Fenomena
digitalisasi telah menyebabkan pergeseran pada dunia bisnis. Model bisnis yang
awalnya konvensional, yang masih mengharuskan transaksi secara tatap muka akan
tertinggal dan tidak dapat dipungkiri akan mengalami kemunduran jika tidak
mengikuti perkembangan dunia digital. Hal itu disebabkan karena masyarakat
lebih menyukai bisnis ataupun jasa yang didapat dengan efisien dan praktis
melalui smartphone yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja.
Digitalisasi juga telah menyebabkan banyak perusahaan melakukan perdagangan
secara elektronik/e-commerce. E-commerce merupakan
penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem
elektronik seperti internet, televisi, dan jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer
dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori
otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.
E-commerce kini
mulai menguasai pasar; menggeser perusahaan yang kalah cepat menangkap respon
pasar terhadap dunia bisnis online. Ketatnya dunia e-commerce membuat
masing-masing perusahaan melakukan berbagai inovasi untuk menarik minat
masyarakat, salah satunya adalah dengan menjual barang dengan cara lelang.
Lelang
sebagai salah satu tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) yang kemudian dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL) sebagai Unit Pelaksana Teknis, saat ini sudah beradaptasi dengan
dunia digital untuk menghindari kemungkinan kemunduran yang terjadi karena
kurang minatnya masyarakat. Lelang konvensional sudah mulai ditinggalkan. Ingin
beradaptasi dengan dunia digitalisasi, lelang dalam perkembangannya sudah
merambah dunia online melalui portal lelang.go.id, pelaksanaan lelang melalui
internet pun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Potensi
lelang dalam industri e-commerce sangat menjanjikan. Hal ini sejalan
dengan perkembangan e-commerce yang berkembang
pesat karena faktor kolaboratif ekonomi. Faktanya, dikutip dari laman
kominfo.go.id berdasarkan hasil survei yang diselenggarakan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengguna internet di
Indonesia per November 2020 adalah sekitar 25,5 juta pengguna. Melalui
internet, apalagi jika dilakukan oleh perusahaan e-commerce yang sudah
memiliki pangsa pasar yang luas dan berkesinambungan, lelang seharusnya
berpotensi besar untuk berkembang menjadi suatu aktivitas bisnis yang dapat
menaikan pendapatan negara melalui bea lelang.
Lelang
sebagaimana disebut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang merupakan penjualan barang
yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan
yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang
didahului dengan pengumuman lelang.
Sedang memperhatikan pendapat Polderman (1913) dan Roell (1932) dalam
buku Prof. Dr. Rochmat Sumitro pada intinya menyampaikan bahwa lelang lebih
tepat dipahami sebagai mekanisme, metode atau cara untuk menunjuk pemenang yang
mengandung kompetisi. Kompetisi sebagaimana dimaksud adalah penawaran harga
semakin meningkat ataupun menurun. Pada akhirnya, kita dapat memahami lelang
sebagai menjual barang yang dilaksanakan terbuka untuk umum yang kemudian
menciptakan sebuah kompetisi penawaran harga dengan maksud mencapai harga
tertinggi dengan sebelumnya telah diumumkan terlebih dahulu (melalui selebaran
dan media massa lebih tepatnya) untuk menarik minat massa sebanyak-banyaknya.
Pelaksanaan
lelang diarahkan pada pelaksanaan yang efisien, adil, terbuka dan akuntabel, sehingga
harus memperhatikan asas-asas seperti asas transparansi, asas kepastian, asas
kompetisi, asas efisiensi dan asas akuntabilitas. Asas akuntabilitas sebagai
bentuk pertanggungjawaban Pemerintah, ditetapkan dalam Pasal 2 PMK
No.27/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang bahwa lelang harus
dilakukan di hadapan Pejabat Lelang dan hasilnya harus dituangkan dalam Risalah
Lelang oleh Pejabat Lelang. Disinilah letak perbedaan lelang yang resmi
dilaksanakan oleh yang memiliki kewenangan dalam hal ini Kementerian Keuangan
cq DJKN cq KPKNL dengan “lelang” yang marak kita dengar sehari-hari.
Kerap
kali dalam kehidupan sehari-hari, juga berseliweran di internet iklan penjualan
secara lelang, bahkan dapat ditemukan website Lelang Kendaraan Online. Merujuk
pada pengertian lelang, proses jual beli yang dilakukan oleh penyelenggara e-commerce
telah memenuhi unsur dalam lelang itu sendiri; seperti ada penjualan yang
terbuka untuk umum (lebih dari satu orang, terjadi kompetisi baik perorangan
atau entitas lain seperti antar dealer), ada penawaran harga yang meningkat
serta tujuan untuk mencapai harga tertinggi serta ada pengumuman dan penetapan
jadwal lelang di flatformnya. Permasalahan selanjutnya adalah ketika e-commerce
melaksanakan lelang namun tidak dihadapan Pejabat Lelang sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 2 PMK No.27/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, juga
bukan dilakukan oleh KPKNL dan/atau Balai Lelang. Tentu akan ada implikasi atau
konsekuensi hukumnya. Perlu diketahui, saat ini konsekuensi yang dapat
ditetapkan untuk pelaksanaan lelang tidak dihadapan Pejabat Lelang adalah Pasal
1a Vendu Reglement (S.1908 No.189) yaitu didenda sebanyak-banyaknya
sepuluh ribu gulden (yang dapat dikonversi oleh Bank Indonesia). Segala
konsekuensi hukum selayaknya dapat diterapkan. Namun, Pasal 1a Vendu
Reglement saat ini diakui sebagai Pasal yang sudah tidak aktif, yang
berarti telah dianggap sudah tidak cukup efektif lagi untuk diterapkan. Hal ini
cukup memprihatinkan dimana pengelola di bidang lelang tidak bisa berbuat
banyak disebabkan regulasi lelang yang tidak kompatibel.
Memaksa
e-commerce untuk tunduk pada Vendu Reglement dapat menghalangi
perkembangan usaha. Tetapi membiarkannya begitu saja justru mempertanyakan
ketegasan Pemerintah mengenai regulasi di bidang lelang. Disinilah
kemudian dirasa perlu DJKN mengubah peraturan terkait lelang dengan mulai
memasuki ranah e-commerce. Hal ini sebagai langkah preventif agar pelaksanaan lelang tertib
administrasi dan tidak berindikasi pada bertambahnya kerugian negara, juga
sebagai langkah represif untuk mengembalikan kerugian negara semaksimal mungkin
atas pembayaran bea lelang yang tidak dipenuhi.
Lalu, bagaimana jika saat ini e-commerce ingin melaksanakan lelang? Tentu bisa dengan mendaftarkan diri sebagai Balai Lelang sebagaimana ditentukan PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Balai lelang sendiri merupakan entitas yang dapat didirikan oleh pihak pemerintah, swasta nasional, maupun swasta nasional bersama asing. Ketetapan ini cukup untuk menjadi dasar penyelenggaraan lelang oleh situs online selama mereka memang mendaftarkan diri sebagai balai lelang berizin. Termasuk pejabat lelangnya, bahwa Pejabat lelang yang dimaksud harus mendapatkan izin dan berwenang sebagai Pejabat Lelang Kelas II karena demi penyelenggaraan lelang yang sah, wajib bagi seluruh pihak termasuk pihak situs lelang oleh e-commerce untuk tunduk dan memenuhi ketentuan-ketentuan penyelenggaraan lelang.
Penulis: Siska Nadia, Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Pontianak