Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
HAS Hanandjoeddin: Perjuangan hingga Bandar Udara Internasional
Wahyu Dwi Prasetya
Kamis, 02 Februari 2023   |   3511 kali

Tahukah kamu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi menjadi dua kepulauan besar yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung? Dalam mendukung pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan pembangunan nasional dan daerah di Pulau Belitung, pada tahun 2015 didirikan Bandar Udara yang diberi nama Bandar Udara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin atau sebelumnya dikenal juga dengan nama Bandar Udara Buluh Tumbang. Nama bandara tersebut diambil dari nama tokoh militer H.A.S. Hanandjoeddin.

Bangka Belitung memiliki hubungan erat dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, menjadi salah satu lokasi pengasingan para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, M Roem, dan pahlawan nasional lainnya. Ada sejumlah tokoh yang dinilai berperan besar dalam perjuangan bangsa. Di antaranya HAS Hanandjoeddin yang dijadikan nama bandara di Pulau Belitung, serta Depati Amir yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan dijadikan nama bandara di Pulau Bangka.

Haji Ahmad Sanusi Hanandjoeddin lahir di Tanjung Tikar, Bangka Belitung, pada 5 Agustus 1910. HAS Hanandjoeddin adalah tokoh militer Indonesia yang berperan besar dalam peristiwa Agresi Militer Belanda I dan II. Pada 1931, ia menempuh pendidikan di Ambacht School (Sekolah Pertukangan) di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung. Setelah lulus, Hanandjoeddin ditetapkan sebagai karyawan teknik dan ditugaskan di perusahaan Belanda, Gemeenschappelijke Mijnbouwmaatschappij Billiton (GMB).

Sebelum menjabat sebagai Bupati Belitung di tahun 1967 hingga 1972, HAS Hanandjoeddin ikut andil dalam peperangan melawan bangsa penjajah. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, HAS Hanandjoeddin pindah ke Malang dan tergabung dalam Ozawa Butai (Satuan Permukaan Darat Jepang), di mana ia dipercaya menjadi Hancho (pemimpin kelompok). Seiring dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, Ozawa Butai dibubarkan.

Setelah Indonesia merdeka, Kelompok Pemuda Bagian Udara yang dipimpin oleh HAS Hanandjoeddin bergabung bersama Badan Keamanan Rakyat (BKR) Malang yang berubah nama menjadi Divisi III Jawa Timur. Pada Oktober 1945, dibentuk BKR Udara (BKRO) Malang yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat. HAS Hanandjoeddin diangkat sebagai pelaksana teknis lapangan di BKRO Malang. HAS Hanandjoeddin mengikuti sekolah militer yang didirikan oleh Panglima Divisi III pasca jatuhnya Surabaya ke tangan Sekutu pada 12 November 1945.

Pada Januari 1946, HAS Hanandjoeddin ditugaskan sebagai Komandan Pertahanan Teknik Udara Pangkalan Bugis dan telah menyumbangkan beberapa keberhasilan seperti memperbaiki pengebom Shoki (Ki-48) dan memberikan pesawat Cukiu kepada Sekola Penerbangan Darurat Yogyakarta. Pada 9 April 1946, HAS Hanandjoeddin diberi pangkat Opsir Muda III (Letnan Muda Udara) oleh Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma

 

Pada Agresi Militer Belanda I di tahun 1947, HAS Hanandjoeddin dan anggota teknik lainnya berhasil menyelamatkan 15 pesawat terbang yang ada di Pangkalan Udara Bugis. HAS Hanandjoeddin kemudian dipercaya untuk menjadi Komandan Pertempuran Sektor I STC III Front

Malang Timur dan Komandan Pertempuran Sektor II. Sampai akhirnya, pada 17 Januari 1948, Perjanjian Renville ditandatangani. Sayangnya, dampak dari perjanjian ini adalah ditarik mundurnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Jawa Barat dan Jawa Timur.

 

gresi Militer Belanda II yang berlangsung pada 19 Desember 1948, HAS Hanandjoeddin kembali ke medan pertempuran sebagai komandan memimpin pasukannya di Sektor Watulimo. Pasca Belanda menguasai Pangkalan Udara Campurdarat, H.A.S. Hanandjoeddin ditunjuk untuk menangani urusan pertahanan AURI sebagai Wakil Danlanud Campurdarat.

Instruksi Panglima Besar Jenderal Soedirman tanggal 19 Desember 1948 agar seluruh Angkatan Perang RI melakukan perang gerilya membuat H.A.S. Hanandjoedin dipercaya sebagai Komandan Onder Distrik Militer (ODM) Pakel. Walaupun pada tanggal 7 Mei 1948 ditandatanganinya Perjanjian Roem-Roijen, tapi Panglima Besar Jenderal Soedirman telah mengeluarkan seruan agar seluruh prajurit Angkatan Perang RI tidak angkat tangan. Setelah dilangsungkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, Pangkalan Udara Bugis Malang diserahkan dari Belanda kepada Angkatan Udara RI (AURI). Setelah itu, HAS Hanandjoeddin pun kembali ke Malang dan menjabat sebagai Kepala Jawatan Teknik Udara Pangkalan Udara Bugis.

Itulah beberapa perjuangan H.A.S. Hanandjoeddin dalam memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. HAS Hanandjoeddin kemudian meninggal pada 5 Februari 1995 dan disemayamkan di tempat kelahirannya, Belitung.

Dalam menghormati jasa-jasa H.A.S. Hanandjoeddin, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadikan H.A.S. Hanandjoeddin sebagai nama Bandar Udara Tanjungpandan Kabupaten Belitung. Sejak tahun 2018, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus memperjuangkan Letnan Kolonel Pas (Purn.) H.A.S. Hanandjoeddin sebagai pahlawan nasional, sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa para pahlawan memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Penulis: Yurista Vipriyanti


Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/H.A.S._Hanandjoeddin

https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/10/090000379/has-hanandjoeddin- kehidupan-dan-perjuangannya?page=all

https://historia.id/politik/articles/hanandjoeddin-perintis-di-tengah-keterbatasan- DrR3L/page/1


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini