Pelatihan Kepemimpinan
Pengawas (PKP) Angkatan I Kementerian Keuangan bersama Pusdiklat PSDM – Balai
Diklat Kepemimpinan Tahun 2020 melaksanakan kunjungan visitasi Bela Negara ke Monumen Jogja Kembali
(Monjali) pada tanggal 13 Maret 2020. Sebelum dipulangkan ke unit masing-masing
peserta masih diberi kesempatan untuk mengenang jejak peristiwa enam jam di
Yogyakarta serangan 1 Maret 1949 pukul 06.00.
Kunjungan visitasi
tersebut didampingi pengajar dari Pusdiklat PSDM Bapak M. Taufik dan Hindri
Asmoko. Pemandu dari MONJALI Bapak Abdul Rauf menceritakan bunyi sirene tanda
istirahat dibunyikan dari pos pertahanan Belanda. Di bawah komando Letkol
Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, mulai menggempur
pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono
IX selaku penggagas serangan. Pasukan Belanda yang satu bulan semenjak Agresi
Militer Belanda II bulan Desember 1948 disebar pada pos-pos kecil, terpencar
dan melemah. Selama enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil
menduduki Kota Yogyakarta, setelah memaksa mundur pasukan Belanda. Tepat pukul
12.00 siang, sesuai dengan rencana, semua pasukan TNI menarik diri dari pusat
kota ketika bantuan Belanda datang. Sebuah kekalahan telak bagi pihak Belanda.
Pertempuran yang dikenal
dengan Serangan Umum 1 Maret inilah yang menjadi awal pembuktian pada dunia
internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan
serta menyatakan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini terpicu setelah
Pemerintah Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung
Hatta ke Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik Indonesia
sudah tidak ada.
Berita perlawanan selama
enam jam ini kemudian dikabarkan ke Wonosari, diteruskan ke Bukit Tinggi, lalu
Birma, New Delhi (India), dan berakhir di kantor pusat PBB New York. Dari kabar
ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menganggap Indonesia telah merdeka
memaksa mengadakan Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam pertemuan yang berlangsung
di Hotel Des Indes Jakarta pada tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang
dipimpin Moh. Roem dan wakil Belanda yang dipimpin Van Royen, menghasilkan
sebuah perjanjian yang ditanda tangani pada tanggal 7 Mei 1949. perjanjian ini
kemudian disebut dengan perjanjian Roem Royen (Roem Royen Statement). Dalam
perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik pasukannya dari Indonesia, serta
memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja. Hingga
akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi Belanda menyerahkan
kedaulatan kepada Republik Indonesia.
Untuk mengenang
peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29 Juni 1985 dibangun Monumen
Jogja Kembali (Monjali). Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter
dilakukan oleh HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala
kerbau. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini
selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan
penandatanganan Prasasti.
Monumen yang terletak di
Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kapubaten Sleman ini
berbentuk gunung, yang menjadi perlambang kesuburan juga mempunyai makna
melestarikan budaya nenek moyang pra sejarah. Peletakan bangunanpun mengikuti
budaya Jogja, terletak pada sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu,
Kraton, Panggung Krapyak dan Parang Tritis. " Poros Makro Kosmos atau
Sumbu Besar Kehidupan". Titik
imajiner pada bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 5,6 hektar ini bisa
dilihat pada lantai tiga, tepatnya pada tempat berdirinya tiang bendera.
Nama Monumen Yogya
Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali Pemerintahan Republik
Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari
Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno,
Wakil Presiden Mohammad Hatta dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 di
Yogyakarta.
Memasuki area monumen
yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat kota Jogja ini, pengunjung akan
disambut dengan replika Pesawat Cureng di dekat pintu timur serta replika
Pesawat Guntai di dekat pintu barat. Menaiki podium di barat dan timur
pengunjung bisa melihat dua senjata mesin beroda lengkap dengan tempat
duduknya, sebelum turun menuju pelataran depan kaki gunung Monumen. Di ujung
selatan pelataran berdiri tegak sebuah dinding yang memuat 420 nama pejuang
yang gugur antara 19 Desember 1948 hingga 29 Juni 1949 serta puisi Karawang
Bekasi-nya Chairil Anwar untuk pahlawan yang tidak diketahui namanya.
Monumen dikelilingi oleh
kolam (jagang) yang dibagi oleh empat jalan menuju bangunan utama. Jalan barat
dan timur menghubungkan dengan pintu masuk lantai satu yang terdiri dari empat
ruang museum yang menyajikan sedikitnya 1.000 koleksi tentang Satu Maret,
perjuangan sebelum kemerdekaan hingga Kota Yogyakarta menjadi ibukota RI.
Seragam Tentara Pelajar dan kursi tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman yang
masih tersimpan rapi di sana. Di samping itu, ada juga ruang Sidang Utama, yang
letaknya di sebelah ruang museum I. Ruangan berbentuk lingkaran dengan diameter
sekitar 25 meter ini berfungsi sebagai ruang serbaguna, karena biasa disewakan
untuk keperluan seminar atau pesta pernikahan.
Sementara itu jalan
utara dan selatan terhubung dengan tangga menuju lantai dua pada dinding luar
yang melingkari bangunan terukir 40 relief yang menggambarkan peristiwa
perjuangan bangsa mulai dari 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. sejumlah
peristiwa sejarah seperti perjuangan fisik dan diplomasi sejak masa Proklamasi
Kemerdekaan, kembalinya Presiden dan Wakil Persiden ke Yogyakarta hingga
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat tergambar di relief tersebut. Sedangkan di
dalam bangunan, berisi 10 diorama melingkari bangunan yang menggambarkaan
rekaan situasi saat Belanda menyerang Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948, SU
Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949
di Gedung Agung Yogyakarta.
Lantai teratas merupakan
tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi dengan tiang bendera yang
dipasangi bendera merah putih di tengah ruangan, relief gambar tangan yang
menggambarkan perjuangan fisik pada dinding barat dan perjuangan diplomasi pada
dinding timur. Ruangan bernama Garbha Graha itu berfungsi sebagai tempat
mendoakan para pahlawan dan merenungi perjuangan mereka.
Selama ini perjuangan
bangsa hanya bisa didengar melalui guru-guru sejarah di sekolah, atau cerita
seorang kakek pada cucunya. Monumen Yogya Kembali memberikan gambaran yang lebih
jelas bagaimana kemerdekaan itu tercapai. Melihat berbagai diorama, relief yang
terukir atau koleksi pakaian hingga senjata yang pernah dipakai oleh para
pejuang kemerdekaan. Satu tempat yang akan memuaskan segala keingintahuan
tentang perjalanan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Akhir dari kunjungan
visitasi para peserta Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP) Angkatan I
dipersilahkan untuk mendo’akan para pahlawan yang telah gugur semoga Tuhan Yang
Maha Esa berkenan mengampuni dosa-dosanya dan menerima amal baiknya dan supaya
sebagai penerus perjuangan bangsa mampu melanjutkan perjuangannya untuk mengisi
kemerdekaan yang telah beliau persembahkan untuk anak cucunya.
Kemudian bagaimana refleksi
diri kita dalam aksi bela Negara dengan kondisi bangsa menghadapi tantangan
pandemi Corona pada saat ini. Bagaimana
kita melanjutkan perjuangannya para pendahulu kita dengan kondisi seperti ini, Inilah
saatnya sebagai ASN tetap membuktikan eksistensi dirinya terhadap wawasan kebangsaan dan bela Negara sebagai
dasar etika dan akuntabilitas ASN untuk mengaktualisasi sebagai ASN yang memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara serta yakin dan setia pada Pancasila
a.
Apakah kita masih percaya, cinta, dan setia pada negeri ini? Masih percaya, cinta dan setia pada negeri ini.
b. Seberapa dalam rasa cinta kita untuk negeri ini (sebagai ASN)? Cinta Negara bagian dari iman (hubbul wathon minal
iman) jiwa raga untuk pengabdian ibu pertiwi.
c. Kondisi saat ini, bangsa menghadapi tantangan pandemi
Corona? Apa peran kita? Tetap menjaga kesehatan dan mematuhi
ketentuan yang telah diberlakukan oleh pemerintah tentang penyebaran virus
COVIED-19.
d. Apakah peran nyata “kita” sebagai ASN di lingkungan Kementerian Keuangan?
Sudah cukupkah? Ada kendala kah? Tetap menjalankan kegiatan seperti
semula dan menjaga nilai-nilai kementerian keuangan, tidak boleh merasa puas
atau cukup tetap berkarya bila ada kendala bisa melakukan kegiatan kantor melalui
WFO maupun WFH sebagai
pertanggungjawaban pengabdian ASN kepada ibu pertiwi sesuai dengan profesinya
masing-masing baik ASN maupun yang bergerak di bidang swasta. (Penulis Seksi H
& I)