Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palu > Artikel
Cegah Korupsi dari Diri Sendiri
Angger Dewantara
Senin, 14 Maret 2022   |   28189 kali

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya dalam kekayaan alamnya dan juga sumber daya manusianya. Kekayaan yang melimpah yang dimiliki dianggap sebagai jaminan untuk memenuhi kebutuhan hidup bangsa dan digunakan  sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya. Namun, hal tersebut hanya bisa diperoleh suatu bangsa tentunya dengan pengelolaan sumber daya yang strategik, transparan, dan juga mengedepankan kepentingan masyarakat luas untuk kemakmuran.

 

Sesuai judul, penulis ingin sedikit membahas salah satu tindakan yang sudah banyak menjadi kasus yang diperbincangkan oleh masyarakat luas, khususnya Indonesia. Korupsi, tindakan yang melanggar hukum ini tidak hanya berdampak pada kerugian negara dalam bentuk nominal, namun juga dari segi yang tidak bisa dihitung secara nominal seperti, rusaknya sumber daya alam, pengelolaan sumber daya manusia yang tidak maksimal. Hal tersebut memiliki dampak domino yang penulis yakin berujung pada kehancuran suatu bangsa/negara di segala bidang.

 

Penulis sebagai bagian dari bangsa Indonesia, ingin menekankan kepada pembaca untuk tentunya menghindari praktik korupsi dalam bentuk apapun. Namun lebih daripada itu, kita juga wajib membekali diri dengan pengetahuan-pengetahuan yang memberikan kita insight bahwa perilaku korupsi merupakan tindakan yang merugikan. Subjek bagi yang melakukan tindakan korupsi kita kenal sebagai 'koruptor' yang atas tindakannya tentu didasari dengan yang penulis sebut dengan 'perilaku koruptif'.

 

Perlaku koruptif merupakan perilaku menyimpang dalam konteks korupsi yang didorong oleh kepentingan diri sendiri (self interest) dan obsesi. Ketika seseorang bertindak atas dasar kepentingan diri sendiri dan obsesi, ia akan cenderung melanggar hak orang lain, merugikan diri sendiri, merugikan orang lain, dan melanggar aturan yang berlaku. Maka dari itu, korupsi seharusnya dipahami bukan hanya tentang pejabat publik, penyalahgunaan wewenang, kerugian uang negara, dan pelanggaran hukum, tetapi juga bagaimana perilaku individu dapat berdampak pada munculnya korupsi. Perilaku koruptif yang menjadi perilaku keseharian akan berpotensi menguatkan munculnya korupsi di masa yang akan datang, dalam banyak hal koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya.

 

Penulis menegaskan pada kalimat terakhir paragraf sebelumnya bahwa kita, walaupun bukan bertindak sebagai pejabat publik, negara, atau seorang yang memiliki kuasa yang cukup luas, namun tetap memiliki potensi untuk melakukan tindakan korupsi, meskipun tanpa kita sadari.

 

Faktanya secara umum, faktor penyebab korupsi bisa dibagi menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi. Sementara, faktor eksternal merupakan penyebab korupsi dari sebab-sebab atau dorongan luar.  

 

Yang pertama, faktor internal yang sebagian besar dipengaruhi dari aspek moral yang mengukur kekuatan iman, kejujuran dan tumbuhnya rasa malu seseorang. Kemudian, aspek perilaku seseorang, semisal pola hidup yang konsumtif, tidak produktif, hingga aspek sosial yang mempengaruhi terbentuknya suatu individu dalam menangkap pola pergaulan dari keluarga dan juga masyarakat sekitar.

 

Yang kedua, yaitu faktor eksternal atau dari luar diri suatu individu seperti lingkungan, keadaan politik, hukum, keadaan ekonomi dan banyak hal lainnya yang memicu seseorang nmelakukan tindakan korupsi. Penulis membuat setidaknya terdapat 5 klasifikasi aspek penyebab seseorang dapat melakukan tindakan korupsi yaitu aspek sosial, politis, hukum,ekonomi, dan organisasi.

 

1.     Aspek sosial

Menurut penulis, saat ini masyarakat cenderung belum paham terhadap yang dimaksud dengan konotasi bahwa 'korupsi merugikan negara'. Masyarakat perlu paham juga bahwa kerugian secara nominal yang dialami negara juga merupakan kerugian warganegara secara material maupun non-material. Kerugian nominal yang dialami negara tentunya akan mengganggu penyelenggaraan negara seperti dalam melakukan pembangunan, penataan ekonomi, pelestarian sumber daya alam, hingga pengembangan sumber daya manusia, dan juga yang penulis tekankan yaitu pada pemberian pelayanan terhadap seluruh masyarakatnya. Praktik korupsi juga bahkan dapat diterima masyarakat karena dilakukan oleh pihak yang dianggap 'pantas', semisal seorang yang melakukan penyuapan terhadap pejabat daerah, biasanya terjadi karena terdapat landasan saling percaya, dan saling kenal. Hal tersebut justru penulis menganggap sangat kuat untuk mengenyampingkan nilai-nilai anti korupsi.

 

2.     Aspek politis

Politik merupakan sebuah instrumen untuk mencapai cita-cita bangsa. Dalam instrumen ini, terdapat sejumlah aktor, baik aktor individu maupun kelompok atau partai, juga lembaga atau institusi. Menguatnya keyakinan bahwa politik adalah arena taruhan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar mendorong perbuatan korupsi. Demokrasi juga seringkali hanya dimaknai sebagai upaya memperoleh kekuasaan yang berasal dari rakyat, bukan bagaimana mengelola kekuasaan untuk rakyat. Korupsi dalam politik muncul ketika terjadi instabilitas politik atau ketika politisi mempunyai hasrat untuk mempertahankan kekuasaannya. Kontrol sosial terhadap pejabat publik merupakan suatu keharusan. Maka, wajar jika rakyat meminta penjelasan dan pertanggungjawaban seorang pejabat publik, apalagi menyangkut penyalahgunaan kekuasaan.

 

3.     Aspek hukum

Khusus aspek ini, penulis membagi kedalam beberapa poin penyebab yaitu :

§  Penegakan hukum lemah.

§  Aturan diskriminatif atau tidak adil.

§  Rumusan aturan/hukum tidak jelas sehingga menimbulkan multitafsir, kontradiksi, dan tumpang tindih dengan aturan lainnya.

§  Memadukan kenyataan dan peraturan secara adil bukan pekerjaan mudah.

 

4.     Aspek ekonomi

Aspek ekonomi yang penulis maksud dijadikan alasan untuk tindakan korupsi ini justru cenderung bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penulis mengambil contoh bahwa kasus korupsi yang dilakukan pejabat pemerintahan, subjek pelaku biasanya datang dari kalangan ekonomi yang menengah, hingga diatas. Subjek seperti ini melakukan tindakan korupsi untuk sebatas memperbanyak pundi-pundi pendapatan, dan dilakukan atas dasar keserakahan. Namun, ada juga kasus korupsi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam hidup. Penulis beranggapan hal ini terjadi karena adanya kebutuhan mendesak dan bertemu dengan kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi. Penulis memberi contoh sederhananya adalah seorang sopir taksi mencurangi nota pembelian bensin lantaran penghasilan yang didapatkan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan keluarganya.

 

5.     Aspek organisasi

Sebuah negara/bangsa dapat kita anggap sebagai sebuah organisasi yang besar, juga dapat menjadi penyebab loh, diantaranya yang kerap dimanfaatkan adalah karena dalam organisasi tersebut seperti dibawah ini :

§  Kurangnya sikap keteladanan pemimpin organisasi;

§  Tidak ada kultur/budaya organisasi yang benar baik berupa tujuan, fokus, dan standar atau cara mencapai tujuan yang jelas;

§  Sistem akuntabilitas tidak memadai;

§  Sistem pengendalian manajemen lemah.

 

Korupsi yang telah disebutkan diatas menimbulkan dampak pengeluaran biaya penanganan yang sangat besar ini jelas merugikan negara. Sebagaimana faktor penyebab korupsi itu ada dua yaitu melalui faktor internal dan eksternal. Yang melalui faktor internal adalah dari perilaku diri kita sendiri, lingkungan, dan keluarga. Sedangkan yang melalui faktor eksternal adalah kesenjangan sosial, politik, budaya dan organisasi organisasi yang sistemnya kurang akurat. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi bisa kita gunakan teori GONE (Greeds, Opportunities, Needs, dan Exposures).

 

Teori GONE

Penulis mencoba mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE theory, bahwa faktor faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:

1.     Greeds (keserakahan) adalah berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada didalam diri setiap orang. Keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi, menjadikan koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya;

2.     Opportunities (kesempatan) adalah berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan dikarenakan sistem yang memberi peluang untuk melakukan korupsi;

3.     Needs (kebutuhan) adalah berkaitan dengan faktor faktor yang dibutuhkan oleh individu untuk menunjang hidupnya yang wajar. Sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah puas atau kurang bersyukur;

4.     Exposures (pengungkapan) adalah berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain. Dalam hal ini kasus tidak hanya diungkap tetapi juga lebih luas yaitu penegakan hukum /law enforcement secara konsinten. Seorang koruptor harus dihukum berat sesuai dengan kesalahnnya sehingga memberikan efek jera bagi yang lain

 

Kemudian faktor faktor greeds dan needs berkaitan dengan individu pelaku korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor faktor opportunities dan exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.  

 

Setelah mengetahui beberapa fakta terkait penyebab korupsi, penulis beranggapan jika ditarik benang merah seluruh penyebab korupsi internal maupun eksternal, yang terpenting adalah dari pilihan masing-masing individu. Jika perilaku anti korupsi dan kebaikan  diibaratkan sebagai berlian, maka sebuah berlian jika ditempatkan diantara lumpur yang pekat pun, berlian tetaplah sebuah berlian yang memiliki nilai lebih. Selalu ada faktor yang menjadi trigger seseorang untuk melakukan korupsi, seseorang bisa menjadi dalam situasi yang dilema untuk melakukan tindakan tersebut, dan mengalami bias antara benar dan salah dalam menilai tindakan korupsi.

 

Kementerian Keuangan, memiliki 5 nilai yang wajib utuk dipegang teguh oleh setiap insannya. Nilai yang pertama adalah 'Integritas', hal tersebut senada dengan topik bahasan pada tulisan ini bahwa dengan selalu mengedepankan integritas, seseorang atau siapapun tanpa terbatas pegawai kementerian keuangan, dapat untuk terus menjunjung tinggi perilaku anti korupsi. Disamping itu, masyarakat juga harus berbenah diri, dan juga aktif dalam melakukan penindakan. Masyarakat juga dapat ikut andil untuk melaporkan tindakan korupsi kepada penegak hukum.

 

Whistle-Blowing System­ (Wise) Kementerian Keuangan, dapat anda gunakan untuk mengadukan apabila terdapat pegawai kementerian keuangan yang melakukan tindakan korupsi. Pada sistem ini, kerahasiaan data pelapor akan senantiasa dijaga kerahasiaannya untuk melindungi pelapor, sehingga masyarakat tanpa ragu dapat memberikan keterangan terkait terlapor mengenai sistem ini. Penulis berpesan agar kita sama-sama aktif dalam mencegah praktik ini, dan seiring hal tersebut pembangunan negara di segala aspek dapat juga terlaksana serta negara dapat memberikan nilai lebih untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

 

Penulis         : Tim Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palu

Referensi      :

1.   Komisi Pemberantasan Korupsi, Modul untuk Mahasiswa, Pendidikan Anti Korupsi

2.   https://www.edisi.co.id/artikel/pr-972768394/pentingnya-psikologi-komitmen-dalam-pendidikan-anti-korupsi {diakses 03/03/2022}

3.   https://www.kompasiana.com/inapurmini/550aeb5ba33311b9102e3bcd/gone-teori-obat-untuk-korupsi {diakses 03/03/2022}

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini