Udara di kota Singkawang
siang itu terasa menyengat, namun ibu Rita, seorang perajin tenun Singkawang, seolah
tak menghiraukan hal tersebut. Tangannya
dengan lincah terus menggerakkan kayu dan menyusun benang di Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM) di hadapannya. Ibu Rita belajar menenun sewaktu masih tinggal di daerah
Sintang, Kalimantan Barat. Namun berbeda
dengan kain tenun yang berasal dari daerah Sintang maupun Sambas, motif tenun ikat
Singkawang merupakan motif kontemporer khas kota Singkawang, yakni motif Sisik
Naga Singkawang dan motif Anggrek. Hak
cipta kedua motif tersebut adalah milik Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Singkawang
dan saat ini dalam proses pengurusan HAKI pada Kemenkumham.
Sesuai informasi dari Bidang
Ekonomi Kreatif, Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Singkawang, kedua motif tenun
Singkawang atau disingkat Tensika mewakili dua budaya besar di Kota Singkawang yaitu
Tionghoa dan Melayu. Motif Sisik Naga terinsipirasi dari sisik patung naga yang
terdapat di Vihara Tri Dharma Bumi Raya serta ragam hias pengaruh Tionghoa.
Warna laut gelap dan terang serta aksen ombak terinspirasi dari sebuah kata
dalam Bahasa Hakka, yakni San Khew Jong yang mengacu pada sebuah kota di
bukit dekat laut dan muara, yang merupakan transisi dari sungai ke laut, yakni
Kota Singkawang. Adapun tenun ikat Anggrek terinspirasi dari fasad bangunan
Singkawang Cultural Center yang mengangkat sisi kontemporer Kota Singkawang.
Warna dominan yang digunakan adalah warna tanah yang hangat dan motif yang
dihasilkan adalah motif kecil dengan jarak pengulangan jarang. Teknik pewarnaan
gradasi dipakai dalam proses pewarnaan benang tenun.
Secara keseluruhan,
rancangan Tensika dibuat dengan gaya kontemporer yang terinspirasi tenun ikat
dan batik. Ini berarti semua rancangan
akan memiliki ragam hias dengan ciri khas ber-outline putih seperti
batik dan tenun ikat. Walaupun motif yang diaplikasikan adalah motif
kontemporer, namun semangat dan jiwa tenun tetap humanis dan filosofis. Tenun tidak hanya sekedar rangkaian benang
menjadi kain, namun juga sebuah karya seni yang memadukan ketelatenan,
keteltian, dan kesabaran dalam helaian benang. Proses pembuatan satu helai kain
tenun kurang lebih membutuhkan waktu yang cukup lama, apalagi jika hanya dilakukan
sebagai pekerjaan sambilan. Sebagai contoh, Ibu Rita, satu-satunya pengrajin
kain tenun ikat Singkawang, seringkali harus menyelesaikan pekerjaan utamanya
sebagai petani.
Waktu yang cukup lama dan
detil tenun yang rumit membuat satu kain tenun yang ditenun secara manual
memiliki harga yang cukup tinggi. Hal
ini yang kadang kurang dipahami oleh masyarakat umum, sehingga seringkali
tercetus di benak mereka bahwa harga satu kain tenun dianggap cukup mahal. Padahal jika mengerti bagaimana proses
pembuatannya, tak heran harganya menjadi cukup tinggi.
Tingginya animo masyarakat
akan kain tradisional yang terjangkau harganya membuat produsen melakukan
terobosan dengan membuat kain tenun atau kain tradisional lainnya dengan teknik
printing untuk menekan harga.
Sisi baiknya, masyarakat makin mengenal motif dan ragam kain
tradisional. Namun hal ini bisa membuat kain
tradisional yang dibuat dengan ATBM menjadi kurang diminati. Selain itu, kain printing dengan motif
tradisional Indonesia namun diproduksi oleh negara lain pun ikut masuk ke pasar
dalam negeri karena bisa jauh lebih terjangkau harganya dibanding kain printing
produksi lokal.
Oleh karena itu, perlu
edukasi kepada masyarakat untuk dapat menghargai kain tradisional yang dibuat
secara manual seperti tenun, batik, songket, dan sebagainya. Berita bagusnya, saat ini kesadaran
masyarakat makin tinggi akan produk tradisional, terutama kain nusantara yang
dibuat secara tradisional. Hal ini
terbukti dengan banyaknya komunitas pecinta kain tradisional dan
pameran-pameran kain tradisional beserta produk turunannya.
Pemerintah pun saat ini peduli
dengan keberadaan para perajin kain tradisional, termasuk ibu Rita. Pemerintah Kota Singkawang melalui Bidang
Ekraf Dinas Pemuda dan Olahraga secara intensif membina serta melindungi budaya
tenun ini. Selain itu, Pemerintah Pusat
melalui Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara (KPKNL) Singkawang yang
notabene merupakan salah satu unit kerja Kementerian Keuangan Republik
Indonesia, turut memberikan wadah pemasaran berupa Kedai Lelang UMKM bagi tenun
khas Singkawang ini. Tenun Singkawang
beserta tenun Sambas, keramik khas Singkawang hasil karya bapak Abui, dan tikar
bamban akan dilelang pada hari Jumat, tanggal 13 Agustus 2021, pukul
09.00-10.00 WIB.
Apabila kain tenun bisa
dihargai sesuai dengan proses pembuatannya, maka diharapkan para perajin tenun
seperti ibu Rita dapat fokus menenun sehingga dapat lebih produktif dan
meningkatkan taraf hidupnya. Satu hal
lagi yang perlu diperhatikan, budaya menenun harus diregenerasi agar tidak
punah. Ibu Rita, satu-satunya penenun khas Singkawang sebaiknya segera mewariskan
ilmu menenunnya agar tidak hilang ditelan zaman.
Penulis : Retno
Foto : Velient