Lelang eksekusi Hak Tanggungan menjadi
salah satu jenis lelang yang paling banyak dilaksanakan dan memiliki peranan
strategis dalam mengumpulkan penerimaan negara. Hal ini tidak lepas dari fungsi
lelang eksekusi itu sebagai sarana penegakan hukum karena lelang dilakukan
untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang
dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Pihak Perbankan sebagai kreditur dan Pemegang Hak Tanggungan Peringkat I
cenderung menggunakan lelang untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan
karena dalam tataran praktek sangat mudah dan cepat dilaksanakan tanpa perlu
fiat pengadilan.
Dalam pelaksanaan lelang eksekusi
hak tanggungan inipun sebenarnya memiliki resiko bagi para pihak yang terlibat
dalam lelang tersebut yaitu berupa gugatan kepada penjual, pembeli, kantor
lelang dan pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan objek lelang tersebut.
Data penanganan perkara KPKNL Parepare mencatat lebih dari 95% gugatan kepada
DJKN c.q. KPKNL Parepare adalah gugatan yang berkaitan dengan pelaksanaan
lelang, meskipun hampir seluruh gugatan yang masuk dapat diselesaikan
kemenangan.
Selain itu, pengurusan peralihan
hak oleh pembeli lelang setelah pelaksanaan lelang di Kantor Pertanahan juga
perlu menjadi perhatian karena pada beberapa kasus pembeli lelang merasa
kesulitan dalam melakukan proses balik nama apabila atas objek tersebut terdapat
gugatan di pengadilan. Apabila hal seperti ini masih terjadi, maka akan
menghambat perkembangan lelang kedepannya mengingat lelang eksekusi hak
tanggungan merupakan lelang yang paling banyak dilaksanakan dan memiliki
potensi gugatan di pengadilan yang besar. Selain itu, kepercayaan masyarakat
yang sudah mulai tumbuh bukan tidak mungkin akan runtuh ketika dihadapkan pada
permasalahan proses peralihan hak objek lelang di Kantor Pertanahan. Pembeli
akan merasa dirugikan ketika sudah menyelesaikan segala kewajibannya sebagai
pembeli lelang, namun ketika akan menggunakan haknya untuk melakukan balik nama
atas objek tanah yang menjadi miliknya berdasarkan bukti Risalah lelang namun terhambat
karena adanya gugatan di Pengadilan.
Gugatan ini biasanya muncul
karena pemilik barang yang merasa tidak puas atau dirugikan dengan adanya
pelaksanaan lelang melalui KPKNL, sehingga melakukan upaya hukum berupa gugatan
atau perlawanan ke Pengadilan. Upaya hukum ini biasanya dibarengi dengan
melakukan permohonan ke Kantor Pertanahan agar sertipikat atas objek yang masih
dalam penyelesaian perkaranya di Pengadilan tersebut tetap dalam status quo sampai dengan perkara
tersebut berakhir dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Mengacu pada ketentuan Pasal 45
ayat (1) huruf (e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah menyatakan bahwa “Kepala Kantor
Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak
jika tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan”, namun
ketentuan ini telah dicabut dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan
Pendaftaran Tanah namun secara prinsip pengaturannya masih sama. Hal ini
tercantum pada Pasal 92 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 yang
menyatakan “dalam hal tanah merupakan
objek perkara di Pengadilan, objek penetapan status quo oleh hakim yang
memeriksa perkara atau objek sita pengadilan, Kepala Kantor Pertanahan menolak
untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak”.
Seharusnya perlu dibedakan
mengenai pengurusan peralihan hak yang diperoleh secara lelang eksekusi hak
tanggungan dengan peralihan hak diluar lelang karena lelang memiliki syarat dan
kondisi tertentu yang melekat karena terkait dari fungsinya yang diantaranya
sebagai penegakan hukum. Mengingat pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT
adalah pelaksanaan peraturan perundang-undangan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggugan yang menyatakan pemegang hak tanggungan pertama memiliki hak untuk
menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan atas piutangnya tersebut.
Pelaksanaan lelang eksekusi Pasal
6 UU Hak Tanggungan dilakukan terhadap obyek yang sebelumnya telah dibebani hak
tanggungan peringkat pertama dan telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan yang dibuktikan
dengan adanya Sertipikat Hak Tanggungan. Selain itu Penjual juga harus memenuhi
persyaratan lelang berupa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor
Pertanahan yang memuat data yuridis dan data fisik atas suatu bidang tanah
tertentu yang digunakan Pelelang untuk mengetahui apakah objek lelang terdapat
gugatan, blokir atau sita dari pengadilan serta melakukan verifikasi atas
kebenaran data dan dokumen yang disampaikan Penjual.
Atas dasar tersebut, seharusnya
Pembeli lelang dalam melakukan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui
lelang cukup berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, pada Pasal 41 ayat (5) terkait pemindahan hak dengan lelang menyatakan “Untuk pendaftaran peralihan hak yang
diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan:
a. kutipan risalah lelang yang
bersangkutan;
b.
(1) sertifikat hak milik atas
satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang
bersangkutan sudah terdaftar; atau
(2) dalam hal sertifikat tersebut
tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala
Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut; atau
(3) jika bidang tanah yang
bersangkutan belum terdaftar, surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b Pasal ini;
c. bukti identitas pembeli
lelang;
d. bukti pelunasan harga
pembelian.”
lebih lanjut, pada bagian penjelasan Pasal 41 ayat (5) PP Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa
Dokumen ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya. Sehingga atas dasar
tersebut, seharusnya dalam pengurusan peralihan hak di Badan Pertanahan oleh pembeli
lelang cukup memenuhi persyaratan pada Pasal 41 ayat (5) diatas.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut, terhadap lelang eksekusi hak tanggungan yang telah dilaksanakan dan atas lelang tersebut diajukan gugatan ke Pengadilan maka ketika ada permohonan blokir ke kantor pertanahan perlu diverifikasi lagi apakah gugatan tersebut diajukan oleh pemilik barang atau oleh pihak-pihak lain yang memang berkepentingan dengan obyek tersebut. Selain itu, diperlukan komunikasi dan pembahasan mengenai proses peralihan hak yang diperoleh melalui lelang apabila dikemudian hari setelah pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT pihak debitur/pemilik barang mengajukan gugatan di Pengadilan sehingga diperoleh titik temu dan kejelasan atas permasalahan tersebut. Dengan adanya kejelasan dan kesamaan persepsi, diharapkan lelang eksekusi sebagai sarana penegakan hukum juga dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pembeli lelang kedepannya.