Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
merupakan unit kerja vertikal di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) yang mempunyai visi Menjadi Pengelola Kekayaan Negara yang Profesional
dan Akuntabel dalam rangka mendukung visi Kementerian Keuangan: Menjadi
Pengelola Keuangan Negara untuk mewujudkan Perekonomian Indonesia yang
Produktif, Kompetitif, Inklusif, dan Berkeadilan, serta untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Salah satu dari 5 (lima) misi DJKN sebagai penjabaran visi
tersebut adalah mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil,
dan kompetitif sebagai instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan
masyarakat. Salah satu jenis lelang yang dilaksanakan oleh KPKNL adalah lelang
eksekusi pasal 6 Undang-Undang No 4 Tahun 1996 (UUHT) yakni lelang eksekusi
tanah dan atau bangunan atas macetnya pembayaran kredit oleh debitur pada bank
atau lembaga pembiayaan lainnya.
Status kelancaran pembayaran angsuran yang merupakan
kewajiban debitur kepada lembaga pembiayaan lumrah dikenal dengan penyebutan
status kolektibilitas (kol). Pengertian kolektibilitas dan macam status
kolektibilitas pembayaran akan penulis uraikan dengan penjabaran di bawah ini.
Kolektibilitas (Bahasa Inggris: collectability) merupakan klasifikasi status keadaan pembayaran
angsuran bunga atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh debitur serta tingkat
kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga
atau penanaman lainnya. Dalam filosofi pembayaran kembali kredit, terdapat dua
dasar analisis debitur dalam pemberian kredit, yaitu itikad baik/kemauan
membayar (willingness of payment) dan
kemampuan membayar (ability of payment)
dimana untuk menentukan karakter calon debitur diperlukan peninjauan track
record secara kuantitatif terhadap kualitas riwayat kredit calon debitur yang
ditandai melalui pengecekan kolektibilitas. Sedangkan menurut Otoritas Jasa
Keuangan, kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok
dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali
dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga atau penanaman lainnya. Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia, kolektibilitas dari suatu pinjaman dapat
dikelompokkan dalam lima kelompok, yaitu lancar, dalam perhatian khusus
(special mention), kurang lancar, diragukan, dan macet.
Fase awal ini disebut prescreening yang harus dilewati setiap calon debitur. Di
Indonesia, pengecekan kolektibilitas dapat diakses secara rahasia oleh pegawai
bank ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) melalui SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN
(SLIK). SLIK sendiri merupakan Sistem informasi yang dikelola oleh Otoritas
Jasa Keuangan untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan
informasi di bidang keuangan. Melalui SLIK, bank dapat menentukan apakah
seorang debitur layak diterima pengajuan kreditnya atau tidak. Sebab data
tersebut memuat rekam jejak keuangan secara lengkap, termasuk sejarah tunggakan
atau utang. Berdasarkan hal ini bank bisa menentukan nilai seseorang sekaligus
karakter mereka soal keuangan. Dari nilai tersebut, munculah beberapa status
sebagai acuan pemberian pinjaman.
Status kolektibilitas dalam dunia perbankan
diklasifikasikan oleh bank sentral menjadi lima status / lima kol (kolek) dari
yang tertinggi hingga yang terendah yakni : (1) Kol-1 (LANCAR), (2) Kol-2
(DALAM PERHATIAN KHUSUS), (3) Kol-3 (KURANG LANCAR), (4) Kol-4 (DIRAGUKAN), dan
(5) Kol-5 (MACET). Adapun status Kol-1 sampai Kol-2 tergolong Performing Loan (PL) sedangkan Kol-3 sampai
Kol-5 tergolong Non-Performing Loan
(NPL). Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Status
kolektibilitas kredit perbankan dapat diuraikan yakni :
Kol-1 (LANCAR)
Kol-1 atau Kolek 1 dengan tagar (LANCAR) adalah status
kolektibilitas tertinggi yang tergolong Performing
Loan (PL) dan ditandai dari riwayat pembayaran angsuran bunga atau angsuran
pokok dan bunga kredit tiap bulannya tepat atau kurang dari tanggal jatuh tempo
pembayaran bulanannya (tanpa cela). Kol-1 merepresentasikan karakter/watak yang
baik debitur karena kelancaran membayar kewajibannya. Atau dengan kata lain apabila
debitur selalu membayar pokok dan bunga tepat waktu. Perkembangan rekening
baik, tidak ada tunggakan, serta sesuai dengan persyaratan kredit.
Kol-2 (DALAM PERHATIAN KHUSUS)
Kol-2 atau Kolek 2 dengan tagar (DALAM PERHATIAN
KHUSUS) yang populer dalam dunia perbankan disingkat DPK, merupakan status kolektibilitas
yang tergolong Performing Loan (PL)
dimana ditandai oleh keterlambatan membayar debitur melebihi tanggal jatuh
tempo sampai dengan sekurang-kurangnya 90 hari sejak tanggal jatuh tempo atau 3
bulan lamanya (debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 1-90
hari). Penetapan status DPK secara manual juga diberikan apabila debitur masih
dipertimbangkan memiliki aliran kas yang baik namun kurang mampu dalam membayar
kewajibannya. Dalam praktik perbankan, umumnya DPK oleh pihak bank sudah
dianggap buruk walaupun secara teoretis masih tergolong Performing Loan (PL). Penyelesaian kredit bermasalah dengan status
Kol-2 dapat dilakukan melalui penagihan biasa atau melaksanakan restrukturisasi
tergantung kesepakatan antara debitur dengan kreditur.
Kol-3 (KURANG LANCAR)
Kol-3 atau Kolek 3 dengan tagar (KURANG LANCAR) merupakan status kolektibilitas debitur yang terlambat membayar lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo bulanannya sampai dengan sekurang-kurangnya 120 hari atau 3-4 bulan lamanya (debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 91-120 hari). Penetapan status Kol-3 secara manual dapat diberikan oleh bank apabila debitur masih memiliki itikad baik meskipun kemampuan membayarnya kurang memadai namun bank meyakini debitur masih memiliki aliran kas yang cukup baik. Pada tahap status ini, bank berkewajiban mengeluarkan Surat Peringatan (SP) Pertama dan mulai melakukan perhitungan akrual terhadap tunggakan pokok dan bunga berjalan, tunggakan penalti berjalan, tunggakan administrasi pembukuan, dan tunggakan-tunggakan lainnya melalui penerbitan anjak piutang. Apabila masih memungkinkan debitur untuk mampu membayar kewajibannya, restrukturisasi dapat dilaksanakan.
Kol-4 (DIRAGUKAN)
Kol-4 atau Kolek 4 dengan tagar (DIRAGUKAN) merupakan
status kolektibilitas yang menandakan keterlambatan membayar melebihi 120 hari
sejak tanggal jatuh tempo bulanannya atau maksimum 4 bulan ke atas (debitur
menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 121-180 hari). Pada tahap
status kolektibilitas ini, bank sudah harus mengambil asumsi angsuran pokok dan
bunga kredit tidak terbayarkan dan bersiap mengambil kesimpulan penyelesaian
kredit bermasalah melalui pelelangan agunan sesuai pasal 6 Undang-Undang No 4
Tahun 1996 tentang HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH yang berbunyi :
“Apabila
debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas
tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa
jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual
melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada
kreditor-kreditor yang lain (Uraian penjelasan Undang-Undang No 4 Tahun 1996).
Pada tahap ini, secara manual Kol-4 dapat digeser ke
Kol-5 apabila bank telah memperoleh keyakinan bahwa debitur tidak hanya tidak mampu
membayar kewajibannya, tetapi juga tidak memiliki itikad baik untuk
menyelesaikan kewajibannya. Di tahap ini pula, bank berkewajiban mengeluarkan Surat
Peringatan-2 dan Surat Peringatan-3 kepada debitur.
Kol-5 (MACET)
Kol-5 atau Kolek 5 dengan tagar (MACET) merupakan kolektibilitas terendah yang tergolong Non-Performing Loan (NPL) yang merepresentasikan angsuran pokok dan bunga kredit tidak terbayarkan oleh debitur dengan menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 180 hari, sehingga bank berkewajiban melaksanakan penyelesaian kredit bermasalah paling terakhir yaitu melelang agunan untuk menutup PPAP yang terbentuk 100 persen dari aktiva produktif untuk mengcover resiko terburuk kredit. Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas Aset Produktif. Status kolektibilitas Kol-5 atau Kolek 5 lebih populer dengan sebutan Kredit Macet. Bank berhak melakukan pelelangan agunan setelah mengeluarkan Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 kali, menerbitkan anjak piutang, dan melaporkan riwayat penanganan dan penyelesaian kredit, mulai dari riwayat penagihan, negosiasi dan restrukturisasi (bila terdapat restrukturisasi). NPL secara total pada suatu unit kerja perbankan disyaratkan harus di abwah 3 persen sebagai ambang batas coverage Kol-5. Secara makro, bila dibiarkan dapat menyebabkan kondisi perekonomian moneter di Indonesia memburuk dan memiliki trickle down effect terhadap perekonomian keseluruhan.
Sumber Pustaka :
https://www.ojk.go.id/id/OJK-pedia/Default.aspx
Penyusun : Ratih Prihatina / Pelaksana Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Pekalongan