Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pontianak > Artikel
Insting Flipper Dalam Perspektif Prinsip Penilaian
Bernadeta Rosariana
Selasa, 29 Desember 2020   |   4580 kali

Latar Belakang

Pasar properti merupakan pasar yang cukup kompleks dan melibatkan banyak pihak mulai dari developer, pemilik, agen, pembeli, notaris, penilai, dll. Semakin besar skala propertinya semakin banyak pihak yang terlibat.  


Berbeda dengan profesi penilai yang sudah cukup dikenal orang, terdapat salah satu pelaku bisnis properti yang mungkin masih asing di telinga kita yaitu flipper. Istilah flipper berasal dari bahasa Inggris flip yang artinya membalikkan. Istilah ini kemudian diserap ke dalam dunia properti menjadi sebuah jenis pekerjaan bernama flipper properti. Secara sederhana, flipper properti berarti seseorang yang pekerjaannya membalik transaksi dari yang tadinya pembeli menjadi penjual dalam waktu singkat. Orang yang berkecimpung di bidang ini disebut flipper dan pekerjaan yang dijalaninya disebut flipping. Tujuan utama seorang flipper mencari capital gain yang didapatkan dari properti sebagai objek transaksinya.


Tulisan ini bertujuan untuk mengulas prinsip penilaian dari sisi seorang flipper berdasarkan pengalaman penulis sebagai seorang penilai dan seorang flipper properti di Kota Depok, Jawa Barat.

 

Highest & Best Use (Pemanfatan Tertinggi dan Terbaik)

Pada daerah berkembang seperti Kota Depok, seringkali ditemui properti yang underimprovement. Salah satu contoh, akibat adanya pelebaran jalan, menyebabkan adanya peningkatan jumlah lalu lintas dan rumah-rumah yang berada di sekitar perlahan berubah menjadi properti komersil. Seorang fliper yang jeli melihat hal ini sebagai peluang besar untuk meraup keuntungan karena bisa membeli calon properti komersial dengan harga residensial.


Hal yang berbeda terjadi di salah satu kompleks ruko di perumahan XX Tangerang. Harga ruko yang ditawarkan tidak mengalami kenaikan sejak di-launching pada tahun 2014, bahkan harga ruko second yang dijual lebih murah apabila dibandingkan dengan harga rumah di kompleks perumahan yang sama. Berdasarkan pantauan, sejak di-launching, tidak banyak usaha yang dibuka di kompleks ruko tersebut. Banyaknya ruko yang masih kosong dan banyak ruko yang dijual kembali oleh pembeli pertama menunjukkan banyak flipper yang ”zonk”.


Berdasarkan analisis penulis, kompleks ruko tersebut tidak memenuhi aspek fisik pada analisis HBU untuk dikembangkan sebagai kompleks ruko. Faktor lokasi ruko yang berada pada jalan buntu menjadikan tidak banyak dilalui oleh pengunjung di luar perumahan tersebut. Selain itu, tidak ada bisnis/jenis usaha anchor yang mampu sebagai penarik calon pengunjung. Praktis calon pengunjung ruko hanya berasal dari perumahan setempat dengan jumlah KK yang tidak terlalu banyak.   

 

Suplay & Demand (Penawaran & Permintaan)

Imbas dari covid- 19 menyebabkan banyaknya PHK karyawan ataupun pemotongan gaji karyawan yang menyebabkan daya beli menurun drastis sehingga properti bukan lagi kebutuhan mendesak saat ini. Lebih parah lagi, Bank-bank memperketat pengucuran kredit pemilikan rumah hanya terbatas pada PNS, pengawai BUMN atau perusahaan mutinasional yang performanya dipandang tetap stabil walaupun dilanda Covid 19. Kombinasi yang dasyat yang menyebabkan anjloknya permintaan.


Penawaran properti sendiri bersifat inelastic. Setelah booming properti pada beberapa tahun sebelumnya, developer besar dan kecil berlomba-lomba menambah stok dengan tujuan meraup keuntungan lebih besar, yang menyebabkan penawaran di Kota Depok pada tahun 2020 cukup melimpah dan cenderung oversupply.


Melihat ketidakpastian pasar belakangan ini, sebagian flipper memilih untuk banting harga untuk mengurangi pembengkakan cost of capital. Penulis sendiri pun memilih membanting harga dengan tujuan mengurangi stok rumah yang dijual. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, rumah di lokasi perumahan Griya XX rata-rata laku terjual dengan harga Rp600 jutaan, saat ini terpaksa dibanderol turun Rp50 juta agar cepat laku. Jumlah pembeli cash yang sangat terbatas di masa pandemi seperti ini merupakan raja.

Sebagian flipper lainnya memilih untuk menahan dengan harapan setelah adanya vaksinasi, segera ada pemulihan ekonomi yang berdampak pulihnya permintaan.

 

Pengganti (Substitution)

Bagi flipper, estimasi harga akusisi dan harga jual suatu properti merupakan proses yang sangat penting dan dibutuhkan keakuratan, karena konsekuensi langsung berupa keuntungan maupun kerugian di depan mata.


Seperti seorang penilai, seorang flipper melakukan proses valuasi (walaupun mungkin lebih sederhana) untuk menentukan apakah harga akusisi dari suatu properti yang ditawarkan termasuk undervalue maupun overvalue.

Setelah itu, flipper juga harus mempu mengestimasi harga properti setelah dijual nanti. Harga yang harus mencover pengembalian modal, biaya-biaya legalitas, biaya renovasi termasuk margin keuntungan. Dalam estimasi harga jual, flipper juga menganalisis faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari rumah tersebut, faktor-faktor yang bisa menjadi nilai tambah dalam mendongkrak harga jual.


Flipper paham betul bahwa pembeli tidak akan membayar lebih terhadap properti yang sama selama masih ada properti pengganti. Terlebih lagi dengan adanya perkembangan internet yang luar biasa dimana tersedia banyak platform khusus jual beli properti menyebabkan keterbukaan arus informasi terkait harga properti di sekitar properti yang dijual sehingga harga dari suatu properti akan terkoreksi oleh harga properti lainnya.

Penentuan harga jual oleh flipper dilakukan bersamaan dengan estimasi harga akusisi bahan baku. Dalam hal harga jual properti tidak mampu menutupi biaya akusisi bahan baku, renovasi, biaya legalitas, margin keuntungan dll, artinya properti tidak menguntungkan untuk diakusisi.


Pengalaman yang cukup menarik di tahun 2014. Terdapat sebuah rumah second type 55/72 di suatu perumahan dengan segmen menengah ke bawah di Kota Depok yang telah ditawarkan selama setahun dengan harga penawaran Rp300 juta. Proses pemasarannya pun terbilang cukup baik karena dilakukan diberbagai platform jual beli properti online. Melihat lama waktu pemasaran dan cara pemasaran yang cukup layak, seorang penilai, dengan cepat menyimpulkan nilai pasar rumah tersebut pasti di bawah Rp300 juta dan benar harga akusisi rumah tersebut di angkat Rp265 Juta. Sampai pada tahap ini kesimpulan seorang penilai terkait nilai rumah tersebut mungkin cukup akurat.

Selanjutnya setelah akusisi, rumah tersebut dilakukan perbaikan minor dengan total biaya perbaikan yang tidak lebih dari Rp5 juta. Secara teori, nilai pasar rumah tersebut setidaknya diangka Rp270 juta. Bagaimana menurut anda?


Bagi seorang flipper, ternyata bisa berbeda. Rumah tersebut dapat laku dalam waktu yang lebih singkat yaitu 1 bulan dengan harga yang cukup fantastis Rp375 juta. Dengan kenaikan Rp110 juta, beberapa berpendapat bahwa kemungkinan besar harga jual Rp265 juta tidak mencerminkan syarat-syarat  nilai pasar ataupun data outlier. Benarkah demikian? Fakta menunjukkan 1 bulan setelah rumah tersebut laku, terdapat 2 rumah dengan tipe dan lokasi yang sama yang di-flip dengan harga akusisi Rp270 juta. Dan anehnya lagi hanya dalam perbaikan minor dan pemasaran standar, dalam waktu 1 bulan kemudian, kedua rumah tersebut laku diangka Rp385 dan Rp390 juta.

Sehingga berapakah nilai pasar rumah itu yang sebenarnya?

 

Antisipasi (Anticipation)

Antisipasi merupakan salah satu prinsip utama seorang flipper. Harapan akan keuntungan atau ketidakuntungan di masa yang akan datang akan mempengaruhi harga suatu properti. Informasi merupakan hal yang sangat berharga bagi seorang flipper misalnya terkait informasi  pembangunan sarana dan prasarana lingkungan, rencana pelebaran jalan, dll. Informasi tersebut menjadi pertimbangan dalam menentukan target akusisi dan peluang keuntungan bagi seorang flipper.  

 

Perubahan (Change)

Perubahan merupakan suatu keniscayaan. Perubahan terhadap suatu faktor dapat mempengaruhi nilai suatu properti dan tingkat keterjualan properti. Bagi seorang flipper, selera masyarakat salah satu faktor penting dan wajib diperhitungkan secara matang karena konsumen adalah raja.

Pada tahun 2012-2015, rumah tipe minimalis merupakan idola, sehingga tingkat keterjualannya lebih tinggi dibandingkan model lainnya. Memasuki tahun 2018, pasar mulai jenuh dengan model minimalis yang cenderung kaku dan terlalu sederhana. Terjadi pergeseran selera masyarakat terutama kaum milenial untuk mencoba model rumah yang unik dan instagramable seperti farmhouse, industrial dll. Kesalahan Flipper menentukan aliran renovasi, dapat berdampak fatal bagi harga jual dan lamanya penjualan. Kesalahan pemilihan renovasi berdampak pada penyusutan fungsi pada pendekatan biaya.

 

Penyesuaian (Conformity)

Salah satu tahapan setelah akusisi rumah adalah proses renovasi sebagai faktor pendongkrak nilai. Dalam penentuan skala pengembangan/renovasi suatu rumah wajib menyesuaikan dengan lingkungan. Investasi besar untuk merenovasi rumah sederhana menjadi rumah mewah di tengah lingkungan perumahan menengah bisa jadi merupakan kesalahan fatal. Segmen pembeli rumah mewah tentu pula adalah orang berduit yang memiliki preferensi yang lebih kompleks, seperti prasarana yang lebih baik, lokasi yang lebih strategis, luas tanah yang lebih besar dan mungkin gengsi yang lebih tinggi.

 

Keseimbangan (Increasing & Decreasing Return/Balance)

Penambahan biaya untuk renovasi suatu bagian dalam suatu properti belum tentu memberikan added value. Dengan tingkat kriminalitas Kota Depok yang tinggi, penambahan pagar pada rumah, memberikan efek kenaikan nilai pada rumah secara langsung.

Sebaliknya, penambahan biaya untuk renovasi namun ukuran ruang yang tidak standar, jumlah kamar mandi yang berlebihan, style fasad yang tidak sesuai selera pasar, pada umumnya, tidak menciptakan added valued dari suatu rumah. Seorang flipper harus jeli menentukan pengembangan mana saja yang mampu menciptakan added value sebagai peluang menambah keuntungan.


Pengalaman penulis, terdapat 2 rumah yang merupakan bahan baku flipping dengan model fasad awal yang mirip. Kedua rumah terletak di perumahan yang sama. Agar variatif dan unik, kedua fasad rumah dibedakan namun tetap mengusung aliran farm house yang instagramable. Biaya renovasi keduanya pun hampir sama dengan maksud agar harga jualnya pun sama. Perbedaan fasad keduanya termasuk mencakup perubahan minor pada bentuk atap. Hal sepele yang ternyata berdampak signifikan ketika dijual. Pemilihan bentuk atap rumah pertama yang keliru, membuat rumah seolah terlihat pendek. Sementara bentuk atap rumah kedua membuat rumah terkesan lebih tinggi walaupun secara faktanya hanya kamuflase mata, karena tinggi plafon kedua rumah adalah sama. Terbukti pada saat pemasaran, rumah kedua hanya butuh 1,5 bulan untuk sampai ke tahap deal sementara rumah pertama membutuhkan waktu yang lebih panjang yaitu 1 tahun. Harga yang terbentuk pun sejalan dengan teori penilaian, dimana harga jualnya berselisih hampir 30 juta yang merupakan kemunduran fungsi akibat fasad rumah pertama yang tidak tepat.    

 

Eksternalitas (Externalities)

Selain faktor internal, nilai suatu properti ditentukan faktor-faktor di luar properti tersebut. Terdapat sebuah rumah yang dipasarkan oleh rekan flipper beberapa waktu lalu. Secara umum, lokasi rumah berada di lokasi yang strategis dengan akses yang baik, fasilitas perumahan pun terbilang cukup baik. Tingkat keterjualan rumah di lokasi tersebut cukup tinggi karena pengalaman penulis telah berhasil menjual beberapa rumah di lokasi yang sama dengan waktu penawaran yang pendek. Secara fisik rumah tersebut telah direnovasi dengan cukup baik dengan fasad yang mengikuti tren. Harga penawaran pun terbilang sudah sesuai nilai pasar sehingga secara teori seharusnya properti tersebut dapat laku dengan harga yang cukup baik. Namun sampai dengan 2 tahun properti tersebut dipasarkan, rumah tersebut belum laku walaupun telah diiklankan dengan iklan berbayar pada beberapa platform jual beli properti online. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah yang salah dengan rumah ini?


Setelah diskusi panjang dengan rekan flipper tersebut, diketahui biang kerok penyebab susahnya rumah tersebut laku. Kebanyakan konsumen yang awalnya berminat, tiba-tiba  mundur setelah melakukan survei lokasi dan mengamati “kebiasaan” tetangga sebelah rumah yang cukup aneh yaitu memasak dan mencuci pakaian di area carport rumah. Suatu kebiasaan yang cenderung merusak pemandangan dan membuat tidak nyaman siapapun tetangga rumah tersebut. Eksternalitas sepele yang ternyata membuat rumah yang normal pun menjadi susah laku.


Pengalaman berbeda dari penulis yang mendapatkan kendala ekternalitas yang tidak “biasa” yaitu gangguan makhluk halus pada properti yang dijual. Eksternalitas yang di luar nalar namun nyata terjadi. Berawal dari proses penebangan tanaman kamboja di samping rumah yang rencananya untuk dibangun sebagai kamar tambahan yang diharapkan menjadi added value. Tiada disangka penebangan kamboja yang ternyata merupakan markas makhluk halus tersebut berbuntut panjang. Beberapa tukang dan kenek bergantian sakit mendadak tanpa sebab. Mengingat efek gangguan eksternalitas tersebut apabila dibiarkan dapat berdampak pada nilai properti, maka satu-satunya cara adalah dengan memindahkan domisilinya ke tempat lain dengan bantuan “orang pintar”. Percaya tidak percaya.

 

Kesimpulan

Dari beberapa pengalaman di atas, dapat disimpulkan walau berbeda peran, berbeda latar belakang pendidikan, namun penilai dan flipper mempunyai suatu kesamaan. Kedua melakukan pengamatan pasar, melakukan survei untuk mengetahui harga properti, melakukan analisis terhadap suatu properti dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai secara detail, bahkan keduanya mengeluarkan indikasi nilai. walaupun tujuannya berbeda sesuai kepentingan masing-masing.

Bagaimana kalau seorang penilai merangkap menjadi seorang flipper? Tentu sangat menyenangkan. Bagi flipper, dengan basic penilai dia dapat menentukan nilai pasar untuk akusisi dan jual dengan akurasi yang lebih baik. Bagi seorang penilai, pengalaman sebagai flipper membantunya meng-capture perilaku pasar yang terkadang sukar ditebak.

 

 

Penulis

Fransiscus Raja Doly, ST, M.Ec. Dev

Kasi Pelayanan penilaian KPKNL Pontianak 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini