Jurusita Piutang Negara adalah
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal yang diberi tugas,
wewenang dan tanggung jawab kejurusitaan. Definisi tersebut dijelaskan dalam Pasal
1 Angka 18, Bab I Ketentuan Umum Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara.
Jurusita Piutang Negara “sangat
mentereng” di era Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) tahun <1991, Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) tahun 1991-2001, dan terakhir Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) tahun 2001-2007. Pada era tersebut, praktis tugas dan fungsi yang diemban oleh BUPN memang hanya terkait pengurusan piutang negara saja. Sedangkan pada era BUPLN serta
DJPLN, tugas dan fungsi yang diemban hanya terkait pengurusan piutang negara
dan lelang saja. Sehingga pilihan para pegawai saat itu adalah menjadi Pejabat
Lelang atau menjadi Jurusita. Menurut pengalaman penulis, keberadaan antara
Pejabat Lelang dan Jurusita saat itu, secara kuantitas cukup berimbang.
Kondisi di atas “mulai berubah” saat Departemen Keuangan melakukan reformasi birokrasi kaitannya dengan penataan organisasi, di mana fungsi pengurusan piutang negara dan fungsi pelayanan lelang yang ada pada DJPLN digabungkan dengan fungsi pengelolaan kekayaan negara yang ada pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia, DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian. Pilihan para pegawai DJKN pun menjadi semakin beragam, dengan adanya tambahan fungsi di bidang kekayaan negara dan penilaian tersebut.
Seiring berjalannya waktu generasi pun mulai ada pergantian-pergantian. Namun, sepertinya para “next generation” atau yang lebih dikenal dengan “generasi milenial” lebih tertarik untuk berkiprah di bidang pelayanan lelang sebagai Pejabat Lelang atau Pelelang, di bidang pengelolaan kekayaan negara, dan di bidang Penilai.
Berdasarkan data yang berhasil penulis dapatkan, di lingkungan KPKNL Palangka Raya dan KPKNL Pangkalan Bun, jumlah Jurusita yang ada saat ini hanya berjumlah 3 (tiga) orang saja yang kesemuanya terdapat di KPKNL Palangka Raya. Sementara di KPKNL Pangkalan Bun, sama sekali tidak terdapat jurusita. Ketiga jurusita yang terdapat di KPKNL Palangka Raya tersebut, semuanya adalah generasi kelahiran 1970an.
Hasil wawancara penulis dengan para pegawai milenial pada KPKNL Pangkalan
Bun, semuanya menyatakan ketidaktertarikannya untuk berkiprah sebagai
jurusita. Ada 2 (dua) alasan utama yang melatarbelakangi ketidaktertarikan mereka, yaitu
:
1. Faktor risiko yang harus mereka hadapi
apabila berhadapan langsung dengan pihak Penanggung Hutang saat harus
menyampaikan Surat Paksa, dan saat harus melaksanakan penyitaan. Kejadian
gugurnya petugas pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sibolga yang dibunuh oleh penunggak pajak pada tahun
2016 di Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara dan cerita-cerita masa lalu
jurusita piutang negara yang “disandera” bahkan ada yang pernah dipukul oleh
Penanggung Hutang turut menciutkan hati para milenial.
Kondisi ini tentunya patut menjadi concern kita semua, mengingat tugas dan fungsi terkait pengurusan piutang negara yang ada pada DJKN haruslah tetap berlangsung.