Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pontianak > Artikel
Kesetaraan Perempuan dan Laki-Laki
Ferawati Anggraeni
Senin, 12 September 2022   |   35951 kali

    “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

(Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945).

    Sebagaimana kutipan di atas, sesungguhnya konstitusi negara kita sudah mengafirmasi tentang kesetaraan di antara warga negara tanpa memandang gender. Hal ini tentu merupakan pondasi penting di dalam melanjutkan perjuangan dan cita-cita R. A. Kartini untuk mewujudkan keadilan bagi kaum hawa di Indonesia. Di mana Kartini berharap perempuan tidak menjadi warga negara “kelas dua” atau berada di bawah laki-laki, ia ingin adanya kesetaraan.

    Sejak Era Orde Baru Pemerintah kita sebenarnya sudah membuka diri terhadap nilai-nilai kesetaraan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Bahkan Indonesia juga mengirimkan wakil untuk bergabung di dalam Komite CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Komite tersebut bertugas mengawal pelaksanaan hasil konvensi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) tentang nilai-nilai kesetaraan, yang diisi oleh wakil dari berbagai negara di dunia.

    Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, Indonesia diantaranya pernah diwakili oleh Ida Soekaman (1987), Prof. Dr. Ir. Pudjiwati Sajogyo (1987-1990), Prof. Dr. Sunaryati Hartono (1995-1998), dan Sjamsiah Achmad (2001-2004). Hal ini menunjukkan adanya keseriusan pemerintah dalam mengawal isu kesetaraan. Kemudian, di Era Reformasi Presiden Abdurahman Wahid mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.

    Pada lingkup Kementerian Keuangan sendiri, di dalam menindaklanjuti instruksi presiden tersebut telah dibuat Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender. Buku ini disusun bersama-sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Tahun 2010. Kemudian, juga telah disusun Buku Panduan Pelatihan Pengarusutamaan Gender Kementerian Keuangan, serta Buku Panduan Pemantauan dan Penganggaran Responsif Gender di Kementerian Keuangan.

    Dalam implementasinya Kementerian Keuangan juga sudah menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung program pengarusutamaan gender. Di antaranya seperti nursery room, pemisahan toilet antara laki-laki dan perempuan, pemisahan mushola, parkir prioritas untuk ibu hamil, tangga ramah perempuan dan laki-laki, sistem informasi layanan pada front office, fasilitas poliklinik dan obat, serta penyediaan kursi roda dan payung di pintu masuk ruang tunggu.

    Selain melaksanakannya di pusat, Kementerian Keuangan juga mendorong seluruh instansi vertikal yang berada di lingkungannya untuk turut serta mengimplementasikan program tersebut. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan mengadakan lomba implementasi pengarusutamaan gender tingkat kantor pusat Eselon I dan satker vertikal, untuk memastikan program tersebut dilaksanakan sampai bawah.

    Berkat usaha dan perjuangan yang dilakukan dalam mengimplementasikan program pengarusutamaan gender ini, Kementerian Keuangan berhasil mendapatkan beberapa penghargaan. Di antaranya Anugerah Parahita Ekapraya kategori Pratama (2009), Anugrah Parahita Ekapraya kategori Madya (2010 dan 2011), Anugerah Parahita Ekapraya kategori Utama (2012), dan Anugrah Parahita Ekapraya Platinum kategori Utama/Mentor (2014).

    Hal tersebut menunjukkan bahwa iklim pembuatan kebijakan di lingkungan Kementerian Keuangan sudah sangat responsif gender. Kita sebagai perempuan, tentu harus menyikapinya dengan bijak untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi dalam setiap pembuatan kebijakan. Sebab, hal ini juga dijamin oleh Inpres No. 9 Tahun 2000, sehingga tidak perlu adanya ketakutan untuk menyuarakan pendapat, demi mewujudkan keadilan bagi kaum hawa.

    Namun, yang perlu digarisbawahi adalah pengarusutamaan gender bukan berarti mendorong agar perempuan berada di atas laki-laki, sebagaimana tradisi matriarki. Tetapi pengarusutamaan gender ini memosisikan perempuan setara dengan laki-laki, sehingga dalam setiap pembuatan kebijakan aspirasi perempuan dan laki-laki bernilai sama, dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari salah satu pihak.

 

Penulis : Febrina Nuur Lathiifah (Staf Sub Bagian Umum KPKNL Pontianak)

KPKNL Pontianak “Istimewa” (Integritas, Sinergi, Tawakkal, Inovasi, Melayani, Efisien, Waspada, Amanah)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini