Pengetahuan, dapat ditafsirkan sebagai
segala sesuatu yang diketahui, pedoman
dalam membentuk suatu tindakan seseorang, dan dapat juga didefinisikan sebagai
hasil penginderaan terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan dilewati berdasarkan pengalaman.
Seorang
filsuf Irlandia yang Bernama George
Berkeley pernah mengemukakan pandangannya tentang pengatahuan. Menurut Berkeley, “pengetahuan adalah segala sesuatu
yang diperoleh manusia
yang bersandar pada pengamatan”. Pengamatan yang dimaksud Berkeley
merupakan pengamatan yang
tidak terjadi karena hubungan antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati, melainkan karena hubungan antara
pengamatan indera yang satu dengan yang lainnya. Berangkat dari pemikiran tersebut, dewasa ini banyak definisi
yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak hanya berarti sesuatu
pengalaman yang positif,
pengetahuan juga dapat berupa suatu pengalaman
yang berdiri pada sisi negatif. Sisi positif dan negatif ini tidak hanya muncul
dari sumber pengetahuan itu sendiri,
namun hal tersebut muncul dari interpretasi setiap orang yang mengetahui dan memaknai
pengetahuan tersebut.
Selain Berkeley, terdapat juga pandangan
dari seorang Filsuf Perancis yang Bernama Rene
Descartes. Descartes sangat familiar dengan beberapa pemikiran-pemikiran yang cukup banyak diadopsi
dalam filsuf modern saat ini. Salah satu ungkapan Descartes yang erat kaitannya
dengan pengetahuan ialah, “Cogito Ergo Sum” yang memiliki arti “Aku
Berpikir Maka Aku Ada”. Secara luas, ungkapan ini dapat dimaknai
bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah
keberadaan orang itu sendiri. Keberadaan ini dapat dibuktikan dengan fakta bahwa seorang manusia
mampu berpikir dan menjalankan
kehidupannya dengan berbekal pada
hasil pikir yang ditelaah dan untuk kemudian
dijadikan sebagai suatu
sumber pengetahuan.
Berdasarkan pada pandangan dan ungkapan
dari Berkeley dan Descartes ini, secara singkat dapat ditarik suatu pemahaman terkait dengan pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hal yang sejatinya diperoleh
setiap manusia berdasarkan pada buah pemikiran terhadap suatu hal yang terjadi
baik secara langsung maupun tidak langsung, dan adanya hubungan antara
indera yang satu dan lainnya.
Pengetahuan akan terus tumbuh kembang berdasarakan seberapa banyak pengalaman
dan berapa banyak hal-hal yang mampu
ditangkap oleh indera dan dijadikan sebagai suatu sumber pemikiran. Normalnya, pengetahuan seorang
manusia dapat terus
berkembang seiring bertambahnya usia dan pola pikir yang terus berkembang. Namun, perkembangan
pengetahuan ini tidak mutlak menjadikan seorang manusia itu lebih baik dari
sebelumnya. Banyak pengamatan dan penalaahan atas beberapa ilmu dan kejadian yang diperoleh tidak mampu diinterpretasikan oleh manusia. Terkadang, pengetahuan yang diperoleh
manusia itu sendiri mengarahkan pada suatu pemikiran yang cenderung tidak baik dan terlihat bahwa adanya kesalahan
dalam proses pengamatan suatu sumber pengetahuan atau dalam proses pengimplementasian pengetahuan itu sendiri.
Sejatinya, tumbuh kembang seorang
manusia harusnya diimbangi dengan kemajuan pola pikir dan pengetahuan. Terlebih lagi saat
seorang manusia berada pada fase dewasa, manusia dituntut untuk mampu menjadi
insan yang majemuk,
open minded terhadap pengetahuan baru dan pemikiran- pemikiran yang berbeda pada lingkungan sekitarnya. Ketika
seorang manusia mampu belajar untuk menerima
perbedaaan, menerima sebuah tantangan, dan mampu mengungkapkan pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat dijadikan
sumber pengetahuan oleh manusia lainnya, hal itu dapat menjadi suatu pertanda bahwa seorang manusia telah mampu
menangkap pengetahuan melalui indera, mengeliminasi sifat dari suatu pengetahuan (pengetahuan baik atau buruk),
menelaah melalui cara pikir yang konstruktif untuk
membangun pengetahuan yang baru, dan pada akhirnya manusia tersebut telah mengalami proses
peningkatan pola pikir dan
pengetahuan.
Dalam dunia kerja, niscaya akan terjadi suatu proses pertukaran pengetahuan antar pegawai. Seseorang dapat mengambil satu peran sebagai pembelajar dan/atau sebagai sumber suatu pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh dalam dalam dunia kerja umumnya diperoleh dari ajaran suatu agama atau aliran yang dibawa sejak lahir, pengetahuan eksak dan non eksak yang diterima selama mengenyam bangku pendidikan, norma-norma yang berlaku pada masyarakat, dan dapat pula diperoleh berdasarkan pada pengamatan dari orang dan lingkungan sekitar. Pengetahuan yang dimiliki setiap orang memiliki kadar yang berbeda-beda. Pengetahuan dari satu manusia dan manusia lainnya terkadang tidak mampu diadopsi dan dijadikan sebagai suatu sumber pengetahuan baru jika dalam proses penerimaan pengetahuan tersebut terdapat suatu perbedaan pandangan ataupun penafsiran. Bahkan pada tahapan yang sangat ekstrem, terkadang pemahaman dan penafsiran suatu pengetahuan ini akan membawa seseorang dalam dunia kerja terjerumus dalam suatu permasalahan. Contohnya, seseorang yang perlahan-lahan mulai memahami cara untuk melakukan fraud, akan memiliki dua kecenderungan. Kecenderungan pertama, orang tersebut akan mampu memaknai bahwa pengetahuan tentang fraud tersebut bukan merupakan pengetahuan yang baik dan dapat menemukan cara dan solusi untuk menanggulangi atau bahkan menghindari penyebab dari adanya fraud tersebut. Kecenderungan kedua, seorang manusia yang telah mengetahui tentang pola yang mendalam tentang suatu fraud, maka manusia tersebut akan berpikir untuk mencoba dan bahkan mengembangkan pengetahuannya untuk lebih dalam mengkonstruksi skenario fraud yang akan dijalankan.
Contoh pemahaman dan implementasi
pengetahuan dalam dunia kerja tersebut merupakan salah satu gambaran bahwa seseorang akan menemukan banyak moment yang mampu membentuk karakteristik yang bersumber dari
pengetahuan. Setiap manusia akan menemukan moment
dan pola penelaahan pengetahuan yang berbeda-beda. Moment dan
pola tersebut sejatinya
dapat membentuk hubungan simbiosis mutualisme antar pegawai dalam satu lingkup
kerja. Hubungan simbiosis
mutualisme harfiahnya merupakan hal yang baik untuk menghadapi berbagai macam dinamika
kerja. Bagi suatu organisasi
atau perusahaan, menjaga kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang idealnya
diutamakan agar mampu membawa organisasi atau perusahaan tersebut
mencapai tujuannya.
Pengembangan sumber daya manusia ini sejatinya merupakan salah satu langkah
untuk membentuk insan yang benar-benar diterima keberadaannya karena mampu berpikir
dan meningkatkan
pengetahuannya.
Penulis: Zemy Herda Hisvanda
Refrensi artikel:
1.
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern:
Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta:
Gramedia Pusaka Utama, 2007,hal.82
2.
Fitzerald Kennedy Sitorus, Rene Descartes”Saya Berifkir, Maka Saya Ada” (Makalah kelas Filsafat, Komunitas Salihara, Jakarta,
12 November 2016),
hal.1
3.
Aquido Adri dan Syaiful Hadi, Descartes, Spinoza, Berkeley (Menguak Tabir
Pemikiran Filsafat Rasionalisme dan Empirisme), Jakarta:
Sociality Yogyakarta, 2017, hal. 20