Pengelolaan
Piutang Negara/Daerah wajib dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan
Pemerintah Daerah sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
Siklus
Piutang Negara/Daerah dimulai dari pengelolaan Piutang Negara/Daerah oleh
Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda). Adapun perbedaan antara pengelolaan dengan
pengurusan Piutang Negara/Daerah adalah sebagai berikut.
1. Pengelolaan
Piutang Negara/Daerah adalah kegiatan dalam rangka mengelola Piutang
Negara/Daerah yang meliputi
kegiatan penatausahaan, penagihan, penyerahan dan pengurusan oleh Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN), penyelesaian, serta pembinaan, pengawasan,
pengendalian dan pertanggungjawaban.
2. Pengurusan Piutang Negara/Daerah adalah
kegiatan yang dilakukan oleh PUPN dalam rangka mengurus Piutang Negara/Daerah
sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan
Piutang Negara dan peraturan dan perundang-undangan lain di bidang Piutang
Negara/Daerah.
Kegiatan pengelolaan Piutang Negara/Daerah
dilaksanakan oleh satuan kerja (satker) K/L dan Pemda dengan tahapan
penatausahaan, penagihan, penyelesaian, pembinaan, pengawasan, pengendalian,
dan pertanggungjawaban. Apabila
penyelesaian piutang oleh satker tidak berhasil dan piutang dimaksud
dikategorikan sebagai piutang macet, maka pengurusan piutang tersebut wajib
diserahkan kepada PUPN untuk dilakukan proses penagihan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Dikecualikan
dari ketentuan tersebut, terdapat jenis piutang yang tidak dapat diserahkan
pengurusannya kepada PUPN apabila macet, yakni:
1. Piutang Negara dengan jumlah sisa kewajiban
paling banyak sampai dengan Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per Penanggung
Utang dan tidak ada Barang Jaminan yang diserahkan atau Barang Jaminan tidak mempunyai
nilai ekonomis.
2. Piutang Negara/Daerah yang tidak memenuhi syarat
untuk diserahkan pengurusannya kepada PUPN, yakni piutang yang adanya dan
besarnya tidak dapat dipastikan secara hukum.
3. Piutang
Pajak tidak dapat diserahkan pengurusannya oleh PUPN apabila dinyatakan macet,
namun ditagih berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.
Setelah
piutang diserahkan pengurusannya kepada PUPN, satker pemilik piutang harus
tetap mengakui piutang tersebut sebagai asetnya di Neraca dan harus mengungkapkan
mengenai piutang yang dilimpahkan penagihannya tersebut pada Catatan atas
Laporan Keuangan (CALK).
Panitia
Urusan Piutang Negara tidak mengakui pelimpahan piutang yang diterimanya
sebagai aset, tetapi wajib mengungkapkan pada CALK atas piutang yang
diterimanya dari satker lain untuk dilakukan penagihan.
Dalam
melaksanakan pengurusan piutang, PUPN memiliki beberapa kewenangan, diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Penyampaian
Surat Paksa
2. Penyitaan
barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain
3. Lelang
atas barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain
4. Pencegahan
bepergian ke luar wilayah Republik Indonesia
5. Paksa
Badan
6. Pemblokiran
barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain
7. Pemeriksaan
(asset tracing)
Apabila PUPN telah melakukan pengurusan
Piutang Negara/Daerah sampai tahap optimal, namun piutang masih belum lunas,
maka atas piutang tersebut dapat diterbitkan surat pernyataan Piutang Negara
Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) yang menjadi dasar bagi penghapusan
piutang. Satker K/L yang tidak dapat
menyerahkan pengurusan piutang kepada PUPN (selain Piutang Pajak) dapat
menerbitkan surat Pernyataan Piutang Negara Telah Optimal (PPNTO) sebagai dasar
untuk melakukan penghapusan piutang.
Dalam Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah terdapat 2 (dua) jenis penghapusan, yakni Penghapusan Secara Bersyarat (hapus buku) dan Penghapusan Secara Mutlak (hapus tagih). Penghapusan secara Mutlak, yaitu menghapuskan Piutang Negara/Daerah dengan menghapuskan hak tagih Negara/Daerah yang diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan Penghapusan Secara Bersyarat (hapus buku). /RNI
Sumber:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara
3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 14
Tahun 2005 jo PP 33 Tahun 2006 jo PP 35 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penghapusan
Piutang Negara/Daerah
4. PMK 240/PMK.06/2006 tentang Pengurusan
Piutang Negara
5. PMK 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan
Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan
Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara
6. Buletin Teknis Standar Akuntansi
Pemerintahan No. 16 tentang Akuntansi Piutang Berbasis Akrual