Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kata “SAKPORE” Dalam Jargon KPKNL Pekalongan, Kontribusi Melestarikan Dialek Asli Daerah
Ratih Prihatina
Selasa, 08 Juni 2021   |   2160 kali

“KPKNL Pekalongan... SAKPORE....!!!”

Merupakan jargon yang biasa dipekikkan oleh insan KPKNL Pekalongan, salah satunya dalam penutup acara Galang Semangat Pagi (GSP) hari Selasa dan Kamis tiap minggunya. Pertama kali mengetahui kata “SAKPORE” adalah saat melihat nama profil KPKNL Pekalongan pada laman facebook resmi KPKNL Pekalongan ketika saya masih bertugas pada Kanwil DJKN Jateng dan DIY. Agak mengernyit dahi saat membacanya, sedikit bertanya-tanya apakah mungkin sebuah akun kantor bisa sampai keliru mengetikkan huruf “R” yang seharusnya adalah huruf “L” pada kata “SAKPORE”, sehingga harusnya kata itu adalah “SAKPOLE” yang saya pahami pada bahasa Semarangan artinya adalah “yang paling tinggi/yang paling top”.

Bagi beberapa orang, kesalahan kecil dalam bahasa verbal akan begitu terasa dan mengganggu, untuk kemudian haus akan arti suatu kata baru atau sekedar mengungkapkan penilaian “ini loh kata yang dipakai seharusnya”. Tapi kemudian pikiran itu berlalu saja, pun demikian hari-hari bekerja, berlalu.

Hingga akhirnya SK mutasi akhir tahun 2019 membuat saya berjodoh dengan kota Pekalongan, sekaligus memboyong keluarga ke kota baru ini.  Tinggal di sini membuat makin sering saja telinga mendengar dan mata melihat kata “SAKPORE”, juga dialek asli yang paling sering terdengar yakni kata “po’o” sebagai pengakhir kalimat pembicaraan. Awalnya kata “po’o” sendiri saya kira bisa diartikan seperti dialek semarangan saat menambah partikel “ik” di akhir kalimat, yang tidak menambah arti kata. Kemudian akhirnya mengerti bahwa arti kata “po’o” adalah “hanya atau saja”.

Mari kembali ke kata “SAKPORE”.

Saya menemui kata-kata SAKPORE saat bersepeda keliling kampung, di salah satu nama jalan di kampung tersebut dituliskan jargon “RT 07 Jalan Melati SAKPORE”, kemudian salah satu kios Mi Ayam yang memberi nama warungnya “Mi Ayam SAKPORE”, kemudian pada penjual sate pisang yang menuliskan nama pada gerobak jualannya “Sate Pisang SAKPORE”. Juga kata “SAKPORE” digunakan untuk menamai beberapa aplikasi pelayanan di Pekalongan oleh Pemerintah Daerah.

Merujuk pada salah satu berita pada media lokal Radar Pekalongan, mantan walikota Pekalongan HM Saelany Machfudz SE memaparkan arti kata “SAKPORE” yakni hebat atau top. Pemerintah Kota Pekalongan ingin menggalakkan penggunaan dialek Pekalongan sebagai upaya untuk melestarikan budaya asli Pekalongan. Salah satu langkah yang dilakukan yakni dengan menggelar Lomba menulis Anekdot Dialek Pekalongan. Hal itu dilakukan untuk membangkitkan kembali Dialek Pekalongan agar tidak terhapus oleh perkembangan zaman.

                Akhirnya terdapat kesesuaian atas tebakan terdahulu akan arti kata sakpore yang mirip dengan arti kata sakpole (yang berarti top/hebat). Satu hal yang keliru adalah prasangka saya terhadap laman Facebook KPKNL Pkl Sakpore yang dulunya saya pikir terdapat kesalahan penulisan huruf “R” yang seharusnya “L” pada nama akun tersebut.

Orang bijak mengatakan bahwa pemilihan nama, panggilan, sebutan bisa berarti menyisipkan doa dan harapan bagi yang diberi nama. Nama dan panggilan bukan sekedar penanda. Bagi KPKNL Pekalongan, jargon yang dipilih tentu saja juga menyelipkan doa-doa dan harapan bahwa KPKNL Pekalongan akan dapat terus mempertahankan cita-citanya menjadi salah satu instansi terbaik dalam hal pelayanan kepada masyarakat, menjadi tempat bernaung yang nyaman dan penyemangat untuk pegawainya, serta sebagai instansi yang konsisten berkontribusi kepada negara Indonesia tercinta. Lebih daripada itu, selain sebagai harapan akan tujuan instansi, penggunaan kata “SAKPORE” dalam jargon KPKNL Pekalongan merupakan wujud nyata dukungan kepada Pemerintah Kota Pekalongan untuk ikut melestarikan dialek asli daerah yang harus dipertahankan penggunaannya.

                Salam SAKPORE.

 

(Penulis : Ratih Prihatina, staff Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Pekalongan)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini