai
seorang manusia.
Gangguan kesehatan
mental sendiri bukan hanya berupa kehilangan akal sehat secara total,
perilaku-perilaku kecil seperti kelalaian yang berangsur terus menerus juga
bisa menjadi tanda-tanda gangguan Kesehatan mental. Hal ini dapat menjadi sikap
interdisipliner bagi seorang ASN.
Beberapa isu kesehatan
mental dapat ditandai dengan depresi, obsesif, kecemasan, dan anti sosial. Hal yang
kemungkinan terjadi terhadap ASN yang telah menjalani proses panjang Work From Home
(WFH) dalam jangka waktu yang panjang. Banyaknya tuntutan rapat, pembinaan, dll
selama berjam-jam serta keterbatasan mobilitas akan memunculkan gejala depresi.
Mengerjakan pekerjaan
dari rumah bagi sebagian orang dianggap mudah karena dapat mengerjakan pekerjaan
rumah sekaligus pekerjaan kantor dengan nyaman. Namun, banyak juga yang merasa bila
bekerja di rumah membuat sebagian pekerjaan terbengkalai serta sulit dalam
membagi waktu antara kehidupan pribadi dan profesional.
Melihat beberapa
fenomena tersebut, ada baiknya ASN dibekali banyak ilmu mengenai bagaimana
menjaga kesehatan mental di tengah tuntutan pekerjaan dan pelayanan bagi
masyarakat. Upaya dalam menjaga kesehatan mental dapat dilakukan melaui kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dapat dilaksanakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat.
Layanan
kesehatan jiwa dapat diberikan oleh pemerintah dalam bentuk komunikasi, informasi,
dan edukasi mengenai kesehatan mental, menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif, memberikan rujukan dan tindakan klinis bagi ASN yang mengalami
gangguan kesehatan mental serta memberi fasilitas rehabilitasi sehingga ASN
dapat kembali ke lingkungan pekerjaannya. Perkembangan teknologi semestinya
memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk memperkaya literasi kesehatan mental
bagi ASN dan konsultasi secara daring terhadap permasalahan-permasalahan yang
bisa menjadi pendorong gangguan kesehatan jiwa ASN. Selain itu, pegawai juga
diharapkan dapat melakukan tindakan preventif dalam mencegah gangguan Kesehatan
mental. Melakukan hobi yang disukai, bergabung dalam komunitas baru yang dapat
meningkatkan softskill atau sekedar beristirahat dengan cukup, merupakan upaya
yang dapat dilakukan guna mencegah gangguan kesehatan mental.
Menjaga
kesehatan mental ASN adalah tanggung jawab bersama, baik itu pegawai maupun
stakeholders/ pemangku kebijakan. Tuntutan profesionalitas ASN harus berbanding
lurus dengan perhatian pemerintah terhadap kesehatan mental ASN. ASN yang sehat
dapat memberikan kinerja yang baik bagi pemerintah. Masalah merupakan hal yang
tidak dapat dihindari, namun dengan memelihara pola pikir agar tetap positif adalah
cara kita dalam menjaga kesehatan mental. Tak lupa untuk selalu berserah diri
kepada Tuhan jika persoalan datang menyapa. Dengan keseimbangan tersebut,
niscaya akan terwujud abdi negara yang bermental kuat dan sehat serta siap
menghadapi tantangan era global yang semakin kompleks.