Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palu > Artikel
Menempatkan Adab dan Ilmu Dalam Berorganisasi
Angger Dewantara
Senin, 10 Oktober 2022   |   48042 kali

Di dalam organisasi tentunya memerlukan pegawai yang beradab, mempunyai akhlak yang baik, tata krama, beretika, sopan, dan bijaksana dalam menjalin hubungan dengan stakeholder. Menjadi pegawai beradab bukan tentang bersikap seperti bangsawan, tetapi memahami pentingnya memperlakukan orang lain dengan respek seraya menjaga citra diri yang baik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Pegawai yang beradab pasti memiliki akhlak yang terpuji, mampu menerapkan ilmunya dengan baik, memahami nilai-nilai budaya, cenderung menghindari kebiasaan buruk, dalam kata-kata dan tindakan. Mampu menempatkan adab diatas ilmu artinya pegawai yang menempatkan ilmu tanpa beradab, akan menambah kesombongan dan tidak bermanfaat untuk dirinya dan orang lain dalam berorganisasi. Namun sebaliknya dengan beradab dalam berilmu itu lebih mudah dipelajari dan diamalkan serta lebih mudah untuk disampaikan karena adab menerapkan akhlak yang mulia serta dapat mencegah silo antar bagian dan ego sektoral. Dengan demikian adab mengedepankan kemuliaan budi pekerti yang luhur dari pada orang yang berilmu. Ilmu dan adab adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya berkaitan erat dan saling berhubungan satu sama lain. Penulis mencoba menjelaskan, bagaimanakah yang dimaksud dengan pegawai yang beradab? Pentingnya menempatkan adab di atas Ilmu dalam berorganisasi?

 

Ada Beberapa Pengertian, Adab, Akhlak, Nilai-Nilai Budaya dan Ilmu

1.    Adab 

Adab memiliki sebuah arti kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti. Adab erat kaitannya dengan akhlak atau perilaku terpuji. Para ahli bahasa juga kebanyakan menyebutkan bahwa adab merupakan kepandaian dan ketepatan dalam mengurus segala sesuatu. Begitupun ahli agama juga turut berpendapat bahwa adab merupakan suatu kata atau ucapan yang mengumpulkan segala perkara kebaikan di dalamnya.  

 

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun berdasarkan nilai-nilai budaya atau aturan agama. Norma tentang adab seringkali digunakan dalam pergaulan yang terjadi antar manusia, antar tetangga, dan antar kaum bahkan dalam organisasi.

 

2.    Akhlak

Akhlak dapat diartikan sebagai tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sengaja, diawali dari proses latihan yang menjadi kebiasaan, bersumber dari dorongan jiwa untuk melakukan perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Akhlak mengandung arti:

§  Tabi’at, yaitu sifat yang telah terbentuk dalam diri manusia tanpa dikehendaki (tanpa kemauan) atau tanpa diupayakan (tanpa usaha).

§  Adat, yaitu sifat dalam diri manusia yang diupayakan (berusaha) melalui latihan yakni berdasarkan keinginan.

§  Watak, jangkauannya meliputi hal yang menjadi tabi’at  dan hal yang diupayakan sehingga menjadi adat kebiasaan.

Adab merupakan hal yang lebih luas daripada akhlak. Akhlak ialah kondisi jiwa seseorang yang dengan kondisi ini seseorang akan melakukan sesuatu secara refleks. Maka, ada pembagian akhlak baik dan akhlak buruk. Beda dengan adab. Adab tidak ada yang buruk.

 

3.    Nilai Budaya

Nilai budaya adalah  seperangkat aturan yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, atau lingkungan masyarakat, yang telah mengakar pada kebiasaan, kepercayaan (believe), dan simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang bisa dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Sehingga perihal inilah nilai-nilai budaya akan terlihat pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang tampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan sosial atau organisasi sosial. Ada tiga konsep yang senantiasa berkaiatan dengan nilai-nilai budaya yaitu:

  • Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kasat mata terlihat dengan jelas.
  • Sikap, tingkah laku, gerak gerik yang muncul sebagai akibat adanya slogan atau moto tersebut.
  • Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang telah mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

 

4.    Pengertian Ilmu Secara umum

Sedangkan secara umum, Ilmu memiliki arti kepandaian atau pengetahuan yang berkenaan dengan bidang yang tersusun secara sistematis menurut kaidah dan metode yang bisa digunakan untuk menjelaskan serta memahami hal yang terkait dengan bidang ilmu tersebut.

 

Yang dimaksud dengan pegawai yang beradab adalah?

Pegawai yang tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai budaya, sebagaimana menerapkan adab lebih utama dibanding ilmu artinya orang sopan tak berilmu tidak akan membahayakan, akan tetapi orang yang berilmu tak sopan akan menghadirkan keburukan pada dirinya dan orang sekitarnya. Dalam setiap ilmu bersanding adab, jika adab disempurnakan, maka ilmu akan sempurna menyertainya, -Ustadz Adi Hidayat.

 

Pegawai beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam nilai-nilai budaya maupun agama. Tetapi seiring berkembangnya waktu, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dengan segi kesopanan secara umum. Orang beradab sudah pasti berilmu, orang berilmu belum tentu beradab.

 

Adab sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi para pegawai yang memiliki adab  akan terjaga dari perbuatan tercela fraud. Anak-anak yang sudah diberi bekal pelajaran mengenai adab akan tumbuh menjadi pribadi lebih baik dari teman-teman sebayanya, nilai-nilai itu tercermin saat dewasa atau menjadi pegawai. Akhlak mulia atau adab akan menjadikan sebuah ilmu membawa manfaat yang besar tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Akhlak yang mulia akan melahirkan pribadi-pribadi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

 

Adab adalah Norma dengan Banyak Fungsi

Adab tentu penting bagi manusia, sebab adab merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia yang kelak akan menuntut manusia untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan bisa menempatkan diri pada tempat maupun waktu tertentu.

 

Para pimpinan maupun pegawai diwajibkan untuk menjadi teladan dalam mengajarkan akhlak yang baik pada sekitar lingkungannya. Memberi contoh bagaimana cara bersikap, tidak egois, membantu orang lain, termasuk bagaimana bersikap menjadi pegawai yang baik sebagai  aparatur sipil negara (ASN) sesuai dengan nilai-nilai dan budaya kementerian keuangan pada pegawai kementerian keuangan. Selain itu mengajarkan adab tentu memiliki beberapa fungsi seperti:

§  Adab kepada Tuhan Yang Maha Esa

§  Adab kepada orangtua

§  Adab kepada Bangsa dan Negara

§  Adap kepada pimpinan

§  Adap kepada sesama

§  Adab-adab Terhadap Lingkungan  


Pentingnya Menempatkan Adab diatas Ilmu dalam Berorganisasi 


Menempatkan adap diatas ilmu bertujuan untuk memberikan pemahaman “Tidak ada Tempat bagi Ego Individual dan Ego Unit” atau Silo Mentality dan Ego Sektoral di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena para pejabat tersebut mengemban tugas dan amanah penting untuk memimpin sekitar 80 ribu pegawai Kemenkeu  yang tersebar di penjuru Nusantara. Pentingnya kolaborasi dan sinergi antar unit di Kemenkeu karena hal ini penting dalam tugas menjaga dan membuat kebijakan fiskal. Di lingkungan Kementerian Keuangan, teamwork adalah penting sekali. Di lingkungan Kementerian Keuangan, bekerja bersama adalah suatu keharusan, di dalam menghadapi tantangan global, termasuk pandemi, climate change, maupun tantangan pemulihan ekonomi, tidak mungkin dilakukan secara silo dan sendiri-sendiri.


Mampu menempatkan adab diatas ilmu bagi pejabat sebuah kepercayaan bahwa figur pejabat tersebut dianggap memiliki pengalaman, kematangan, dan wawasan yang mumpuni, untuk menggerakkan jalannya institusi yang memiliki tugas vital bagi Republik Indonesia. Menteri Keuangan Menegaskan kepada seluruh jajaran Kementerian Keuangan, bahwa kerja tidak hanya dengan otak dan kepala, tapi juga dengan hati nurani serta etika bekerja. Tetap fokus sehingga yang kita hasilkan betul-betul bermanfaat bagi masyarakat, dan tetap menjaga rambu-rambu kepantasan etika publik. Menjalankan tugas dengan sepenuh hati dan dengan keikhlasan yang sepenuhnya, biasanya dalam pembinaan pegawai di Kementerian Keuangan tak lupa terus menekankan arti penting Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan Budaya Kementerian Keuangan.

 

Beradab diatas ilmu dalam organisasi sangat penting sekali, bagaimana jadinya kalau ilmu itu tidak mempunyai adab, adab adalah akhlak yang mulia. Tentunya dalam organisasi perlu beradab karena dalam struktur organisasi ada manusianya. Dalam organisasi ada manajemen, sebab manajemen adalah tentang manusia. Fungsinya memungkinkan orang saling bekerja sama untuk kemudian dapat mencapai hasil dan memungkinkan mereka mengembangkan kekuatan serta saling melengkapi kekurangan masing-masing.  

 

Unsur manusia yang bisa menerapkan adab dalam berilmu, didalam struktur organisasi sebagai suatu garis hirarki yang mendeskripsikan berbagai komponen yang menyusun organisasi, dimana setiap individu atau Sumber Daya Manusia pada lingkup organisasi tersebut kemudian memiliki posisi dan fungsinya masing-masing. Struktur organisasi sendiri dibuat untuk kepentingan organisasi dengan menempatkan orang-orang yang kompeten sesuai dengan bidang dan keahliannya.  

 

Lantas, seberapa penting bahwa Adab harus lebih tinggi daripada Ilmu? Penulis akan menyampaikan beberapa akibat secara teoritis apa yang akan terjadi ketika dalam dunia bekerja Ilmu lebih tinggi daripada Adab.


1. Silo Mentality Pegawai


Mengabaikan adab diatas ilmu dapat menyebabkan rekan kerja yang bersikap cenderung enggan berbagi informasi seputar pekerjaan atau kantor, adalah pertanda dari silo mentality. Mental seperti ini sebagai pemicu persaingan tak sehat di kantor biasanya muncul dari rasa kompetitif di antara rekan kerja. Pegawai memiliki mental seperti ini dapat memberi dampak buruk bagi pekerjaan juga dapat memberi efek negatif pada budaya kerja organisasi. Mengenal silo mentality adalah keengganan untuk berbagi informasi dengan pegawai dari divisi atau bagian/seksi yang berbeda di organisasi yang sama. Umumnya, mental seperti ini terjadi akibat kompetisi antar manager, bidang, seksi yang kemudian menyeret anggota timnya. Akibatnya, lingkungan kerja dapat berubah menjadi toxic. Arti toxic secara sederhananya adalah sesuatu yang membawa pengaruh negatif atau buruk kepada lingkungan sekitarnya baik itu perlakuan, sikap, ataupun tindakan yang dia lakukan. Mental seperti ini juga memberi dampak negatif pada organisasi.

 

Silo mentality pegawai dapat menyebabkan dampak antara lain:

§  Setiap bagian atau seksi hanya peduli pada kesuksesan mereka dan bukan kesuksesan organisasi secara keseluruhan.

§  Terjadinya inefisiensi di tingkat organisasi dan dapat mengurangi potensi organisasi untuk mencapai tujuannya.

§  Kurangnya komunikasi lintas bagian atau seksi sehingga pegawai dengan informasi yang tidak akurat atau kadaluarsa.

§  Penetapan tujuan akan menjadi masalah karena tujuan bagian atau seksi mungkin tidak sejalan dengan tujuan organisasi.

 

2. Ego Unit atau Sektoral

Di Kementerian Keuangan Republik Indonesia kita tidak boleh mengedepankan ego unit atau ego sektoral. Ketika kita bicara sektoral, maka egoisme kita akan dikedepankan.  Ego sektoral tidak hanya membuat jurang pemisah antara instansi satu dengan lainnya. Tunjangan dan fasilitas bisa menjadi jurang pemisah tersebut akan semakin lebar. Gengsi juga bisa membuat disparitas (perbedaan) dan semakin membuat jarak yang jauh, antara pegawai di sektor yang satu dengan pegawai disektor yang lainnya.

 

Ego sektoral, mungkin saja bisa membuat jurang pemisah, antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lainnya. Akan tetapi, ego sektoral lebih berbahaya bagi pergerakan dan perjuangan menuju kemenkeu satu. adanya ego sektoral dikalangan pemangku kekuasaan yang berniat untuk menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya dan ego sektoral tidak mungkin diharapkan terjadi pada Kemenkeu.


3. Mentalitas Silo dan Ego Sektoral, Penyakit Kronis Organisasi Pemerintah

Masalah silo dan ego sektoral ini menjadi penyakit yang kronis organisasi pemerintah karena sudah cukup lama menghiasi  organisasi pemerintahan, dan telah menjadi masalah akut yang sampai sekarang belum ada solusi pemecahannya. Kita juga mengenal istilah ‘mentalitas silo’ dalam konteks kehidupan berorganisasi, termasuk dalam organisasi yang tidak jauh pengertiannya dengan ego sektoral. 

 

Dalam organisasi pemerintahan atau perusahaan, ego sektoral dan mentalitas silo berpotensi menjadi kontraproduktif terhadap strategi pencapaian target dan tujuan organisasi. Meskipun demikian, dalam penyusunan rencana dan strategi organisasi, telah menjadi kebiasaan bahwa organisasi menetapkan target kinerja untuk masing-masing unit diturunkan dari target dan tujuan utama organisasi. 


4. Ego Sektoral Hambat Reformasi Birokrasi

Ego sektoral, di mana instansi lebih mengutamakan kepentingan masing-masing, yang terjadi sampai saat ini menjadi salah satu faktor penghambat reformasi birokrasi. Masing-masing kementerian dan instansi pemerintahan harus meninggalkan ego sektoral. Dikatakan, salah satu permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penataan kelembagaan adalah banyaknya fungsi yang tumpang tindih. “Dalam banyak kasus, satu urusan pemerintahan ditangani oleh beberapa instansi, sehingga tak jarang hal itu menimbulkan kelambatan dalam pelayanan publik,”

 

Etika erat sekali kaitannya dengan nilai baik dan buruk, benar dan salah, bohong dan jujur dalam melakukan suatu tindakan. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan etika yang ada dalam lingkungannya. Orang yang berinteraksi dengan sesama, orang tersebut dapat menunjukkan perilaku yang dinilai baik atau buruk, benar atau salah. Acapkali ditemukan juga penilaian yang berbeda manakala berada dalam lingkungan yang berbeda.

 

Menghilangkan kebiasaan buruk dalam organisasi, berorganisasi dengan baik merupakan kemampuan utama yang dimiliki individu pegawai maupun pimpinan. Kemampuan inilah yang menjadikan manusia bisa lebih unggul dibandingkan makhluk lain. Peran organisasi dalam segala aspek kehidupan manusia telah menjadi begitu dominan. Segala yang kita gunakan merupakan hasil kerja organisasi. Hampir tidak ada lagi sesuatu yang kita pakai sekarang merupakan produk seorang individu saja. Dengan berorganisasi, manusia telah mencapai dan menghasilkan sesuatu yang sangat luar biasa yang tak mungkin dicapai jika hal itu dilakukan seorang diri. Memaknai arti :"A Blessing in Disguise", berarti sesuatu yang pada awalnya tampak buruk atau tidak menyenangkan, tapi ternyata dibelakang hari, menghasilkan sesuatu yang baik. 


Menempatkan adab diatas ilmu dalam berorganisasi memberikan dampak yang sangat bagus bagi organisasi karena pegawai atau pimpinan yang beradap pasti berilmu, sedangkan pegawai atau pimpinan yang berilmu belum tentu mempunyai adab. Betapa indahnya manusia di dalam organisasi itu mempunyai adab yang mengandung arti akhlaknya baik, tatakrama, sopan santun dan bertika tentunya bila ada silo dan ego sektoral tidak akan berkembang atau hilang dengan sendirinya.  Mungkin dalam organisasi kita pernah memikirkan ulang penggunaan term “core business” dan “non core business”. Apa sih maksudnya? Jadi gini, organisasi perusahaan bisa dibagi dua bagian besar: pertama core business, yaitu bagian-bagian yang berhubungan langsung dengan bisnis perusahaan atau bagian yang mendatangkan uang bagi perusahaan atau organisasi.   Dan kedua non core business, yaitu bagian pendukung bisnis perusahaan atau bagian yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan yang mendatangkan uang bagi perusahaan. Misalnya bagian instansi atau unit di Kemenkeu ada penyebutan seksi pelayanan teknis sebagai core business dan seksi non teknis sebagai supporting sebagai non core business.

 

Padahal masing-masing seksi, bekerja dengan jam kerja yang sama, dan sama-sama mencurahkan tenaga dan pikiran untuk kemajuan organisasi. Semestinya tidak ada diskriminasi. Kita akan terbantu untuk memandang bahwa semuanya punya posisi dan peran penting di organisasi. Tidak ada silo dan ego sektoral. Kalau kita sudah sepakat dan memiliki cara pandang yang sama seperti ini, para pegawai akan terangkat moralnya. Akan termotivasi untuk memberikan sumbangsih lebih besar bagi organisasi.

 

Dari curahan yang ditulis oleh penulis, dapat ditarik kesimpulan terkait permasalahan pentingnya Adab dibandingkan Ilmu, permasalahan ego sektoral sampai saat ini belum ada solusi. Mungkin sebagai kritik tulisan ini juga tentunya belum memberikan solusi yang signifikan. Namun, setidaknya memberikan sumbangan pemikiran bahwa isu ego sektoral sampai saat ini masih menjadi ancaman dalam tata kelola birokrasi Indonesia. Selain itu, ada juga proses perencanaan yang sifatnya top down. Yaitu, program kerja yang sudah disiapkan oleh pemerintah pusat, yang diimplementasikan sampai ke level pemerintah daerah atau level di bawah. Penyusunan bisnis proses nasional bisa menjadi salah satu alternatif untuk memetakan pembagian pekerjaan secara klir pada masing-masing instansi.

   

Dari curahan penulis diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa setiap orang bisa saja berilmu tinggi, bisa saja bersekolah hingga jenjang paling tinggi, bahkan mampu mencapai posisi tertinggi dalam pandangan masyarakat. Namun jika dia tak beradab, rasanya gugur sudah semua ilmu dan pengetahuan yang dimiliknya karena dia tak menghasilkan sebuah kebaikan hingga tak bisa dijadikan tauladan. Tidak mengabaikan adab dan memahami pentingnya adab diatas ilmu, tidak mampu menerapkan ilmu-ilmunya secara beradab sehingga membuat organisasi itu menjadi silo mentality maupun ego unit maupun ego sektoral untuk mementingkan instansi masing-masing.

  

Jadi organisasi adalah dua orang atau lebih yang saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan yang sama. Organisasi memang kumpulan dari orang-orang yang memiliki arah dan target yang sama, hanya saja itu tidak menghilangkan fakta bahwa organisasi terdiri dari individu yang beraneka ragam latar belakangnya. Dengan fakta di atas maka sudah seharusnya orang yang aktif di dunia organisasi harus menguasai “adab atau akhlak berorganisasi”, agar dapat terjalin hubungan erat lahir dan batin antar sesama pegawai atau anggota organisasi. Beberapa bentuk adab dan akhlak berorganisasi untuk mengantisipasi silo dan ego unit, maupun ego sektoral, di antaranya adalah sebagai berikut:

1.    Tidak merasa paling benar, jadikan rekan lain di organisasi sebagai partner berdiskusi.

2.    Terbuka dengan semua orang, salah satu masalah mendasar di organisasi adalah adanya kubu atau blok yang saling berlawanan.  

3.    Mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi.

4.    Tidak orientasi one man show, organisasi bukanlah tentang satu orang saja atau satu bagian, berikan kesempatan kepada semua.

Bangga dan paham simbol organisasi, Simbol adalah instrumen pikiran (instrument of thought). Berguna untuk memberikan stimulus bagi seseorang atau pegawai yang melihat suatu objek, untuk mengenali suatu benda dengan arti yang sudah dipahami secara umum maupun personal.

 

Penulis              : Tim Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palu

Referensi          :

1.     https://dosensosiologi.com/nilai-budaya/ [diakses pada tanggal 03/10/2022]

2.     https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-akhlak/ [diakses pada tanggal 03/10/2022]

3.     https://setjen.kemenkeu.go.id/in/post/menkeu:-tidak-ada-tempat-bagi-ego-individual-dan-ego-unit- [diakses pada tanggal 03/10/2022]

4.     https://muhammadiyah.or.id/akhlak-berorganisasi-bagaimana-penerapannya/ [diakses pada tanggal 03/10/2022]

5.     https://lambeturah.id/sinonim-persamaan-kata-adab-adalah/ [diakses pada tanggal 03/10/2022]

6.     https://glints.com/id/lowongan/silo-mentality-di-kantor/#.Yzjvp3ZBy5c [diakses pada tanggal 03/10/2022]

7.     https://www.gramedia.com/literasi/adab/ [diakses pada tanggal 03/10/2022]

8.     https://pdmjogja.org/etika-dalam-organisasi/ [diakses pada tanggal 03/10/2022]

 

                                                                                                                                   

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini