Mendengar kata
emosi, seringkali membawa kita pada pemikiran negatif. Kita terbiasa menemukan
emosi sebagai gambaran kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dll. Dalam ilmu
psikologi, emosi diartikan sebagai pola reaksi kompleks yang melibatkan
pengalaman, perilaku, dan fisiologis, yang digunakan untuk menangani masalah
atau peristiwa penting yang dialami individu. Secara singkat, emosi merupakan
respons terhadap kejadian yang menimpa kita.
Bagaimana
emosi bekerja? Di dalam otak kita terdapat sistem limbik yaitu pusat pengaturan
emosi, memori, dan perilaku seseorang. Sistem limbik terdiri dari sejumlah
bagian yang memiliki fungsi berbeda. Ada hipotalamus, hipokampus, dan amigdala.
Saat mengalami peristiwa tertentu, sistem limbik akan mengirim sinyal menuju
ketiga bagian tersebut. Sinyal tersebut diproses dan membuat kita bereaksi
secara spontan. Hal tersebut yang membuat kita merasa takut, cemas atau berlari
kencang ketika tiba-tiba mendengarkan suara yang menyeramkan pada malam hari.
Bukan hanya perasaan, sistem limbik juga mempengaruhi respon fisiologis
(ciri-ciri tubuh), seperti kulit pucat, keringat dingin, atau jantung berdebar.
Menurut Psikolog Paul Ekman, manusia memiliki 6 (enam) jenis emosi dasar yang nantinya dibagi lagi menjadi emosi spesifik. Keenam emosi tersebut yaitu:
1. Emosi
marah
Jenis emosi ini adalah yang paling berbahaya diantara emosi lainnya. Seringkali orang sekitar kita melarang kita untuk marah, padahal ini merupakan emosi yang manusiawi. Memendam amarah terlalu sering dapat meningkatkan hormon stress yang berdampak pada gangguan kecemasan. Hal yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana mengekspresikan rasa marah kita. Turunan emosi marah diantaranya; rasa iri, kesal, benci, murka, cemburu dan tersinggung.
2.Emosi Jijik
Emosi ini biasanya dipicu oleh penampilan, bau, atau tekstur tertentu. Respon utama kita biasanya menghindar atau menjauh dari objek yang menjijikan. Hal ini juga berlaku ketika kita melihat perilaku buruk orang lain, seperti pelecehan seksual, pornografi, dan perilaku jahat lain. Turunan dari emosi jijik, yaitu; enek, muak, risih, bosan dan penat.
3. Emosi Takut
Emosi ini merupakan salah satu emosi yang paling tidak menyenangkan, sebab pola pikir kita juga biasanya turut berperan aktif dalam meningkatkan emosi ini. Takut biasanya muncul ketika manusia mencoba mengantisipasi sesuatu yang mengancam fisik maupun fisiologisnya. Turunan dari emosi takut ini adalah perasaan ngeri, gugup, cemas, tersiksa, waspada, ragu, dan rak berdaya.
4. Emosi Bahagia
Ini merupakan emosi yang paling dicari dan dinikmati oleh semua orang. Emosi ini muncul ketika kita mendapat hal-hal yang kira inginkan, menghabiskan waktu dengan orang tersayang, dll. Emosi bahagia juga bisa muncul bersamaan dengan emosi lainnya, seperti merasa senang saat menerima beasiswa namun sedih karna juga perlu berpisah dengan keluarga. Turunan emosi bahagia adalah rasa puas, lega, riang, damai, bangga, untung, bersyukur, dan bersemangat.
5. Emosi Sedih
Ketika mengalami emosi sedih, manusia cenderung akan menjadi pasif, seperti mengurung diri, malas beraktivitas, dll. Emosi ini juga bisa bertahan dalam periode jangka waktu yang panjang, maka dari itu perlu segera dicarikan solusinya. Turunan emosi sedih adalah rasa malu, kosong, kecewa, kasihan, berduka, bersalah, kesepian, sengsara, dan terlantar.
6. Emosi Terkejut
Emosi ini merupakan emosi yang berlangsung dalam durasi tersingkat. Setiap hari kita sering mendapat banyak kejutan, baik yang negatif maupun positif. Turunan dari emosi terkejut adalah perasaan heran, tertipu dan terpesona.
Setelah
mengetahui berbagai jenis emosi dasar, ada baiknya kita juga mengetahui
bagaimana cara menyadari atau memvalidasi setiap emosi yang kita rasakan.
Kebanyakan dari kita mungkin masih asing dengan istilah ini, namun mengenali,
merasakan dan mengetahui penyebab emosi yang kita rasakan dapat membuat kita
menjadi lebih baik.
Secara definisi,
validasi emosi adalah kemampuan mengakui emosi yang dirasakan. Memvalidasi
perasaan bukan berarti membenarkan bahwa kamu benar, tetapi mengakui bahwa kamu
sedang merasakan emosi tersebut.
Memvalidasi emosi merupakan hal yang perlu dilatih, kita bisa mulai dengan mengakui perasaan apa yang sedang kita rasakan, dan mengapa kita merasakannya. Cobalah untuk mengatur nafas terlebih dulu agar lebih tenang, lalu rasakan dan sadari perasaan kita. Misalnya “iya, aku marah karna temanku tidak menepati janjinya” atau “aku sedih, karna gagal lolos seleksi” dan berbagai emosi lainnya. Hal ini tentu perlu sering dilatih agar kita terbiasa menyadari emosi kita. Menepis dan menghindarkan emosi yang kita rasakan hanya akan membuat emosi tertumpuk dan mengarahkan kita pada berbagai kecemasan atau penyakit mental lainnya. Bila sudah bisa memvalidasi perasaan, kita bisa semakin mudah mencari solusi atas emosi yang kita rasakan. Hal ini juga bisa terapkan kepada orang terdekat seperti anak ataupun pasangan kita, sehingga dapat tercipta lingkungan yang lebih sehat, tenang dan bahagia. (RRK)