Sekitar tahun 2019 sampai awal
tahun 2020, dunia literasi sempat heboh oleh buku karya Mark Manson dengan
judul “Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat, Pendekatan yang Waras demi
Menjalani Hidup yang Baik”. Buku ini merupakan buku terlaris versi New York
Times dan Globe and Mail dan menjadi bestselling
juga di Gramedia. Buku ini menjadi topik hangat dikalangan peminat literasi
terutama kaum milenial yang menganggap sangat mencerminkan diri mereka lewat
narasi yang dibawakan.
Buku ini merupakan buku jenis self improvement. Buku self improvement adalah buku yang di
dalamnya memiliki “power” untuk memberikan instruksi, informasi, dan masukan
kepada pembaca mengenai pengembangan diri bahkan problem solving. Penulis sendiri juga merasa “tertampar” setelah
selesai membaca buku ini karena banyak narasi yang sangat berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Tidak hanya itu, pengarang buku ini juga memberikan
motivasi dan solusi terutama masalah kepercayaan diri kita.
Buku ini terdiri atas 9 bab yang
jika diulas satu per satu tidak akan ada habisnya. Jika disuruh memilih, penulis
akan memilih satu bab yang menurutnya relate
dengan dinamika quarter life crisis
(krisis seperempat abad) yang dialami.
Kegagalan adalah Jalan untuk Maju
Paradoks Kegagalan/Kesuksesan
Kegagalan adalah konsep yang
relatif. Menghindari kegagalan adalah sesuatu yang dipelajari dalam kehidupan
kita. Pada titik tertentu, sebagian besar dari kita berhasil meraih suatu
posisi yang mengondisikan kita untuk takut gagal, untuk menghindari kegagalan
secara naluriah, dan hanya terpaku pada apa yang ada di depan kita atau hanya
pada bidang yang sudah kita kuasai.
Ini membatasi dan menghambat
manusia. Kita hanya bisa benar-benar sukses jika ada suatu bidang yang
memungkinkan kita untuk rela gagal. Jika kita tidak bersedia untuk gagal, kita
pun tidak bersedia untuk sukses.
Ketakutan untuk gagal, kebanyakan
datang dari salah pilih nilai-nilai yang buruk. Contohnya, jika penulis
mengukur diri dengan standar “Membuat siapa pun yang saya temui menyukai saya,”
penulis akan menjadi cemas, karena kegagalan 100 persen ditentukan oleh
tindakan orang lain, bukan tindakan sendiri. Saya tidak memiliki kendali;
karena penghargaan diri saya ada pada penilaian orang lain.
Lain halnya, jika penulis ingin
mengadopsi ukuran “Memperbaiki kehidupan sosial saya,” saya dapat hidup dengan
nilai “menjalin hubungan baik dengan orang lain” entah apa pun tanggapan orang
lain terhadap saya. Penilaian diri saya berdasar pada perilaku dan kebahagiaan
saya sendiri.
Jika ukuran dari nilai “sukses
dengan standar duniawi” adalah “Membeli rumah dan mobil bagus,” dan
menghabiskan 20 tahun bekerja keras untuk mewujudkannya, begitu ini berhasil
diraih, ukuran tadi tidak ada artinya lagi. Tidak ada peluang lain untuk tetap
bertumbuh dan memperbaiki diri, padahal pertumbuhanlah yang menghasilkan
kegembiraan, bukan daftar panjang pencapaian egois saja.
Derita adalah bagian dari
proses
Mungkin sekarang ini, banyak yang
sedang menghadapi tantangan yang paling signifikan dalam hidup dan limbung
karena semua hal yang sebelumnya dipikirkan benar dan normal serta baik telah
berubah menjadi sebaliknya.
Pengarang buku menekankan, bahwa derita adalah bagian dari proses.
Penting untuk merasakan-nya. Karena
jika hanya mengejar kesenangan di atas rasa sakit, jika membiarkan diri terlena
dengan kesombongan dan pemikiran positif yang delusional, jika terus memanjakan
diri dalam berbagai hal atau kegiatan, kita tidak akan pernah menemukan
motivasi yang menjadi syarat untuk benar-benar berubah.
Banyak orang, ketika merasakan
suatu bentuk rasa sakit atau amarah atau kesedihan, mengabaikan semuanya dan
mulai merasakan kebal atas semua perasaan yang menghinggapi. Sasaran mereka
adalah untuk secepat mungkin “merasa baik” kembali, bahkan jika itu berarti
mengubah atau menipu diri sendiri. Belajarlah untuk menahan rasa sakit yang
telah dipilih. Ketika memilih sebuah nilai baru, sama saja memilih untuk
memasukkan bentuk rasa sakit baru ke dalam hidup. Rasakan. Nikmati. Terima
dengan tangan terbuka. Kemudia, lakukanlah.
Hidup adalah tentang tidak
mengetahui apa pun dan kemudian melakukan sesuatu, apa pun yang terjadi. Segala
hal dalam kehidupan berlaku seperti ini. Tidak pernah berubah. Bahkan saat
bagahia sekali pun.
Prinsip “Lakukan Sesuatu”
Ketika kurang motivasi untuk
membuat suatu perubahan dalam hidup, lakukan
sesuatu—apapun itu, sungguh—kemudian manfaatkan reaksi dari aksi tersebut
sebagai cara untuk mulai memotivasi diri sendiri.
Jika mengikuti prinsip “lakukan
sesuatu”, kegagalan terasa tidak penting. Ketika standar kesuksesan hanya
“melakukan sesuatu”—ketika setiap hasil dianggap sebagai sebuah kemajuan dan
penting, inspirasi dilihat sebagai imbalan ketimbang suatu prasyarat—mendorong
kita lebih maju. Kita merasa bebas untuk gagal, dan kegagalan itulah yang
menggerakkan kita ke depan.
Prinsip “lakukan sesuatu” bukan
hanya membantu kita saat kita tergoda untuk menunda suatu pekerjaan, namun ini
juga menjadi bagian dari proses mengadopsi nilai-nilai baru. “Sesuatu” itu bisa
saja berupa tindakan yang paling kecil di antara yang lainnya. Ini bisa apa saja.
Terdapat satu kutipan yang
menjadi favorit penulis dari buku ini
Jangan berusaha. Jangan pernah mencoba untuk menjadi orang lain (selain
diri sendiri).
Jujur pada diri sendiri, mengakui hal-hal yang paling buruk.
Referensi:
Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo
Amat oleh Mark Manson