Ketika ada seseorang yang produktif menghasilkan output-output pekerjaan, sedangkan kita terkadang untuk dapat fokus beberapa saat saja terasa sulit. Sebetulnya apa yang sedang terjadi?
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Pada tahun 1997, seorang ekonom
bernama Herbert A. Simon telah memprediksi bahwa kedatangan era informasi yaitu
era dimana sumber daya informasi itu sangat kaya dan dapat diakses dengan mudah
melalui internet ataupun sosial media akan menciptakan suatu kemiskinan atau
bahkan kelangkaan terhadap atensi manusia.
Atensi seseorang dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kita sedang menuangkan energi
kognitif kita untuk satu objek atau kegiatan tertentu. Nilai atensi seseorang
dapat diukur dengan melihat seberapa lama orang tersebut mampu menuangkan
waktunya untuk hanya fokus dalam suatu objek atau kegiatan tertentu. Dengan
begitu, untuk dapat fokus dalam waktu yang lama kita juga perlu kemampuan untuk
dapat menolak distraksi/gangguan. Kita perlu yang namanya “self control”.
Self control merupakan kemampuan yang sangat penting agar kita
dapat sukses di bidang apapun. Sebuah riset yang dilakukan oleh The Dunedin
Study (Dunedin Multidisciplinary Health
and Development Study is a detailed study of human health, development and
behaviour), menganalisa 4000 anak dari usia balita hingga menuju usia
dewasa. Hasil riset ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan anak
tersebut untuk bisa mengontrol dirinya, maka semakin tinggi kecenderungan anak
tersebut untuk sehat secara fisik dan sukses secara finansial, bahkan studi ini
menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengontrol diri menjadi hal yang sama
pentingnya dengan latar belakang finansial seseorang ataupun nilai IQ. Pada
tahun 1990-an, seorang fisikawan bernama Michael
Goldhaber juga memberikan peringatan bahwa ekonomi dunia telah mengalami
suatu pergeseran dari ekonomi berbasis materi menjadi ekonomi berbasis atensi.
Jaman sekarang atensi manusia
merupakan sumber daya yang paling dicari oleh perusahaan-perusahaan besar untuk
mendapatkan keuntungan. Padahal hari ini kita semakin sulit untuk fokus
mengerjakan sesuatu atau belajar dengan tenang. Semua ini dikarenakan kebutuhan
kita yang semakin besar akan cheap
dopamine mengikuti trend-trend yang selalu berubah dengan sangat cepat. Ada
riset yang menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan manusia untuk fokus atau
rentang perhatian kita semakin lama semakin menurun dari angka 12 detik di
tahun 2000 menjadi 8,25 detik saja di tahun 2015. 1500 (seribu limaratus) kali
dalam seminggu merupakan rata-rata pengguna sosial media mengecek sosmednya, minimal
3 jam dalam sehari mereka menggunakan platform tersebut.
Sumber daya atensi manusia
semakin menipis dan terbatas yang pada akhirnya karena saking mudahnya
mengakses apapun melalui internet yang pada akhirnya hidup kita yang sangat
berharga akan termakan oleh waktu itu sendiri. Atensi kita yang sebetulnya bisa
kita gunakan untuk fokus pada suatu keinginan atau pencapaian semakin susah
kita dapatkan.
INNER FOCUS
Ketika kita ingin fokus untuk
mengerjakan suatu project atau kegiatan tertentu, seringnya kita hanya
mengandalkan pikiran logika kita, sama seperti robot dan mesin yang mengolah
sesuatu hanya berdasarkan suatu perhitungan dan angka. Namun dalam riset neuropsychology, emosi justru memegang
peranan yang penting dalam menentukan aksi atau tindakan kita. Maka yang kita
perlukan untuk fokus mengerjakan sesuatu itu bukan hanya dengan mengandalkan
pikiran logika kita namun juga harus pintar memanipulasi emosi kita sendiri.
Seorang ilmuan mencoba
menjelaskan kaitan antara emosi dan fokus seseorang dengan membuat sebuah model
skematik. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa performa fokus tertinggi
seseorang adalah ketika berada dalam keadaan state of flow yakni
dimana seseorang dapat 100 persen fokus dengan apa yang ia kerjakan tanpa
terganggu atau teralihkan oleh hal lain di sekitarnya. Kondisi state of flow ini hanya bisa kita
dapatkan jika kita berada di titik tengah antara emosi stress yang tidak
terlalu rendah tetapi tidak juga terlalu tinggi. Ketika kita berada dalam
kondisi stress yang terlalu rendah disebut kita berada dalam kondisi state
of disengage (kekurangan motivasi). Mungkin karena pekerjaan yang
terlalu membosankan atau pekerjaan sehari-hari tidak memiliki arti yang
mendalam. Kondisi ini sering terjadi ketika kita duduk di depan meja komputer
atau sedang bekerja, dan kita dengan mudah terganggu oleh distraksi yang
menghambat pekerjaan kita seperti bermain medsos dan sebagainya. Saat itu
terjadi, kita sedang tidak terhubung oleh kesadaran penuh kita sendiri. Kita
perlu kembali terhubung dengan diri kita dengan mencari tujuan yang kuat dan
alasan mengapa kita bersedia menyelesaikan pekerjaan yang kita kerjakan.
Semakin suatu pekerjaan memiliki tujuan dan arti yang mendalam, maka semakin
mudah pula kita untuk berfokus, memanipulasi emosi dan menolak
distraksi/gangguan untuk menuju kondisi state
of flow.
“Kita tidak akan pernah bisa mengerjakan sesuatu secara maksimal jika
kita tidak memiliki ikatan emosional dengan pekerjaan tersebut”
Seorang neurolog bernama Anthonio
De Marco (Neuropsychologist in Union, NJ
and has over 12 years of experience in the healthcare field) berkata segala
keputusan yang kita perbuat mulai dari apa yang harus kita lakukan untuk masa
depan, pekerjaan apa yang harus dipilih dan lain sebagainya merupakan keputusan
yang kita buat dengan menggambar ulang memori pembelajaran dan pengalaman hidup
yang pernah kita dapatkan. Proses penggambaran memori dalam otak kita tersebut
ternyata hanya sedikit memiliki konektifitas pada otak kita yang mengolah
logika maupun penyusunan kata, dan justru memiliki konektifitas yang sangat
kaya terhadap bagian sel tubuh kita yang bernama “Gastrointestinal Tract” yaitu perut.
Ketika George Lucas mencoba
membuat film Star Wars, secara logika ini merupakan suatu hal yang tidak masuk
akal untuk dilakukan, dimana ia memutuskan untuk mengelola seluruh kegiatan
dalam filmnya mulai dari pencarian dana sampai pembuatan film tanpa campur
tangan dari pihak studio yang telah mengelola seluruh kegiatan produksi di
film-film Lucas sebelumnya. Alasan Lucas adalah ia tidak suka cara pihak studio
mengelola filmnya. Saat itu Lucas mempertaruhkan seluruh uang dan karirnya
untuk dapat membuat film tersebut, namun ia tetap percaya pada firasatnya bahwa
ia harus menyelesaikan film Star Wars dengan caranya sendiri. Ikatan emosional
tersebut menumbuhkan motivasi dan bahan bakar yang sangat efektif bagi Lucas
untuk mengerjakan film tersebut (Star Wars).
“Emosilah yeng membuat kita dapat menilai bahwa suatu pekerjaan itu
baik, buruk atau biasa saja. Tanpa adanya emosi dalam suatu pekerjaan,
pekerjaan yang kita lakukan akan terasa hampa.”
MENJELAJAHI KEBOSANAN
Sebaliknya, ketika kita
mengerjakan sesuatu dalam kondisi stress yang terlalu tinggi (state
of frazzle) maka artinya kita sedang berada dalam tekanan yang membuat
kita frustasi. Mungkin karena tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak, masalah
baru yang sulit untuk dipecahkan atau kurangnya dukungan dari sisi finansial
ataupun emosional. Ketika berada dalam situasi ini, otak akan terus-menerus
memikirkan hal negatif yang berada diluar kontrol kita. Hal ini membuat kita
sulit fokus dan tentu berdampak pada performa kerja. Jika tidak segera diatasi
maka kita akan mencap dunia ini sebagai tempat yang kelam dan negatif, dan
perhatian kita akan mudah teralihkan ke kesenangan jangka pendek. Saat berada
dalam kondisi seperti ini, ada baiknya berhenti sejenak dan beristirahat untuk
mengurangi stimuli yang sudah terlalu banyak diberikan pada otak.
PEMBAGIAN JENIS ATENSI MENJADI DUA KELOMPOK BESAR
Atensi pikiran kita dapat dibagi
menjadi 2 (dua) yakni :
CARA MENINGKATKAN FOKUS SAAT BEKERJA
Sebelum mulai
melakukan pekerjaan, akan lebih baik kalau kita memiliki daftar tugas yang
harus dikerjakan. Tentukan prioritas dari tugas-tugas tersebut dengan cara
mengurutkan tugas apa yang paling penting untuk diselesaikan terlebih dahulu
sampai pada bagian terakhir yaitu tugas yang bisa ditunda pengerjaannya.
Dengan
memiliki daftar tugas, kita bisa lebih cermat dan teliti selama bekerja. Selain
itu, kita juga bisa meminimalisir kemungkinan ada tugas yang terlupa untuk
dikerjakan.
Seseorang memiliki rentang waktu tertentu sebelum perhatiannya teralihkan dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Pengalih perhatian yang umum terjadi adalah gangguan teknologi seperti getaran telepon, tanda pesan masuk atau notifikasi dari sosial media.
Mengutip dari American Psychologycal Associaton, Larry
Rosen, seorang profesor emeritus psikologi di California State University
memberikan solusi untuk mengembalikan fokus kerja yaitu berupa technology break
atau jeda teknologi. Caranya adalah dengan mengambil rehat sejenak untuk
membuka ponsel setelah 15 menit bekerja tanpa gangguan.
Agar terhindar
dari gangguan selama waktu bekerja, Anda dapat mematikan, menyetel ponsel dalam
mode senyap atau membalik layar ponsel menghadap ke bawah. Setelah berhasil
fokus kerja selama 15 menit, Anda bisa menambah rentang perhatian lebih lama
sebelum melakukan jeda teknologi.
Umumnya
konsentrasi kerja dapat berkurang setelah sekitar 30 menit. Maka penting untuk
beristirahat sejenak agar tetap bisa fokus kerja. Terlebih lagi, tidak jarang
jeda teknologi hanya dibutuhkan selama beberapa detik atau menit saja untuk
bisa tetap fokus kerja.
Mindfulness dikenal sebagai suatu
pikiran dan perasaan yang hidup sepenuhnya saat ini juga. Melalui cara ini, kita
dapat mengarahkan fokus diri hanya pada pekerjaan, tidak bercabang ke banyak
hal lain yang tidak memiliki kaitan dengan tugas yang sedang dikerjakan. Dengan
begitu, pekerjaan akan cepat selesai karena kita tidak membagi pikiran dan
perasaan ke hal lain yang tidak begitu penting.
Bukan rahasia
lagi jika dehidrasi bisa membuat hilangnya konsentrasi dan tidak fokus. Itulah
alasannya kenapa minum air mineral menjadi sangat penting, sebab sebanyak 60
persen tubuh manusia mengandung cairan. Faktanya kehilangan sedikit saja cairan
di dalam tubuh akan memengaruhi kinerja otak seperti gangguan konsentrasi dan
suasana hati, bahkan dapat memicu munculnya sakit kepala.
Ada istilah monotasking dan multitasking dalam bekerja. Monotasking
berarti fokus mengerjakan tugas satu per satu dengan konsentrasi penuh,
sedangkan multitasking adalah
mengerjakan banyak tugas di saat yang bersamaan.
Melakukan monotasking dipercaya bekerja bisa lebih
fokus, menumbuhkan disiplin diri, menguatkan kemampuan konsentrasi, dan dapat
memberikan rasa tenang saat mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan multitasking yang bisa menurunkan
konsentrasi, merusak memori serta fungsi otak, bisa memberikan rasa lelah
berlebihan, dan akibatnya membuat kita jadi kurang detail saat mengerjakan
tugas. Maka, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah dengan mengerjakan tugas
satu per satu.
Dengan
meningkatkan fokus kerja, maka selain produktivitas bisa membaik, kita juga
jadi lebih mudah mempelajari hal-hal baru, mencapai tujuan, dan beradaptasi
dengan baik di berbagai situasi.
Penyusun : Ratih Prihatina, Pelaksana
Pada Seksi Hukum dan Informasi
Sumber :
(1)
https://www.sehatq.com/artikel/cara-agar-fokus-kerja
(2)
https://www.ruangkerja.id/blog/fokus-bekerja-di-kantor-tanpa-distraksi-yakin-bisa
(3)
https://youtu.be/LTCbrTsIFb8, Kevin
Tanjaya, “Aset Mental Yang Langka”