Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palu > Artikel
Mengenal Pengelolaan Piutang Negara lebih dalam di KPKNL
Abd. Choliq
Selasa, 11 Mei 2021   |   11064 kali

 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 Pasal 12 ayat 1 mewajibkan instansi pemerintah dan badan negara menyerahkan piutang macetnya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Pada prinsipnya, piutang yang tidak mungkin lagi tertagih oleh instansi yang bersangkutan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada PUPN. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), merupakan tingkat instansi eselon 1 pada Kementerian Keuangan yang mengambil peran didalam PUPN. Saat ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melakukan transformasi dan terobosan tata kelola piutang Negara dimasa pandemi covid-19. Apa yang terlintas dalam benak kita semua ketika mendengar tentang piutang negara? Apa saja transformasi dan terobosan yang dilakukan oleh DJKN?.

 

A. Pengertian Piutang

   Beberapa ahli yang menyatakan pendapat diantaranya yaitu Hery, (2015:29), mendefinisikan Istilah piutang adalah “mengacu pada sejumlah tagihan yang akan diterima oleh perusahaan (umumnya dalam bentuk kas) dari pihak lain, baik sebagai akibat penyerahan barang dan jasa secara kredit”. Senada dengan hal tersebut Subroto (1991:63) berpendapat bahwa “Piutang adalah tagihan (klaim) kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang untuk kepentingan Akuntansi”. [1]

 

Sedangkan, pengertian piutang Negara menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah: Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. [2]

 

Penulis sendiri memiliki definisi sederhana perihal arti kata ‘piutang’, yaitu sejumlah hak (memiliki nominal/non-nominal) yang wajib diterima dari penanggung hutang akibat adanya perjanjian atau hal lainnya yang menimbulkan hak tersebut muncul. Dalam hal ini, tentu saja yang akan dibahas adalah hak yang diterima yang memiliki nilai nominal atau dapat di-uang-kan.

 

B. Pengertian DJKN, KPKNL dan PUPN

DJKN adalah salah satu eselon satu di Kementerian Keuangan yang mempunyai visi menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

DJKN memiliki kantor-kantor pelayanan di sejumlah daerah di seluruh Indonesia, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi vertikal DJKN yang bertugas salah satunya menyelenggarakan pengelolaan kekayaan negara, penilaian dan lelang termasuk juga pengurusan piutang negara.

 

PUPN merupakan lembaga interdepartemental yang sudah ada sejak tahun 1960 berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960. Dalam penyelenggaraan pengurusan piutang Negara PUPN/KPKNL menerima penyerahan piutang macet dari K/L baik pusat maupun daerah termasuk Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Lembaga Negara, Komisi Negara, Badan Hukum lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 240/PMK.06/2016.

 

C. Proses Pengurusan Piutang Negara

Prosedur proses pengurusan piutang negara berdasarkan PMK Nomor 240/PMK.06/2016 yang dilakukan oleh PUPN memiliki beberapa tahapan, yang apabila diruntut adalah sebagai berikut :

1.      Diawali dengan adanya Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N);

2.      Panggilan hingga Panggilan Terakhir dalam hal debitur tidak memenuhi panggilan;

3.      Pernyataan bersama (PB)

4.   Penetapan Jumlah Piutang (PJPN), dibuat dalam hal penanggung hutang tidak memenuhi panggilan terakhir atau tidak mematuhi pernyataan bersama;

5.      Penerbitan dan Pelaksanaan Surat Paksa (SP);

6.      Penerbitan Surat Perintah Penyitaan (bila ada barang jaminan);

7.      Pelaksanaan Penyitaan;

8.      Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS);

9.      Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan;

10.   Selain itu terdapat tahapan yang bersifat opsional seperti Piutang Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT), Pemeriksaan, Penelitian Lapangan dan Paksa Badan/Gijzeling.



      Penanganan piutang Negara di KPKNL dilakukan oleh seksi piutang negara, dimana setiap kepengurusan piutang negara yang diserahkan dari instansi-instansi diberikan dalam bentuk Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN), barulah kemudian seksi piutang negara dapat melakukan tahapan tahapan pengurusan piutang negara diatas. Terdapat biaya administrasi (Biad) yang dikenakan terhadap setiap pengurusan piutang negara yang disebut sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan. 

Adapun besaran Tarif Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara adalah sebagai berikut :

1.  Pelunasan hutang yang dilakukan sebelum Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 0% (nol persen) per Berkas Kasus Piutang Negara;

2. Pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan mulai tanggal Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang wajib dilunasi per Berkas Kasus Piutang Negara;

3. Pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan sejak Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi per Berkas Kasus Piutang Negara;

4.   Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk penarikan Pengurusan Piutang Negara ditetapkan sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari sisa hutang yang wajib diselesaikan per Berkas Kasus Piutang Negara.[3]

 

D. Petugas yang terlibat menangani piutang negara

Personil piutang Negara adalah pemegang BKPN, Jurusita, dan Pemeriksa Piutang Negara. Yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai ujung tombak dari pelaksanaan proses pengurusan piutang negara tersebut adalah para pemegang/pengelola BKPN, Jurusita, dan Pemeriksa Piutang Negara.

 

a)  Pemegang/Pengelola BKPN

Petugas yang melakukan proses pengurusan piutang negara sekaligus penatausahaan BKPN adalah pemegang BKPN yang memiliki peran yang sangat penting dalam pengurusan piutang Negara. Pemegang BKPN ada keterkaitan langsung Penanggung Utang dengan BKPN juga memiliki peran yang besar karena memuat data keseluruhan  tentang hal-hal yang sudah dilakukan pihak penyerah piutang (PP) sebagai data historis pengurusan dan tindak lanjut pengurusan selanjut sampai tahap apa. Penatausahaan BKPN oleh pemegang BKPN sangat penting karena BKPN yang rapi dan tertata akan mempermudah pengurusan piutang Negara, sehingga akan mempermudah untuk memetahkan BKPN dalam mengejar pelunasan Piutang Negara Dapat Diselesaikan (PNDS).

 

b)  Jurusita Piutang Negara

Jurusita Piutang Negara adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab kejurusitaan. Definisi tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 18, Bab I Ketentuan Umum Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara.

Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan DJKN Kementerian Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab kejurusitaan. Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab Jurusita DJKN adalah sebagai berikut:

1.   Melaksanakan pemberitahuan Surat Paksa sekaligus melakukan penagihan utang;

2.   Melaksanakan penyitaan Barang Jaminan/Harta Kekayaan lain milik Penanggung Utang/Debitur;

3.   Melakukan penarikan/pengamanan barang sitaan;

4. Melakukan Paksa Badan/gijzeling terhadap Penanggung Utang/Penjamin Utang (borgtocht atau personal guarantee), sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

 

c)  Pemeriksa Piutang Negara

   Pemeriksa Piutang Negara adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal yang diangkat oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 112 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tugas Pemeriksan Piutang Negara, sebagai berikut:

1.   Mencari, meneliti, dan mengumpulkan keterangan atau bukti-bukti yang berhubungan dengan objek Pemeriksaan; dan/ atau

2.   Melakukan wawancara atau meminta penjelasan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan objek Pemeriksaan.

 

Selanjutnya pada Pasal 113 wewenang yang dimiliki Pemeriksa Piutang Negara adalah dalam melaksanakan Pemeriksaan, Pemeriksa Piutang Negara berwenang meminta keterangan kepada Penanggung Utang dan/ atau pihak lain, yang berkaitan dengan :

1.   Tempat kediaman/ rumah, kantor, tempat usaha/ tempat  kegiatan milik atau diduga milik Penanggung Utang;

2.   Usaha dan/ atau Harta Kekayaan Lain; dan/ atau

3.   Catatan dan pembukuan dari usaha milik atau milik Penanggung Utang.

 

D. Transformasi Pengelolaan Piutang Negara

a)  Pengurusan Sederhana dengan PMK Nomor 163/PMK.06/2020

Kementerian Keuangan melalui DJKN telah mentransformasi tata kelola piutang negara secara lebih baik dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga (K/L), Bendahara Umum Negara (BUN) dan Pengurusan Sederhana oleh PUPN.

Piutang negara adalah uang yang wajib dibayar kepada negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian, atau sebab apapun berdasarkan PMK 240/2016. Per tanggal 3 Desember 2020, piutang yang diurus PUPN memiliki 59.514 BKPN dengan outstanding sejumlah Rp75,3 triliun. [4]

 

  Sebagai pemilik piutang, K/L dinilai lebih mengenal seluk-beluk histori piutang yang ada sehingga lebih efektif mengejar penyelesaian piutang oleh debitur. Oleh karena itu, DJKN memberikan batasan terkait kriteria piutang negara yang dapat diserahkan pengurusannya oleh K/L kepada PUPN.

           

      Beberapa terobosan dapat diupayakan oleh K/L terkait penagihan piutang negara, antara lain restrukturisasi, kerjasama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke Pengadilan Negeri, dan penghentian layanan. Kementerian Keuangan dan DJKN akan mendampingi dengan dukungan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kepada K/L, serta rekonsiliasi data secara rutin.

 

           Dengan terbitnya PMK 163/2020 diharapkan dapat memperbaiki tata kelola piutang, dari hulu ke hilir, dengan memberikan lebih banyak kepercayaan kepada kementerian/lembaga untuk mengelola piutangnya sampai tuntas. PMK 163/2020 juga dimaksudkan menjadi payung hukum dan legitimasi pada K/L untuk melakukan penagihan piutang secara optimal. Selanjutnya, PMK 163/2020 ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja PUPN dalam mengurus piutang negara yang memiliki jumlah signifikan, dengan memaksimalkan berbagai upaya dalam pendekatan eksekusi ataupun non-eksekusi yang menjadi tugas dan kewenangan PUPN.

 

Pembahasan mengenai Pengurusan Sederhana terhadap Piutang Negara yang dilakukan oleh PUPN yang pada pelaksanaannya berada pada KPKNL. Menurut ketentuan Pasal 77 PMK 163/2020, kriteria Piutang Negara yang dapat diurus dengan mekanisme Pengurusan Sederhana adalah: [5]

1.   jumlah utang paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

2.   tidak terdapat Barang Jaminan atau Barang Jaminan tidak mempunyai nilai ekonomis, telah hilang, telah terjual Lelang atau telah dicairkan;

3.   tidak pernah datang memenuhi surat panggilan/himbauan atau tidak pernah datang atas kemauan sendiri;

4.   tidak pernah melakukan angsuran;

5.   telah dilakukan pemberitahuan Surat Paksa; dan

6.   telah diurus oleh PUPN lebih dari 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).

 

Eksistensi Pengurusan Sederhana yang diatur dalam PMK 163/2020 ini jika disandingkan dengan mekanisme pengurusan Piutang Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara (PMK 240/2016) maka akan didapati pembedaan lex specialis dan lex generalis. Pengurusan Sederhana merupakan lex specialis terhadap pengurusan Piutang Negara yang diatur dalam PMK 240/2016 sebagai lex generalis.

 

b)  Kementerian dan Lembaga punya kewenangan kelola piutang negara di bawah Rp 8 juta

Saat ini, K/L mempunyai kewenangan untuk mengelola piutang negara yang besarannya di bawah Rp8 juta, tidak memiliki barang jaminan, tidak ada dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya piutang, serta piutang yang sengketa di Pengadilan Negeri, dan piutang yang dikembalikan atau ditolak oleh PUPN.

Sebagai pemilik piutang, K/L dinilai lebih mengenali seluk-beluk histori piutang yang ada sehingga dapat lebih efektif mengejar penyelesaian piutang oleh debitur. Oleh karena itu, DJKN memberikan batasan terkait kriteria piutang negara yang dapat diserahkan pengurusannya oleh K/L kepada PUPN.

 

Sehingga dengan diterbitkannya PMK 163/2020, DJKN juga bermaksud untuk meningkatkan kinerja PUPN dalam mengurus piutang negara yang memiliki jumlah signifikan, dengan memaksimalkan berbagai upaya dalam pendekatan eksekusi ataupun non-eksekusi yang menjadi tugas dan kewenangan PUPN.

 

c)  Pemberian Keringanan Utang sesuai PMK  Nomor 15/PMK.06/2021

     Dimasa pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) memberikan dampak yang cukup signifikan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Pengaruh yang diberikan tidak hanya dari segi kesehatan, namun juga perekonomian. Perolehan pendapatan masyarakat menurun dari waktu ke waktu. Penurunan pendapatan ini juga berdampak pada debitur-debitur untuk melunasi utangnya kepada negara. Atas dasar inilah Kementerian Keuangan c.q DJKN memberikan program keringanan utang kepada negara oleh debitur-debitur kecil dengan mekanisme Crash Program.

 

Crash Program pada dasarnya merupakan program yang memberikan keringanan utang dalam bentuk pengurangan jumlah utang yang dibayar atau moratorium tindakan hukum pengurusan piutang negara. Pengurangan jumlah utang yang dibayar dilakukan dengan mengurangi pembayaran pelunasan utang oleh debitur dalam bentuk pengurangan pokok utang dan penghapusan bunga, denda, dan ongkos/biaya lain. Besaran tarif keringanan yang diterapkan mulai dari 35% hingga 60% untuk sisa utang pokok, dengan tambahan keringanan sebesar 50% apabila lunas sampai dengan Juni 2021, 30% pada Juli sampai dengan September 2021, dan 20% pada Oktober sampai 20 Desember 2021.

 

Sedangkan moratorium sendiri bisa dalam bentuk penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain, penundaan lelang, maupun penundaan paksa badan hingga status bencana nasional pandemc covid-19 dinyatakan berakhir oleh pemerintah. Moratorium hanya diberikan kepada debitur yang juga memiliki kondisi khusus, yaitu terbukti terdampak pandemi covid-19 dan pengurusan Piutang Negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status bencana nasional pandemi covid-19.

Lantas, siapa saja yang menjadi objek dari program ini? Seperti disebutkan di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program tahun anggaran 2021, yang menjadi objek dari Crash Program adalah: [6]

1.   Debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perorangan atau badan hukum/badan usaha dengan pagu kredit maksimal Rp 5 Miliar;

2.   Debitur perorangan yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit maksimal Rp 100 juta; dan

3.   Debitur lain secara umum dengan pagu kredit maksimal Rp 1 Miliar yang piutangnya telah diserahkan kepengurusannya ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah terbit Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.

Debitur-debitur ini kemudian diharuskan untuk mengajukan permohonan tertulis kepada KPKNL paling lambat 1 Desember 2021.

 

Dengan fokus kepada debitur kecil, Program Keringanan Utang tidak berlaku untuk Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), Piutang Negara yang berasal dari ikatan dinas, Piutang Negara yang berasal aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL), serta Piutang Negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya.

 

Program ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk membantu dan memberikan angin segar bagi para debitur yang mengalami kendala dalam pembayaran utangnya akibat Covid-19. Diharapkan dengan adanya program ini, debitur-debitur yang kesulitan dapat menyelesaikan kewajiban utangnya kepada negara. Di sisi lain, program ini menjadi salah satu kontribusi DJKN dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, meredakan beban para debitur kecil yang terdampak pandemi covid-19, sekaligus mempercepat penyelesaian Piutang Negara pada instansi pemerintah.

 

Sayangnya banyak nama-nama debitur yang tidak dapat dihubungi dan surat panggilanya dikembalikan khususnya dalam Crash Program ini sehingga menjadi kendala kurang optimal guna penyelesaian piutang Negara yang telah diserahkan ke KPKNL, dengan transformasi dan terobosan pengelolaan piutang Negara yang dilakukan sebagai upaya untuk   meningkatkan kinerja PUPN dalam mengurus piutang negara yang mempunyai  jumlah signifikan.  Dengan harapan, memaksimalkan berbagai upaya dalam pendekatan eksekusi ataupun non-eksekusi yang menjadi tugas dan kewenangan PUPN.

 

Penulis           : Tim Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palu

Referensi     :                         

1.     https://123dok.com/document/yrkv36oz-analisis-perlakuan-piutang-pelanggan-sidoarjo-perbanas-institutional-repository.html  [diakses pada tanggal 3/05/2021]

2.     Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004

3.     Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2020

4.     Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK Nomor 163/PMK.06/2020

5.     Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK Nomor 163/PMK.06/2020 pasal 77

6.     Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK  Nomor 15/PMK.06/2021 

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini