Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palu > Kilas Peristiwa
PERENUNGAN VISITASI MENGUNJUNGI MONUMEN JOGJA KEMBALI (MONJALI) PADA SAAT DARURAT COVIED-19
Abd. Choliq
Kamis, 09 April 2020   |   1209 kali

Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP) Angkatan I Kementerian Keuangan bersama Pusdiklat PSDM – Balai Diklat Kepemimpinan Tahun 2020 melaksanakan kunjungan visitasi  Bela Negara ke Monumen Jogja Kembali (Monjali) pada tanggal 13 Maret 2020. Sebelum dipulangkan ke unit masing-masing peserta masih diberi kesempatan untuk mengenang jejak peristiwa enam jam di Yogyakarta serangan 1 Maret 1949 pukul 06.00.  

Kunjungan visitasi tersebut didampingi pengajar dari Pusdiklat PSDM Bapak M. Taufik dan Hindri Asmoko. Pemandu dari MONJALI Bapak Abdul Rauf menceritakan bunyi sirene tanda istirahat dibunyikan dari pos pertahanan Belanda. Di bawah komando Letkol Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, mulai menggempur pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku penggagas serangan. Pasukan Belanda yang satu bulan semenjak Agresi Militer Belanda II bulan Desember 1948 disebar pada pos-pos kecil, terpencar dan melemah. Selama enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki Kota Yogyakarta, setelah memaksa mundur pasukan Belanda. Tepat pukul 12.00 siang, sesuai dengan rencana, semua pasukan TNI menarik diri dari pusat kota ketika bantuan Belanda datang. Sebuah kekalahan telak bagi pihak Belanda.

Pertempuran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret inilah yang menjadi awal pembuktian pada dunia internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan serta menyatakan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini terpicu setelah Pemerintah Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta ke Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik Indonesia sudah tidak ada.

Berita perlawanan selama enam jam ini kemudian dikabarkan ke Wonosari, diteruskan ke Bukit Tinggi, lalu Birma, New Delhi (India), dan berakhir di kantor pusat PBB New York. Dari kabar ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menganggap Indonesia telah merdeka memaksa mengadakan Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des Indes Jakarta pada tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang dipimpin Moh. Roem dan wakil Belanda yang dipimpin Van Royen, menghasilkan sebuah perjanjian yang ditanda tangani pada tanggal 7 Mei 1949. perjanjian ini kemudian disebut dengan perjanjian Roem Royen (Roem Royen Statement). Dalam perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik pasukannya dari Indonesia, serta memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja. Hingga akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia.

Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29 Juni 1985 dibangun Monumen Jogja Kembali (Monjali). Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan penandatanganan Prasasti.

Monumen yang terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kapubaten Sleman ini berbentuk gunung, yang menjadi perlambang kesuburan juga mempunyai makna melestarikan budaya nenek moyang pra sejarah. Peletakan bangunanpun mengikuti budaya Jogja, terletak pada sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan Parang Tritis. " Poros Makro Kosmos atau Sumbu Besar Kehidupan".  Titik imajiner pada bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 5,6 hektar ini bisa dilihat pada lantai tiga, tepatnya pada tempat berdirinya tiang bendera.

Nama Monumen Yogya Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta.

Memasuki area monumen yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat kota Jogja ini, pengunjung akan disambut dengan replika Pesawat Cureng di dekat pintu timur serta replika Pesawat Guntai di dekat pintu barat. Menaiki podium di barat dan timur pengunjung bisa melihat dua senjata mesin beroda lengkap dengan tempat duduknya, sebelum turun menuju pelataran depan kaki gunung Monumen. Di ujung selatan pelataran berdiri tegak sebuah dinding yang memuat 420 nama pejuang yang gugur antara 19 Desember 1948 hingga 29 Juni 1949 serta puisi Karawang Bekasi-nya Chairil Anwar untuk pahlawan yang tidak diketahui namanya.

Monumen dikelilingi oleh kolam (jagang) yang dibagi oleh empat jalan menuju bangunan utama. Jalan barat dan timur menghubungkan dengan pintu masuk lantai satu yang terdiri dari empat ruang museum yang menyajikan sedikitnya 1.000 koleksi tentang Satu Maret, perjuangan sebelum kemerdekaan hingga Kota Yogyakarta menjadi ibukota RI. Seragam Tentara Pelajar dan kursi tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman yang masih tersimpan rapi di sana. Di samping itu, ada juga ruang Sidang Utama, yang letaknya di sebelah ruang museum I. Ruangan berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 25 meter ini berfungsi sebagai ruang serbaguna, karena biasa disewakan untuk keperluan seminar atau pesta pernikahan.

Sementara itu jalan utara dan selatan terhubung dengan tangga menuju lantai dua pada dinding luar yang melingkari bangunan terukir 40 relief yang menggambarkan peristiwa perjuangan bangsa mulai dari 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. sejumlah peristiwa sejarah seperti perjuangan fisik dan diplomasi sejak masa Proklamasi Kemerdekaan, kembalinya Presiden dan Wakil Persiden ke Yogyakarta hingga pembentukan Tentara Keamanan Rakyat tergambar di relief tersebut. Sedangkan di dalam bangunan, berisi 10 diorama melingkari bangunan yang menggambarkaan rekaan situasi saat Belanda menyerang Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.

Lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi dengan tiang bendera yang dipasangi bendera merah putih di tengah ruangan, relief gambar tangan yang menggambarkan perjuangan fisik pada dinding barat dan perjuangan diplomasi pada dinding timur. Ruangan bernama Garbha Graha itu berfungsi sebagai tempat mendoakan para pahlawan dan merenungi perjuangan mereka.

Selama ini perjuangan bangsa hanya bisa didengar melalui guru-guru sejarah di sekolah, atau cerita seorang kakek pada cucunya. Monumen Yogya Kembali memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana kemerdekaan itu tercapai. Melihat berbagai diorama, relief yang terukir atau koleksi pakaian hingga senjata yang pernah dipakai oleh para pejuang kemerdekaan. Satu tempat yang akan memuaskan segala keingintahuan tentang perjalanan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Akhir dari kunjungan visitasi para peserta Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP) Angkatan I dipersilahkan untuk mendo’akan para pahlawan yang telah gugur semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan mengampuni dosa-dosanya dan menerima amal baiknya dan supaya sebagai penerus perjuangan bangsa mampu melanjutkan perjuangannya untuk mengisi kemerdekaan yang telah beliau persembahkan untuk anak cucunya.  

Kemudian bagaimana refleksi diri kita dalam aksi bela Negara dengan kondisi bangsa menghadapi tantangan pandemi Corona  pada saat ini. Bagaimana kita melanjutkan perjuangannya para pendahulu kita dengan kondisi seperti ini, Inilah saatnya sebagai ASN tetap membuktikan eksistensi dirinya terhadap wawasan kebangsaan dan bela Negara sebagai dasar etika dan akuntabilitas ASN untuk mengaktualisasi sebagai ASN yang memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara serta yakin dan setia pada Pancasila

a.    Apakah kita masih percaya, cinta,  dan setia pada negeri ini? Masih percaya, cinta dan setia pada negeri ini.

b.    Seberapa dalam rasa cinta kita untuk negeri ini (sebagai ASN)? Cinta Negara bagian dari iman (hubbul wathon minal iman) jiwa raga untuk pengabdian ibu pertiwi.

c.    Kondisi saat ini, bangsa menghadapi tantangan pandemi Corona? Apa peran kita? Tetap menjaga kesehatan dan mematuhi ketentuan yang telah diberlakukan oleh pemerintah tentang penyebaran virus COVIED-19.

d.    Apakah peran nyata “kita” sebagai ASN di lingkungan Kementerian Keuangan? Sudah cukupkah? Ada kendala kah? Tetap menjalankan kegiatan seperti semula dan menjaga nilai-nilai kementerian keuangan, tidak boleh merasa puas atau cukup tetap berkarya bila ada kendala bisa melakukan kegiatan kantor melalui WFO maupun  WFH sebagai pertanggungjawaban pengabdian ASN kepada ibu pertiwi sesuai dengan profesinya masing-masing baik ASN maupun yang bergerak di bidang swasta. (Penulis Seksi H & I) 

Foto Terkait Kilas Peristiwa
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini