Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palopo > Artikel
Syafruddin Prawiranegara, Sosok Pahlawan Yang Hampir Terlupakan
Rahmat Ibnu Wibowo
Selasa, 16 November 2021   |   41182 kali

Belum lama ini tepatnya tanggal 10 November, baru saja kita memperingati “Hari Pahlawan”. Hari yang merupakan momen bagi kita semua untuk mengenang kembali jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang dan mengorbankan baik harta, jiwa maupun raga untuk Indonesia tercinta. Hari Pahlawan 10 November sendiri sejatinya dirayakan untuk memperingati momentum Pertempuran Surabaya yang terjadi pada tahun 1945, dimana para tentara dan milisi indonesia yang pro kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia. Hari nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Lebih dari itu, peringatan hari pahlawan saat ini, sudah semestinya dimaknai secara lebih luas, yaitu dengan cara mempelajari sejarah tokoh-tokoh nasional dan mengambil keteladanan atas jejak-jejak jiwa patriotik yang telah mereka torehkan sebagai tinta emas bagi sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbicara tentang sosok Pahlawan Nasional, bagi kita pegawai Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Kekakayaan Negara (DJKN), tentunya tidak asing lagi dengan nama “Syafruddin Prawiranegara” terutama bagi pegawai DJKN yang pernah atau sedang bertugas di kantor pusat. Ya tentu saja ketika mendengar nama Syafruddin Prawiranegara disebutkan, maka yang segera terlintas dalam benak pikiran kita, adalah nama gedung yang menjadi kantor pusat Direktorat Jenderal Kekakayaan Negara, berlokasi di jalan Lapangan Banteng Timur nomor 2-4, Jakarta Pusat.

Gedung Syafruddin Prawiranegara diapit oleh Gedung Prijadi Praptosuhardjo I yang merupakan kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan, serta Gedung Soemitro Djojohadikusumo yang merupakan kantor pusat Otoritas Jasa Keuangan (dahulu Bapepam LK). Gedung Syafruddin Prawiranegara sendiri terdiri atas 12 lantai, dengan dilengkapi fisilitas lift sebanyak 6 unit, terletak di belakang gedung Paleis van Daendels atau yang lebih sering dikenal sebagai gedung A.A. Maramis, dimana gedung A.A. Maramis saat ini berstatus sebagai benda/bangunan cagar budaya.

Tidak seluruh lantai pada gedung Syafruddin Prawiranegara digunakan sebagai ruang kerja. Pada lantai 2 gedung ini, terkoneksi dengan ruang kerja unit Pusintek, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pada lantai lobby Gedung ini, saat ini telah tersedia fasilitas toilet, sehingga para pegawai atau pengunjung yang memerlukan fasilitas toilet, tidak perlu harus naik ke lantai ruang kerja di atas.

Namun demikian, jika para pegawai DJKN terutama para milenials ke bawah ditanyai mengenai “Siapakah Syafruddin Prawiranegara itu?” kiranya belum tentu semua pegawai akan bisa menjawab secara memadai. Karena itu, penulis ingin mengajak kepada khususnya seluruh pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan seluruh warga negara pada umumnya, untuk kembali mengingat dan membaca kembali mengenai siapakah Syafruddin Prawiranegara yang merupakan salah satu tokoh nasional yang berperan penting dan strategis dalam sejarah kemerdekaan Negara Indonesia. Seperti Bung Karno dulu pernah berkata “Jas Merah” artinya “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri, termasuk para tokoh-tokohnya yang telah berjasa di masa lalu.

Syafruddin Prawiranegara adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang menjadi Presiden De Javasche Bank (DJB) di masa-masa akhir tahun (1951-1953). Ia pula yang sekaligus menduduki jabatan Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama tahun (1953 -1958), sebagai hasil dari nasionalisasi DJB. Sebelumnya, posisi orang nomor satu di De Javasche Bank tahun (1828 - 1951), selalu dijabat oleh orang berkebangsaan Belanda. Salah satu yang menonjol di masa kepemimpinan Syafruddin Prawiranegara adalah keteguhannya dalam menjalankan fungsi utama bank sentral sebagai penjaga stabilitas nilai rupiah serta pengelolaan moneter. Syafruddin juga orang yang pertama kali menyampaikan usulan agar pemerintah RI segera menerbitkan mata uang sendiri sebagai atribut kemerdekaan Indonesia untuk mengganti beberapa mata uang asing yang masih beredar.

Syafruddin Prawiranegara memiliki nama kecil "Kuding", yang berasal dari kata Udin pada nama Syafruddin. Lahir di Serang, Banten tanggal 28 Februari 1911 dan wafat di Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun. Ia memiliki darah keturunan Banten dari pihak ayah dan Minangkabau dari pihak ibu. Buyutnya dari pihak ibu, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ia menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama Raden Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagai jaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karena itulah ia dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur.

Syafruddin menempuh pendidikan Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1925, dilanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Madiun pada 1928, dan Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung pada 1931. Pendidikan tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Magister Hukum).

Pada tahun 1939–1940 Syafruddin menjadi editor di Soeara Timur, jurnal yang disponsori oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo. Namun, Syafruddin yang berjiwa nasionalis, menolak untuk bergabung dengan Stadswacht (penjaga kota), meskipun pada tahun 1940 dia bergabung dengan Departemen Keuangan Belanda. Dia mempertahankan pekerjaannya di bawah pendudukan Jepang, bekerja sebagai inspektur pajak. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tahun 1945, yang bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Syafruddin menikah dengan Tengku Halimah Syehabuddin, putri Camat Buahbatu dan keturunan Raja Pagaruyung pada tanggal 31 Januari 1941. Mereka dikaruniai delapan orang anak.

Syafruddin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer Belanda II dan menyebabkan terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dimana Syafruddin menjabat sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia dalam masa PDRI.

Hatta yang telah menduga Soekarno dan dirinya bakal ditahan Belanda segera memberi mandat Syafruddin untuk melanjutkan pemerintahan, agar tak terjadi kekosongan kekuasaan. Syafruddin adalah orang yang ditugaskan oleh Soekarno dan Hatta untuk membentuk PDRI, ketika ibu kota negara di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, sementara itu Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta juga ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948, dan kemudian diasingkan ke Pulau Bangka.

Atas usaha Pemerintah Darurat (PDRI), Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada tanggal 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta, serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.

Seusai menyerahkan kembali kekuasaan dari Pemerintahan Darurat RI, Syafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, selanjutnya menjadi Menteri Keuangan antara tahun 1949 - 1950. Pada bulan Maret 1950, dalam upaya menghadapi krisis keuangan Indonesia, terobosan yang dilakukan Syafruddin sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta adalah kebijakan “Sertifikat Devisa” dan juga kebijakan yang sering dikenal sebagai “Gunting Syafruddin”. Syafruddin melaksanakan pengguntingan uang dari nilai 5 gulden ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijakan moneter ini banyak mendapat kritikan.

Karena situasi sosial politik nasional yang terjadi pada tahun 1957 dan pandangan kebangsaan Syafruddin yang berbeda dengan penguasa saat itu, Syafruddin akhirnya terlibat dengan pergerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dimana puncaknya, ia menjadi Perdana Menteri bagi kabinet tandingan  PRRI di Sumatra Tengah pada tanggal 15 Februari 1958.

PRRI segera ditumpas oleh pemerintahan pusat tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1961, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir, Syafruddin menyerah, dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Melalui Keputusan Presiden RI No.449/1961, pemerintah kemudian menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI. Syafruddin sendiri dipenjara sampai tanggal 26 Juli 1966, meskipun dia diberikan amnesti resmi pada tahun 1961.

Setelah dibebaskan, Syafruddin cenderung lebih mengekspresikan dirinya melalui agama, dakwah melawan korupsi, dan memimpin Petisi 50. Syafrudin Prawiranegara memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dalam aktivitas keagamaannya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI). Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan, keislaman, dan dakwah, antar lain:

1.   Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen (PPM), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen (1958).

2.     Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978).

3.     Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984-……..)

Ia juga sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia. Syafruddin Prawiranegara meninggal karena serangan jantung di Jakarta, tanggal 15 Februari 1989, pada  umur 77 tahun. Jenazah almarhum dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir. Pada 7 November 2011, berdasarkan Keppres No.113/TK/2011, pemerintah menobatkan Syafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional.

Dari tokoh Syafruddin Prawiranegara, kita bisa meneladani karakter seorang anak keturunan bangsawan yang tidak lantas ongkang ongkang kaki menikmati trah kebangsawanannya, tetapi Syafruddin justru memaksimalkan pendidikan formal yang ia peroleh, sehingga kelak ia menghasilkan ide-ide brilian buah pemikirannya yang kemudian ia sumbangkan untuk negeri tercinta. Sebagai seorang pemimpin, Syafruddin Prawiranegara juga tidak ragu mengambil kebijakan yang tidak populer, berdasarkan keilmuan yang dimiliki, ia yakin telah mengambil keputusan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Pun demikian ketika ternyata pemikiran kebangsaan yang diyakinnya, tidak sejalan dengan penguasa saat itu, setelah melalui berbagai dinamika, pada akhirnya Syafruddin memilih untuk berkontribusi bagi negara dan masyarakat melalui jalan yang lain yaitu melalui bidang Pendidikan.

Bila demikian adanya, masih perlukah kita mengidolakan pahlawan yang berasal dari mancanegara, atau malah dari cerita-cerita fiksi semata, padahal bangsa Indonesia memiliki pahlawan-pahlawan yang sangat luar biasa, dan mereka nyata adanya, salah satunya sosok Syafruddin Prawiranegara. Tentu tidak ada larangan mengidolakan pahlawan dari mancanegara, atau dari cerita fiksi, namun satu hal yang pasti harus diingat terutama generasi muda kita saat ini yaitu, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ambil pelajaran dari setiap jejak sejarah negeri ini, karena dengan cara itulah, maka negeri Indonesia ini masih punya harapan untuk mencapai kejayaannya sebagaimana cita-cita para pendahulu negara kita tercinta ini.

 

Penulis : Rahmat Ibnu Wibowo (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palopo)

 

 

Referensi :

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/Syafruddin-Prawiranegara,-Satu-satunya-Orang-Indonesia-yang-Jadi-Presiden-DJB.aspx

https://id.wikipedia.org/wiki/Syafruddin_Prawiranegara

https://www.daerahkita.com/artikel/288/syafruddin-prawiranegara-pemimpin-pemerintahan-darurat-ri-masa-agresi-belanda-ii

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini