Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pangkalan Bun > Artikel
Bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi dunia masa depan
Eka Febri Nugraheni Soesilo
Selasa, 21 Desember 2021   |   11579 kali

Sekilas mengenai iklim. Iklim didefinisikan sebagai sintetis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979) dalam LAPAN (2009). Sementara dalam glossary of meteorology iklim adalah keseluruhan dari cuaca yang meliputi jangka waktu panjang suatu wilayah.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC), mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan. Perubahan iklim tidak terjadi secara tiba-tiba namun dalam jangka waktu panjang antara 50 s.d. 100 tahun.

Belakangan ini, topik mengenai perubahan iklim bumi menjadi isu yang selalu diangkat dalam pertemuan internasional. Dimulai dari Persetujuan Paris (Paris Agreement) yang merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Natios Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada 12 Desember 2015. Persetujuan ini kemudian dinegosiasikan oleh 195 perwakilan negara-negara pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 di Paris, Perancis. Sampai Juli 2021, Perjanjian Paris telah ditandantangani oleh 197 negara dan diratifikasi oleh 195 negara, termasuk Indonesia.

Persetujuan Paris merupakan dokumen perjanjian global negara-negara di dunia mengenai kewajiban negara untuk turut serta melakukan kontribusi penurunan kenaikan suhu global. Persetujuan Paris bersifat mengikat secara hukum dan diterapkan semua negara (legally binding and applicable to all) dengan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan dan berdasarkan kemampuan masing-masing (common but differentiated responsibilities and respective capabilities), dan memberikan tanggung jawab kepada negara maju untuk menyediakan dana, peningkatan kapasitas, dan alih teknologi kepada negara berkembang. Persetujuan Paris dimaksudkan untuk menguatkan respon global terhadap ancaman perubahan iklim dengan tujuan menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2o C di atas tingkat di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu ke 1,5o C di atas tingkat pra-industrialisasi. Angka batas pemanasan hingga 1,5o C sendiri merupakan usulan yang dianjurkan oleh negara terbelakang dan negara berkembang.

Pemerintah Indonesia telah menandatangani Persetujuan Paris pada 22 April 2016 dan meratifikasinya menjadi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Indonesia terletak di wilayah geografis yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Secara umum kenaikan suhu rata-rata di wilayah Indonesia diperkirakan sebesar 0,5o C -3,92o C pada tahun 2100 dari kondisi periode tahun 1981-2010.

Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Indonesia mencakup aspek mitigasi dan adaptasi. Sejalan dengan ketentuan Persetujuan Paris, NDC Indonesia kiranya ditetapkan secara berkala. Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41%  jika ada kerja sama internasional dari kondisi tanpa aksi (business as usual) pada tahun 2030.

Topik ini juga akan menjadi isu utama yang akan diangkat pada Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 mendatang. Isu perubahan iklim menjadi salah satu agenda yang akan dibahas secara global bersamaan dengan pembahasan kebijakan terkait bencana alam dan dampak pandemi COVID-19.

Lalu bagaimana langkah Indonesia dalam menangani krisis iklim sebagai negara berkembang?

Tidak dipungkiri jika Indonesia masih menggunakan energi fosil sebagai sumber energi utamanya, seperti PLN yang masih menggunakan batu bara. Langkah Indonesia menuju zero emisi bukanlah tidak mungkin, namun akan sulit karena penggunaan sumber daya masih tersentralisasi di Pulau Jawa. Pengurangan target emisi sesuai pada NDC tidak mungkin tidak akan ada risiko. Ketergantungan pada energi fosil yang masih banyak digunakan menjadi PR untuk para pembuat kebijakan, bagaimana baiknya solusi untuk mengatasinya.

Uang, teknologi, dan kebijakan yang apik jika dikombinasikan dengan cermat tentu akan memberikan dampak yang sangat bermanfaat yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah perlu merumuskan bagaimana kebijakan yang cocok untuk diterapkan di Indonesia, karena Indonesia tidak hanya Pulau Jawa saja. Teknologi baru yang dapat menggantikan energi fosil haruslah dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia.

Kurangi deforestasi, tingkatkan reforestasi. Sudah saatnya Indonesia “move on” dari ketergantungan pada sumber daya alam yang mengharuskan membabat habis hutan hijau. Dahulu Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia, salah satunya hutan Kalimantan. Tapi sekarang, apakah masih layak disebut paru-paru dunia ketika digantikan dengan hijaunya pohon sawit?

Persetujuan Paris diharapkan menjadi salah satu upaya yang berhasil untuk mengatasi krisis iklim yang sedang terjadi. Perubahan iklim merupakan tanggung jawab seluruh manusia yang ada di bumi. Oleh sebab itu, keberhasilan implementasi NDC di Indonesia dan dunia pada umumnya memerlukan sinergi bukan hanya para kepala negara saja, namun seluruh manusia di bumi.

Referensi:

- UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim).

- Mengenai Perubahan Iklim, Ditjen PPI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Eka Febri N.S – KPKNL Pangkalan Bun

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini