Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Darurat Kebutuhan Papan di Era Milenial
Retno Nur Indah
Senin, 23 Mei 2022   |   52891 kali

Jika ditanya mengenai apa saja kebutuhan pokok manusia, tentu kita akan menjawab bahwa terdapat 3 (tiga) kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan. Sandang merupakan kebutuhan pokok manusia berupa pakaian, pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang berkaitan dengan makanan dan minuman, dan papan merupakan kebutuhan pokok manusia yang berkaitan dengan tempat tinggal. Kita semua bisa sepakat bahwa untuk menjalani sebuah kehidupan yang aman dan nyaman, manusia perlu memenuhi ketiga kebutuhan pokok tersebut.

Kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan relatif mudah didapatkan dan terpenuhi, namun berbeda halnya dengan kebutuhan pokok berupa papan. Survei yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara (BTN) pada tahun 2021 mendapati alasan milenial belum membeli rumah pertama mereka karena terhalang oleh kondisi finansial sebesar 63,1 persen. Padahal, hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa generasi milenial menempati 25,87 persen dari populasi penduduk Indonesia, terbesar kedua setelah dominasi Generasi Z dengan proporsi 27,94 persen dari total populasi. Generasi milenial sendiri merupakan generasi kelahiran 1981 sampai dengan 1996 yang saat ini sudah memasuki usia produktif. Hal ini menunjukkan fenomena tingginya harga properti berupa tanah dan rumah tinggal yang tidak sebanding dengan rata-rata penghasilan yang didapatkan oleh generasi milenial.   

Tingginya harga tanah dan rumah tinggal mungkin tidak terlepas dari kebiasaan generasi sebelumnya yang menimbun kepemilikan tanah dan/atau bangunan dengan mindset untuk investasi. Alhasil, tingginya permintaan dan kebutuhan akan tanah dan rumah tinggal tidak diimbangi dengan penawaran dan ketersediaan yang mencukupi sehingga secara prinsip ekonomi akan menaikkan harga tanah dan bangunan tersebut. Padahal, menimbun kebutuhan pokok lain seperti bahan pangan merupakan tindakan melawan hukum dan larangan serta sanksinya telah diatur dengan tegas di dalam undang-undang, namun tidak demikian halnya dengan kebutuhan pokok berupa papan. Didasari atas fenomena ini, timbul pemikiran perlukah membatasi kepemilikan tanah/bangunan untuk mengontrol harga dan mendorong distribusi kepemilikan properti yang lebih merata?

Pembatasan yang berlaku saat ini terhadap kepemilikan rumah tinggal sebenarnya sudah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Keputusan Menteri tersebut mengatur bahwa setiap orang hanya boleh memiliki Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang tanah yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5.000m2 (lima ribu meter persegi). Pembatasan ini menurut penulis masih terlalu longgar mengingat ketersediaan tanah yang terbatas dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Belum lagi, jika satu orang sudah memiliki lima bidang Hak Milik, maka tetap dapat mengajukan Hak Milik lain dengan nama istri, anak, atau keluarga lainnya. Padahal, satu rumah tinggal saja sudah cukup untuk ditempati satu keluarga yang terdiri dari beberapa orang. Oleh karena itu, menurut penulis akan lebih masuk akal dan fair jika kepemilikan tanah untuk rumah tinggal dibatasi per keluarga yang dapat diidentifikasi dengan nomor kartu keluarga (KK).

Berkaca dari permasalahan yang sudah penulis jabarkan di atas, kiranya perlu ditinjau kembali apakah aturan pembatasan kepemilikan tanah untuk rumah tinggal tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini. Menimbang bahwa aturan yang berlaku saat ini adalah produk hukum yang sudah berusia 24 tahun, maka sudah selayaknya dirumuskan peraturan baru yang lebih adil dan relevan dengan kondisi saat ini serta berkesinambungan untuk generasi berikutnya. Hal ini pun menjadi penting dan urgen mengingat rumah tinggal merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk dapat menjalani kehidupan dengan layak, dan pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin penghidupan yang layak tersebut sesuai amanat Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Penulis : Arlie Irham Yusdika (Pegawai KPKNL Singkawang)

Tulisan ini telah dimuat pada Harian Pontianak Post edisi Senin, 23 Mei 2022


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini