Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pentingnya Kesehatan Mental Bagi ASN
Regina Ria Karolina
Selasa, 27 Desember 2022   |   2752 kali

Perubahan budaya kerja serta aktivitas masyarakat yang terjadi setelah rentetan panjang kasus pendemi COVID-19 membuat banyak dari kita semakin memperhatikan kondisi Kesehatan termasuk Kesehatan mental. Melansir data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi Rumah Tangga dengan anggota menderita gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil di tahun 2018. Gangguan mental emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1 persen atau sekitar 12 juta penduduk (Riskesdas 2013) menjadi 9,8 persen atau sekitar 20 juta penduduk. Kondisi ini diperburuk dengan adanya COVID-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3 persen baik karena menderita penyakit COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi.

Meningkatnya kasus kesehatan mental tersebut tentunya bukan tanpa sebab. Sejak terjadinya kasus pandemi COVID-19, kebanyakan dari kita lebih banyak melakukan aktivitas seperti bekerja dan bersekolah di rumah. Selain itu, kondisi ekonomi yang naik turun di masa tersebut membuat banyak masyarakat yang harus banting setir dari pekerjaan lamanya dan mencari pendapatan tambahan.

Lalu bagaimana dengan Aparatur Sipil Negara (ASN)?

Sebagai abdi negara, Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki beban moral yaitu sebagai “Role Model” bagi masyarakat. Perilaku yang menyimpang tentu akan mudah menjadi sorotan. ASN harus pintar-pintar menjaga sikap dan perkataan agar tidak terjerumus dalam perbuatan tidak terpuji.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Mental didefinisikan sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa definisi sehat merupakan definisi yang sifatnya integral, artinya bukan sekedar bebas dari penyakit, namun kondisi dimana seseorang mencapai kesejahteraan paripurna secara fisik, mental dan sosial. Dari kedua teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental seseorang merupakan hal penting untuk diperhatikan, seorang yang sakit secara mental tidak akan mampu menjalankan fungsinya sebagai seorang manusia.

Gangguan kesehatan mental sendiri bukan hanya berupa kehilangan akal sehat secara total, perilaku-perilaku kecil seperti kelalaian yang berangsur terus menerus juga bisa menjadi tanda-tanda gangguan Kesehatan mental. Hal ini dapat menjadi sikap interdisipliner bagi seorang ASN.

Beberapa isu kesehatan mental dapat ditandai dengan depresi, obsesif, kecemasan, dan anti sosial. Hal yang kemungkinan terjadi terhadap ASN yang telah menjalani proses panjang Work From Home (WFH) dalam jangka waktu yang panjang. Banyaknya tuntutan rapat, pembinaan, dll selama berjam-jam serta keterbatasan mobilitas akan memunculkan gejala depresi.

Mengerjakan pekerjaan dari rumah bagi sebagian orang dianggap mudah karena dapat mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus pekerjaan kantor dengan nyaman. Namun, banyak juga yang merasa bila bekerja di rumah membuat sebagian pekerjaan terbengkalai serta sulit dalam membagi waktu antara kehidupan pribadi dan profesional.

Melihat beberapa fenomena tersebut, ada baiknya ASN dibekali banyak ilmu mengenai bagaimana menjaga kesehatan mental di tengah tuntutan pekerjaan dan pelayanan bagi masyarakat. Upaya dalam menjaga kesehatan mental dapat dilakukan melaui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat.

Layanan kesehatan jiwa dapat diberikan oleh pemerintah dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan mental, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, memberikan rujukan dan tindakan klinis bagi ASN yang mengalami gangguan kesehatan mental serta memberi fasilitas rehabilitasi sehingga ASN dapat kembali ke lingkungan pekerjaannya. Perkembangan teknologi semestinya memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk memperkaya literasi kesehatan mental bagi ASN dan konsultasi secara daring terhadap permasalahan-permasalahan yang bisa menjadi pendorong gangguan kesehatan jiwa ASN. Selain itu, pegawai juga diharapkan dapat melakukan tindakan preventif dalam mencegah gangguan Kesehatan mental. Melakukan hobi yang disukai, bergabung dalam komunitas baru yang dapat meningkatkan softskill atau sekedar beristirahat dengan cukup, merupakan upaya yang dapat dilakukan guna mencegah gangguan kesehatan mental.

Menjaga kesehatan mental ASN adalah tanggung jawab bersama, baik itu pegawai maupun stakeholders/ pemangku kebijakan. Tuntutan profesionalitas ASN harus berbanding lurus dengan perhatian pemerintah terhadap kesehatan mental ASN. ASN yang sehat dapat memberikan kinerja yang baik bagi pemerintah. Masalah merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun dengan memelihara pola pikir agar tetap positif adalah cara kita dalam menjaga kesehatan mental. Tak lupa untuk selalu berserah diri kepada Tuhan jika persoalan datang menyapa. Dengan keseimbangan tersebut, niscaya akan terwujud abdi negara yang bermental kuat dan sehat serta siap menghadapi tantangan era global yang semakin kompleks.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini