Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pontianak > Artikel
Masyarakat dan Persoalan Gender
Siska Nadia
Jum'at, 28 Oktober 2022   |   38526 kali

Permasalahan gender seakan tidak ada habisnya. Banyak isu-isu yang muncul kemudian tertuju pada kesetaraan gender yang dialami antara laki-laki dan perempuan. Padahal sebetulnya kesetaraan gender ini tidak melulu tentang perempuan dan laki-laki, kesetaraan gender juga sebenarnya terjadi pada kelompok-kelompok rentan atau kelompok minoritas. Kemunculan persoalan gender ini muncul pada abad ke-19 di Prancis, ketika upah yang didapat oleh laki-laki dan perempuan saat bekerja sangat berbeda. Hal inilah yang kemudian memunculkan ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki. Faktor biologis juga dijadikan sebagai titik tolak awal kemunculan gender.

Berbagai usaha telah dilakukan, termasuk perubahan terhadap peran serta perempuan di segala bidang kehidupan. Namun tidak dapat dipungkiri, kesetaraan gender yang diharapkan terjadi belum sepenuhnya tercapai. Kesenjangan gender tampak masih terjadi di berbagai bidang pembangunan, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, politik, dan di bidang pemerintahan.

Gender merupakan konstruksi sosial tentang bagaimana menjadi laki-laki dan perempuan sebagaimana tuntutan masyarakat. Gender erat kaitannya dengan pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap pantas bagi laki-laki dan perempuan menurut norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Ketika konstruksi sosial itu kemudian dihayati sebagai sesuatu yang tidak boleh diubah karena ‘dianggap’ kodrati dan alamiah.

Banyak upaya telah dilakukan oleh berbagai lembaga untuk meningkatkan peran serta perempuan, bahkan lembaga negara sejak awal secara eksplisit telah menjamin persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara, untuk laki-laki dan perempuan. Dalam konstitusi dasar negara UUD 1945, telah dikemukakan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 jaminan negara atas persamaan hak bagi setiap warga dalam hukum dan pemerintahan, pekerjaan dan penghidupan yang layak pada Pasal 27 ayat (2), usaha bela negara pada Pasal 30 dan memperoleh pendidikan pada Pasal 31. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi berbagai konvensi dunia dan menandatangani sejumlah deklarasi internasional berkaitan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Jaminan konstitusi dan berbagai kebijakan formal tidak dengan sendirinya dapat mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender itu sendiri. Kita masih melihat bentuk ketimpangan gender pada berbagai aspek kehidupan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan ini adalah Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Genderrelated Development Index (GDI) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Human Development Index.

Harapan ke depan, seiring berjalannya waktu dan perubahan budaya maka mindset masyarakat juga harus bisa berubah. Dari anggapan ‘perempuan itu lemah dan hanya mengurus domestik’ sedangkan ‘laki-laki berurusan pada publik’ menjadi mengerti bahwa memasak dan mengurus anak itu adalah keterampilan, bukan kodrat. Dalam urusan rumah tanggapun, antara suami dan istri itu harus bisa saling membantu satu sama lain. Tak ada lagi pandangan ‘aneh’ tentang suami yang pergi membeli beras di pasar. Budaya dan pola pikir inilah yang harus kita terapkan, dari hal kecil agar terbiasa dengan perubahan yang lebih besar. Dengan begitu, laki-laki dan peremouan memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan lain di luar untuk memenuhi kebutuhan bermasyarakat dan mengembangkan diri.

Inti dari kesetaraan adalah tidak ada yang mendominasi dan tidak ada yang didominasi. Keduanya harus saling memberi. Keadilan gender itu sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh keduanya. Saat ini, masyarakat Indonesia perlu untuk mengetahui, mengerti dan mau menjunjung kesetaraan agar dapat mewujudkan pembangunan nasional dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia serta mewujudkan kesejahteraan. Proses ini memerlukan suatu strategi yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi aktif sebagai aktor pembangunan.

Penulis: Hafzan (Staf Sub Bagian Umum KPKNL Pontianak)

KPKNL Pontianak “Istimewa” (Integritas, Sinergi, Tawakkal, Inovasi, Melayani, Efisien, Waspada, Amanah.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini