Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Parepare > Artikel
Kepastian pengurusan Peralihan Hak pada lelang eksekusi Hak Tanggungan
Nor Fuad Al Hakim
Kamis, 16 Desember 2021   |   3474 kali

Lelang eksekusi Hak Tanggungan menjadi salah satu jenis lelang yang paling banyak dilaksanakan dan memiliki peranan strategis dalam mengumpulkan penerimaan negara. Hal ini tidak lepas dari fungsi lelang eksekusi itu sebagai sarana penegakan hukum karena lelang dilakukan untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Pihak Perbankan sebagai kreditur dan Pemegang Hak Tanggungan Peringkat I cenderung menggunakan lelang untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan karena dalam tataran praktek sangat mudah dan cepat dilaksanakan tanpa perlu fiat pengadilan.

Dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan inipun sebenarnya memiliki resiko bagi para pihak yang terlibat dalam lelang tersebut yaitu berupa gugatan kepada penjual, pembeli, kantor lelang dan pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan objek lelang tersebut. Data penanganan perkara KPKNL Parepare mencatat lebih dari 95% gugatan kepada DJKN c.q. KPKNL Parepare adalah gugatan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang, meskipun hampir seluruh gugatan yang masuk dapat diselesaikan kemenangan.

Selain itu, pengurusan peralihan hak oleh pembeli lelang setelah pelaksanaan lelang di Kantor Pertanahan juga perlu menjadi perhatian karena pada beberapa kasus pembeli lelang merasa kesulitan dalam melakukan proses balik nama apabila atas objek tersebut terdapat gugatan di pengadilan. Apabila hal seperti ini masih terjadi, maka akan menghambat perkembangan lelang kedepannya mengingat lelang eksekusi hak tanggungan merupakan lelang yang paling banyak dilaksanakan dan memiliki potensi gugatan di pengadilan yang besar. Selain itu, kepercayaan masyarakat yang sudah mulai tumbuh bukan tidak mungkin akan runtuh ketika dihadapkan pada permasalahan proses peralihan hak objek lelang di Kantor Pertanahan. Pembeli akan merasa dirugikan ketika sudah menyelesaikan segala kewajibannya sebagai pembeli lelang, namun ketika akan menggunakan haknya untuk melakukan balik nama atas objek tanah yang menjadi miliknya berdasarkan bukti Risalah lelang namun terhambat karena adanya gugatan di Pengadilan.

Gugatan ini biasanya muncul karena pemilik barang yang merasa tidak puas atau dirugikan dengan adanya pelaksanaan lelang melalui KPKNL, sehingga melakukan upaya hukum berupa gugatan atau perlawanan ke Pengadilan. Upaya hukum ini biasanya dibarengi dengan melakukan permohonan ke Kantor Pertanahan agar sertipikat atas objek yang masih dalam penyelesaian perkaranya di Pengadilan tersebut tetap dalam status quo sampai dengan perkara tersebut berakhir dan memiliki kekuatan hukum tetap.

Mengacu pada ketentuan Pasal 45 ayat (1) huruf (e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa “Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak jika tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan”, namun ketentuan ini telah dicabut dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah namun secara prinsip pengaturannya masih sama. Hal ini tercantum pada Pasal 92 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 yang menyatakan “dalam hal tanah merupakan objek perkara di Pengadilan, objek penetapan status quo oleh hakim yang memeriksa perkara atau objek sita pengadilan, Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak”.

Seharusnya perlu dibedakan mengenai pengurusan peralihan hak yang diperoleh secara lelang eksekusi hak tanggungan dengan peralihan hak diluar lelang karena lelang memiliki syarat dan kondisi tertentu yang melekat karena terkait dari fungsinya yang diantaranya sebagai penegakan hukum. Mengingat pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT adalah pelaksanaan peraturan perundang-undangan Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggugan yang menyatakan pemegang hak tanggungan pertama memiliki hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan atas piutangnya tersebut.

Pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan dilakukan terhadap obyek yang sebelumnya telah dibebani hak tanggungan peringkat pertama dan telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan yang dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Tanggungan. Selain itu Penjual juga harus memenuhi persyaratan lelang berupa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan yang memuat data yuridis dan data fisik atas suatu bidang tanah tertentu yang digunakan Pelelang untuk mengetahui apakah objek lelang terdapat gugatan, blokir atau sita dari pengadilan serta melakukan verifikasi atas kebenaran data dan dokumen yang disampaikan Penjual.

Atas dasar tersebut, seharusnya Pembeli lelang dalam melakukan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang cukup berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada Pasal 41 ayat (5) terkait pemindahan hak dengan lelang menyatakan “Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan:

a. kutipan risalah lelang yang bersangkutan;

b.  (1)  sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar; atau

      (2)  dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat tersebut; atau

      (3) jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Pasal ini;

c. bukti identitas pembeli lelang;

d. bukti pelunasan harga pembelian.”

lebih lanjut, pada bagian penjelasan Pasal 41 ayat (5) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa Dokumen ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya. Sehingga atas dasar tersebut, seharusnya dalam pengurusan peralihan hak di Badan Pertanahan oleh pembeli lelang cukup memenuhi persyaratan pada Pasal 41 ayat (5) diatas.

 

Menindaklanjuti permasalahan tersebut, terhadap lelang eksekusi hak tanggungan yang telah dilaksanakan dan atas lelang tersebut diajukan gugatan ke Pengadilan maka ketika ada permohonan blokir ke kantor pertanahan perlu diverifikasi lagi apakah gugatan tersebut diajukan oleh pemilik barang atau oleh pihak-pihak lain yang memang berkepentingan dengan obyek tersebut.  Selain itu, diperlukan komunikasi dan pembahasan mengenai proses peralihan hak yang diperoleh melalui lelang apabila dikemudian hari setelah pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT pihak debitur/pemilik barang mengajukan gugatan di Pengadilan sehingga diperoleh titik temu dan kejelasan atas permasalahan tersebut. Dengan adanya kejelasan dan kesamaan persepsi, diharapkan lelang eksekusi sebagai sarana penegakan hukum juga dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pembeli lelang kedepannya.






Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Parepare


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini