“Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
(Pasal
27 Ayat 1 UUD 1945).
Sebagaimana kutipan di atas, sesungguhnya
konstitusi negara kita sudah mengafirmasi tentang kesetaraan di antara warga
negara tanpa memandang gender. Hal ini tentu merupakan pondasi penting di dalam
melanjutkan perjuangan dan cita-cita R. A. Kartini untuk mewujudkan keadilan
bagi kaum hawa di Indonesia. Di mana Kartini berharap perempuan tidak menjadi
warga negara “kelas dua” atau berada di bawah laki-laki, ia ingin adanya
kesetaraan.
Sejak Era Orde Baru Pemerintah kita sebenarnya
sudah membuka diri terhadap nilai-nilai kesetaraan tersebut. Hal ini dibuktikan
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Bahkan Indonesia juga mengirimkan wakil untuk bergabung di dalam Komite CEDAW (The
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).
Komite tersebut bertugas mengawal pelaksanaan hasil konvensi PBB (Persatuan
Bangsa-Bangsa) tentang nilai-nilai kesetaraan, yang diisi oleh wakil dari
berbagai negara di dunia.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan,
Indonesia diantaranya pernah diwakili oleh Ida Soekaman (1987), Prof. Dr. Ir.
Pudjiwati Sajogyo (1987-1990), Prof. Dr. Sunaryati Hartono (1995-1998), dan
Sjamsiah Achmad (2001-2004). Hal ini menunjukkan adanya keseriusan pemerintah
dalam mengawal isu kesetaraan. Kemudian, di Era Reformasi Presiden Abdurahman
Wahid mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional.
Pada lingkup Kementerian Keuangan sendiri, di
dalam menindaklanjuti instruksi presiden tersebut telah dibuat Buku Panduan
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender. Buku ini disusun
bersama-sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada
Tahun 2010. Kemudian, juga telah disusun Buku Panduan Pelatihan Pengarusutamaan
Gender Kementerian Keuangan, serta Buku Panduan Pemantauan dan Penganggaran
Responsif Gender di Kementerian Keuangan.
Dalam implementasinya Kementerian Keuangan juga
sudah menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung program pengarusutamaan
gender. Di antaranya seperti nursery room, pemisahan toilet antara
laki-laki dan perempuan, pemisahan mushola, parkir prioritas untuk ibu hamil,
tangga ramah perempuan dan laki-laki, sistem informasi layanan pada front
office, fasilitas poliklinik dan obat, serta penyediaan kursi roda dan
payung di pintu masuk ruang tunggu.
Selain melaksanakannya di pusat, Kementerian
Keuangan juga mendorong seluruh instansi vertikal yang berada di lingkungannya
untuk turut serta mengimplementasikan program tersebut. Dalam hal ini,
Kementerian Keuangan mengadakan lomba implementasi pengarusutamaan gender
tingkat kantor pusat Eselon I dan satker vertikal, untuk memastikan program
tersebut dilaksanakan sampai bawah.
Berkat usaha dan perjuangan yang dilakukan
dalam mengimplementasikan program pengarusutamaan gender ini, Kementerian
Keuangan berhasil mendapatkan beberapa penghargaan. Di antaranya Anugerah
Parahita Ekapraya kategori Pratama (2009), Anugrah Parahita Ekapraya kategori
Madya (2010 dan 2011), Anugerah Parahita Ekapraya kategori Utama (2012), dan
Anugrah Parahita Ekapraya Platinum kategori Utama/Mentor (2014).
Hal tersebut menunjukkan bahwa iklim pembuatan
kebijakan di lingkungan Kementerian Keuangan sudah sangat responsif gender.
Kita sebagai perempuan, tentu harus menyikapinya dengan bijak untuk menyuarakan
aspirasi-aspirasi dalam setiap pembuatan kebijakan. Sebab, hal ini juga dijamin
oleh Inpres No. 9 Tahun 2000, sehingga tidak perlu adanya ketakutan untuk
menyuarakan pendapat, demi mewujudkan keadilan bagi kaum hawa.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah
pengarusutamaan gender bukan berarti mendorong agar perempuan berada di atas
laki-laki, sebagaimana tradisi matriarki. Tetapi pengarusutamaan gender ini
memosisikan perempuan setara dengan laki-laki, sehingga dalam setiap pembuatan
kebijakan aspirasi perempuan dan laki-laki bernilai sama, dan tidak
diperkenankan adanya dominasi dari salah satu pihak.
Penulis : Febrina
Nuur Lathiifah (Staf Sub Bagian Umum KPKNL Pontianak)
KPKNL
Pontianak “Istimewa” (Integritas, Sinergi, Tawakkal, Inovasi, Melayani,
Efisien, Waspada, Amanah)