Bermula
dari merebaknya virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2), yang disebut Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19), di dataran negeri Tiongkok tepatnya di provinsi Wuhan
pada akhir 2019, seluruh negara di dunia seolah dihantam krisis besar. Dengan
kecepatan penyebaran yang luar biasa, virus ini telah menginfeksi 3.634.405 orang
di seluruh dunia. Data tersebut berdasarkan situs worldometers.info yang
memantau perkembangan penyebaran virus Corona seluruh dunia secara realtime per tanggal 4 Mei 2020. Bahkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah Mengumumkan wabah COVID-19 sebagai pandemi global sejak
11 Maret 2020. Dikarenakan statusnya sebagai pandemi global, tentu hal ini juga
berpengaruh pada negara kita. Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia per 4 Mei 2020
mencapai lebih dari 11.000 kasus.
Menyikapi
hal tersebut, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, melalui Konferensi Pers di
Bogor pada tanggal 15 Maret 2020 menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk bekerja,
sekolah dan beribadah dari rumah demi mencegah semakin meluasnya penyebaran
virus corona. Menyusul pernyataan tersebut, Kementerian Keuangan juga mulai
menerapkan kebijakan Work From Home
(WFH) yang kemudian menjadi pedoman seluruh Eselon I untuk menerapkan kebijakan
serupa hingga unit layanan terkecil di daerah.
Sebagai
akibat diterapkannya WFH, tentu diperlukan penyesuaian di berbagai sektor
pekerjaan. Segala sesuatu yang memerlukan pelayanan tatap muka diubah menjadi
pelayanan secara online. Kampus dan sekolah
yang pada mulanya hanya sebagian kecil yang menerapkan sistem pembelajaran online, kini justru hampir semua
institusi pendidikan menerapkan sistem pembelajaran secara online. Sebagai bagian dari unit di
Kementerian Keuangan, DJKN juga mengalami hal serupa, proses
lelang yang pada mulanya harus dihadiri penjual dan saksi secara langsung, kini
bisa dilakukan melalui Video Call.
Sejatinya
hampir setiap instansi pemerintahan sudah mencanangkan pelayanan serba online sejak awal. Namun karena satu dan
lain hal diantaranya dari segi peraturan dan biaya, implementasi dari layanan
yang serba online ini berjalan cukup lambat. Dengan adanya wabah saat ini,
hampir seluruh instansi yang mempunyai proses bisnis yang urgensinya untuk
bekerja di kantor diwajibkan untuk melaksanakan work from home baik untuk seluruh maupun sebagian pegawai. Hal ini
tentu saja membuat instansi untuk sesegera mungkin beradaptasi dalam memberikan
layanan yang bisa dilakukan tanpa perlu tatap muka secara langsung. Layanan
yang berbasis serba online inilah
yang sebelumnya dicita-citakan sebagai bagian dari revolusi industri 4.0.
Meskipun
penerapannya pada saat ini dikarenakan darurat bencana, di berbagai
instansi pemerintahan sistem layanan berbasis serba online ini dikaji terkait pengembangannya lebih lanjut. Jika berlanjut
hingga pasca pandemi, tentu penyediaan infrastruktur terkait layanan ini perlu
menjadi perhatian khusus. Hal ini tidak lepas dari pentingnya big data sebagai landasan untuk
penerapan Internet of Things (IoT) pada
instansi pemerintahan. Pada dasarnya IoT adalah sebuah sistem dimana sebuah
obyek memiliki kemampuan mentransfer data tanpa memerlukan adanya interaksi
dari manusia ke manusia maupun dari manusia ke perangkat komputer. Dengan
diterapkannya IoT pada instansi pemerintahan, selain memberikan kemudahan bagi
pengguna jasa, juga memberikan kemudahan bagi instansi itu sendiri. Selain itu,
IoT juga mampu melepas batasan ego sektoral antar instansi karena peran penting
big data. Sebagai contoh penerapan
IoT ini dapat kita lihat pada aplikasi “Peduli Lindungi” dari Kemenkominfo yang
dapat kita unduh pada ponsel pintar kita. Aplikasi ini berfungsi untuk
melakukan monitoring posisi kita saat ini apakah berada pada zona merah paparan
COVID-19. Penggunaan aplikasi ini cukup dengan menyalakan GPS pada ponsel saat
menggunakan aplikasi. Terlihat betapa minimnya interaksi antara pengguna
aplikasi dengan perangkat, kita sudah bisa mendapatkan data akurat terkait
posisi kita dalam zona bahaya atau tidaknya terhadap paparan COVID-19. Aplikasi
ini juga berfungsi tidak lepas dari sinergi antara Kemenkominfo dan Kemenkes
terkait data penyebaran virus yang ada.
Berbicara
mengenai keterkaitan pandemi corona dengan revolusi industri 4.0 ini, ada hal
yang menarik yang bisa kita ambil secara historis dari pandemi-pandemi
sebelumnya. Hampir setiap pandemi yang melanda dunia memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam peradaban yang bertahan saat itu. Beberapa contoh diantaranya
adalah pada tahun 1347-1341, sebuah pandemi yang dinamakan “Black Death” yang
menewaskan sekitar 60% populasi masyarakat eropa pada saat itu. Dampak dari
wabah tersebut yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang masih bertahan
pasca pandemi. Contoh lain adalah wabah kolera pada tahun 1817-1823, yang
semakin meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat akan pentingnya pemerataan
sistem sanitasi yang baik. Satu lagi contoh bisa kita ambil dari kasus wabah
flu spanyol pada tahun 1918-1919, salah satu wabah terburuk sepanjang masa yang
menjangkit sekitar 500 juta orang atau sepertiga populasi manusia di masa itu
dan menewaskan sekitar 50 juta jiwa. Wabah ini mengingatkan kita akan
pentingnya riset mengenai penanganan pandemi supaya tidak menjadi lebih buruk
lagi di masa yang akan datang. Terlebih dengan populasi manusia yang jauh lebih
banyak dan mobilitas yang semakin mudah sehingga potensi penyebaran virus bisa
lebih masif.
Pada masa
pandemi saat ini, kita secara tidak langsung juga merasakan perubahan sejarah
dimana sebelumnya pekerjaan banyak yang harus dilakukan secara konvensional,
kini pekerjaan tersebut dikerjakan secara online.
Revolusi Industri 4.0 yang digaungkan sejak lama kini seakan memaksa
dilakukannya penyesuaian dalam proses bisnis pekerjaan salah satunya dengan
bekerja dari rumah (WFH) meskipun dilakukan secara selektif. Hal ini menjadi
suatu milestone dalam perkembangan
layanan yang diberikan, terutama di lingkungan pemerintahan yang senantiasa perlu dilaksanakan
dengan penuh integritas secara profesional dan akuntabel.
Penulis:
Alvin Mahamidi