Seorang filosof dan panglima perang dari Tiongkok yang hidup pada tahun 544 SM sampai dengan 496 SM bernama Sun Tzu pernah mengatakan: “Siapa yang memahami diri sendiri dan diri lawan secara mendalam akan berada di jalan kemenangan dalam setiap pertempuran, kenali lapangan, kenali cuaca dan kemenangan anda akan lengkap”. Perkataan Sun Tzu tersebut menjadi filosofi dasar dalam dunia intelijen. Secara bahasa kata intelijen berasal dari bahasa Inggris inteligence yang berarti kecerdasan. Beberapa pengertian kata terkait intelijen adalah :
Pengertian intelijen dapat dibagi juga dalam tiga bagian, yaitu:
Bagaimana dengan penggunaan ilmu intelijen ini
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPKNL mengingat tidak ada dalam
struktur organisasi KPKNL maupun Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
sebagai unit eselon I, Direktorat atau Bidang atau Seksi yang secara khusus
memiliki tugas pokok dan fungsi intelijen? Secara organisasi memang tidak ada
unit khusus intelijen pada KPKNL tetapi secara kegiatan dan produk sesungguhnya
sudah dilakukan. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah DJKN Jawa
Barat dalam kegiatan Kemenkeu Corpu Open Class (KCOC) dengan
tema Peran Intelijen dalam Pengelolaan Piutang Negara yang dilaksanakan oleh
Kantor Wilayah DJKN bekerjasama dengan Balai Diklat Keuangan (BDK) Cimahi pada
tanggal 14 Desember 2021 bahwa DJKN harus mengoptimalkan upaya-upaya lain
dalam pengelolaan piutang negara, salah satunya adalah dengan menggunakan
intelijen dalam pengelolaan piutang negara. “Penggunaan intelijen dalam
pengelolaan piutang negara tentunya akan sangat bermanfaat bagi “Pejuang
Piutang Negara” dalam hal pemeriksaan yakni asset dan debitor tracing,
dan tidak menutup kemungkinan kegiatan intelijen ini dapat diterapkan juga pada
tusi DJKN yang lainnya.
Penggunaan
Dasar Dasar Intelijen dalam Pengelolaan/Pengurusan Piutang Negara
Sejak
terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 163/PMK,06/2020 tentang
Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum
Negara dan Pengurusan Sederhana oleh PUPN paradigma Piutang Negara berubah
dalam lingkup siklus Pengelolaan Piutang Negara dimana memperkuat dan
mempertegas wewenang dan tanggung jawab Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum
Negara (BUN) dan Menteri/ Pimpinan Lembaga yang mengelola Piutang Negara.
Terhadap Piutang Negara yang telah dilakukan proses penagihan secara maksimal pada
Kementerian/ Lembaga namun belum lunas maka dapat diserahkan pengurusan piutang
macetnya pada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Dalam mekanisme Pengurusan
Piutang Negara terdapat tiga ujung tombak yaitu Pengelola
Berkas Kasus Piutang
Negara (BKPN) Jurusita dan Pemeriksa Piutang Negara. Pengertian
Jurusita DJKN dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 240/PMK.06/2016 adalah Aparatur Sipil
Negara (ASN)
dilingkungan DJKN Kementerian Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan
tanggung
jawab kejurusitaan.
Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab Jurusita DJKN adalah sebagai
berikut:
Sedangkan
Pemeriksa Piutang Negara adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat
Jenderal yang diangkat oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan, yang
diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Pemeriksaan.
Berdasarkan Pasal 112 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016
tugas Pemeriksan Piutang Negara, sebagai berikut:
Selanjutnya pada Pasal 113 wewenang yang dimiliki
Pemeriksa Piutang Negara adalah dalam melaksanakan Pemeriksaan, Pemeriksa
Piutang Negara berwenang meminta keterangan kepada Penanggung Hutang dan/
atau pihak lain, yang berkaitan dengan :
Dengan
tugas yang cukup berat tersebut maka Pengelola BKPN, Jurusita dan
Pemeriksa Piutang Negara harus memahami dasar dasar intelijen terutama terkait
Penyelidikan dimana pada intinya Penyelidikan adalah kegiatan mengumpulkan
bahan keterangan dengan teknik terbuka maupun tertutup untuk dapat dianalisa
dan disampaikan kepada pimpinan yang digunakan dalam mengambil keputusan.
Teknik terbuka seperti penelitian dan wawancara dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi profil Debitur dan keluarganya, alamat tempat tinggal,
usahanya dan alamat tempat usaha, aktivitas di luar pekerjaan dan sebagainya.
Data tersebut tidak cukup hanya mengandalkan dokumen yang dimiliki oleh
Penyerah Piutang tetapi harus menggali lebih dalam baik media online, media
social, surat kabar dan sebagainya. Sedangkan teknik tertutup secara terbatas
bisa digunakan yaitu dengan wawancara tersamar (eliciting),
pengamatan, penggambaran, penjajakan dan pembuntutan. Penulis masih ingat dalam
Diklat Pemeriksa Dasar yang pernah diikuti penulis dengan pemateri dari Badan
Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dalam praktiknya kita diminta mencari
seseorang dengan ciri-ciri tertentu, mewawancarainya, dan menuangkan dalam
Laporan Kegiatan/ Pelaksanaan Tugas. Sementara dalam Diklat Pemeriksa Lanjutan
dengan Pemateri dari Badan Intelijen Negara (BIN) bentuk praktiknya adalah
penjajakan dan pembuntutan terhadap seseorang atau suatu objek. Kemudian juga
terkait Crash Program yang sedang didengung dengungkan
pemerintah saat ini, diperlukan kemampuan mengidentifikasi debitur Piutang
Negara dengan baik mulai dari identitas, alamat, pekerjaan atau usahanya,
barang jaminan, potensi untuk menyelesaikan dan sebagainya.
Penggunaan
Dasar Dasar Intelijen dalam Pengelolaan Barang Milik Negara
Salah satu
kegiatan dalam Pengelolaan Barang Milik Negara adalah Pengawasan dan
Pengendalian (Wasdal) BMN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian
Barang Milik Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
52/PMK.06/2016. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244//PMK.06//2012 pasal
2 ayat 1 pengawasan dan pengendalian BMN dilakukan terhadap :
a. BMN;
b. pelaksanaan
pengelolaan BMN; dan/atau
c. pejabat/pegawai
yang melakukan pengelolaan/ pengurusan BMN
Kemudian pada pasal 2 ayat 2 terkait ruang
lingkup Wasdal yang dilakukan Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna meliputi
pemantauan dan penertiban. Sedangkan untuk Pengelola Barang pada pasal 2 ayat 3
meliputi pemantauan dan investigasi. Pemantauan dan penertiban pada Pengguna
Barang/ Kuasa Pengguna Barang merupakan pemantauan atas kesesuaian antara
pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan,
Pemeliharaan dan Pengamanan atas BMN yang berada dibawah penguasaannya.
Sedangkan pemantauan dan investigasi pada Pengelola Barang meliputi Penggunaan
BMN, Pemanfaatan BMN dan Pemindahtanganan BMN.
Dengan ruang lingkup pelaksanaan Wasdal
sebagaimana diatas maka Pengelola BMN harus memiliki kemampuan untuk menggali
informasi lebih jauh sebagaimana kegiatan penyelidikan dalam ilmu intelijen.
Bukan hanya mereviu apakah surat persetujuan pemanfaatan yang diterbitkan
sudah ditindaklanjutti oleh satker tetapi juga menggali apakah ada potensi
pemanfaatan atau pemindahtanganan yang bisa didorong untuk diproses lebih
lanjut. Terkait hal ini penggunaan teknik intelijen dapat dilakukan baik teknik
terbuka maupun tertutup. Beberapa contoh sederhana terkait teknik terbuka
sebagai berikut :
1. Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan penelaahan terhadap pemberitaan
umum yang berasal dari surat kabar, majalah, siaran televisi, temuan dan
informasi dari berbagai sumber. Pengalaman yang penulis lakukan adalah
mengikuti akun media sosial yang dimiliki oleh seluruh satker. Yang paling
mudah dipantau dan sering diupdate perubahan isinya oleh satker adalah
instagram. Instagram akan memuat berbagai kegiatan yang dilakukan oleh satker
termasuk kaitannya dengan pengelolaan Barang Milik Negara. Kita bisa melihat
misalnya satker menggunakan gedung pertemuan yang merupakan Barang Milik Negara
bukan hanya untuk tugas pokok dan fungsi tetapi juga diluar tugas pokok dan fungsi
yang perlu dilakukan penertiban terkait persetujuan pemanfaatan juga berpotensi
memberikan pemasukan pada negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP).
2. Wawancara
Pada saat satker datang secara langsung untuk berkonsultasi terkait Pengelolaan
Barang Milik Negara kita dapat melakukan wawancara, menggali informasi secara
lebih detail yang tidak tergambar dalam laporan formal melalui pertanyaan
pertanyaan yang bernilai intelijen. Misalnya ketika satker datang menanyakan
persyaratan penghapusan Barang Milik Negara, kita bisa menggali informasi
tentang potensi pemanfaatan atau BMN yang belum ditetapkan status penggunaannya
bahkan informasi terkait satker lain yang berdekatan atau satu lingkup
Kementerian/ Lembaga dengan melakukan wawancara. Untuk itu kemampuan
berkomunikasi, membangun kedekatan dan kepercayaan, bagaimana memahami bahasa
tubuh sangat diperlukan untuk melakukan wawancara yang efektif.
3. Interogasi.
Penggunaan teknik ini bisa dilakukan terutama untuk interogasi yang
bersifat terbuka bukan klandestain atau tertutup dengan cara membuat obyek
menjadi tertekan. Interogasi yang bersifat terbuka misalnya bisa dilakukan
terhadap satker yang jelas melakukan pelanggaran dalam pengelolaan Barang Milik
Negara seperti membongkar bangunan sebelum ada persetujuan penghapusan. Apalagi
sebelumnya sudah pernah kita jelaskan aturan terkait penghapusan Barang Milik
Negara. Hal ini untuk mengetahui latar belakang perbuatan tersebut tetap
dilakukan dan kemungkinan adanya potensi fraud.
Sedangkan penggunaan teknik intelijen secara
tertutup seperti eliciting, pengamatan, penggambaran, penjejakan,
pembuntutan, penyadapan, penyusupan, penyurupan dan sebagainya sebagiannya bisa
dilakukan terutama terkait pengamatan yang dilakukan secara langsung pada obyek
yang menjadi target.
Selain dalam Pengelolaan/Pengurusan Piutang
Negara dan Pengelolaan Barang Milik Negara penggunaan dasar dasar intelijen
juga tergambar dalam tugas pokok dan fungsi di bidang Pelayanan Lelang
khususnya dalam hal mengenali pengguna jasa kaitannya dengan penerapan Undang
undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), salah satu
bentuk kegiatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang adalah
orang yang membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, macam tindak pidana asal diatur dalam Pasal 2
ayat (1) UU TPPU, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta
Kekayaan tersebut. Kemungkinan lelang bisa menjadi salah satu bentuk
membelanjakan harta hasil tindak pidana yang sejak awal harus diwaspadai.
Tentu semua uraian diatas hanya sebagian dari
penggunaan dasar dasar intelijen terkait tugas pokok dan fungsi DJKN yang kita
sebagian telah melakukannya tetapi dasar teorinya mungkin belum kita pahami
dengan baik sehingga terbuka untuk mengkajinya secara lebih mendalam dengan
mempelajari berbagai referensi terkait hal tersebut atau melalui Diklat / Focus
Grup Discusion dengan menghadirkan narasumber yang kompeten.
Arip Budiyanto (Kepala Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara pada KPKNL
Parepare)
Referensi Utama : Bahan Ajar Teori Intelijen, Pusdik Intelkam Polri
2016