Dewasa ini, jika kita berkunjung
ke kantor-kantor pemerintahan, baik instansi Kementerian/Lembaga di level pusat
maupun vertikal, tidak terkecuali unit-unit pelayanan pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintahan Daerah, jangan heran bila kita sering
menjumpai spanduk-spanduk atau banner bertuliskan “Pembangunan Zona Integritas
menuju WBK/WBBM” dengan ukuran yang cukup besar, warna yang mencolok, serta
terpasang di tempat-tempat yang cukup strategis, mulai dari Area Pelayanan
Terpadu (APT), ruang tunggu pengguna layanan, gerbang pintu masuk, hingga
terpasang di beberapa sudut area parkir. Tidak ketinggalan juga pada akun resmi
media sosial kantor-kantor pemerintah, berlomba-lomba untuk menampilkan
atribut-atribut pembangunan ZI WBK/WBBM.
Bagi masyarakat awam sebagai
pengguna layanan, tentu kondisi ini memancing reaksi yang beragam. Ada yang
mungkin penasaran, ada yang biasa saja, atau bahkan ada juga yang tidak peduli,
yang penting kebutuhan dia untuk mendapatkan pelayanan pada unit kantor
pemerintah terkait, dapat terpenuhi dengan proses yang cepat, dan tanpa
mengeluarkan biaya tambahan. Namun apabila kita mencoba bertanya kepada pegawai
di kantor-kantor layanan yang sedang marak mengkampanyekan ZI WBK/WBBM tersebut,
mulai dari security, cleaning service, pegawai pelaksana,
hingga mungkin para pejabatnya, misalnya pertanyaan berikut “mengapa di kantor
Bapak/Ibu/Saudara, memasang spanduk/banner dan mengkampanyekan ZI WBK/WBBM”, besar
kemungkinan jawaban yang akan kita jumpaii adalah bahwa karena kantor tersebut
sedang mengikuti seleksi untuk mendapatkan predikat WBK/WBBM.
Sebagai pengetahuan kita
bersama, bahwa pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang dimulai sejak tahun 2009, terus
diupayakan pemerintah untuk dapat dijalankan secara berkelanjutan. Berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025, saat ini pelaksanaan Reformasi Birokrasi telah memasuki periode
kedua, dan akan menuju periode ketiga, atau periode terakhir masa berlaku Road
Map. Birokrasi sebagai pelaksana tugas pemerintah, terus melakukan perubahan
dalam mencapai sasaran Reformasi Birokrasi dengan meningkatkan kualitas
pelayanan publik, serta memudahkan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Agar masyarakat merasakan hasil percepatan Reformasi Birokrasi yang telah
dilakukan pemerintah terutama pada unit kerja, Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) telah menerbitkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi
Pemerintah.
Peraturan Menteri tersebut
merupakan acuan bagi instansi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam
membangun Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Selain itu, Peraturan Menteri tersebut
merupakan rujukan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan tindakan dalam
membangun Zona Integritas Menuju WBK/WBBM. Selain itu, berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
(Perpres Stranas PK), terdapat tiga sektor prioritas pencegahan korupsi yaitu,
perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan Reformasi
Birokrasi.
Salah satu sub aksi pada
sektor penegakan hukum dan Reformasi Birokrasi adalah tentang pembangunan Zona
Integritas. Pembangunan Zona Integritas dianggap sebagai role model Reformasi
Birokrasi dalam penegakan integritas dan pelayanan berkualitas. Dengan
demikian, pembangunan Zona Integritas menjadi aspek penting dalam hal
pencegahan korupsi di pemerintahan. Terbaru, telah diterbitkan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, yang harapannya dapat meningkatkan
kualitas pembangunan dan pengelolaan unit kerja yang telah membangun Zona
Integritas karena mengatur lebih detail tentang mekanisme pelaksanaan pembangunan
unit kerja yang telah membangun Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Sesuai Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun
2019 dimaksud, diberikan beberapa definisi sebagai berikut:
1.
Zona
Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang
pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui
reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan
kualitas pelayanan publik.
2.
Menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat Menuju WBK adalah
predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian
besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM,
penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja.
3.
Menuju
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya disingkat Menuju WBBM
adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi
sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem
manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan
kualitas pelayanan publik.
Tahap-tahap pembangunan
zona integritas sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019, sebagai berikut:
A. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas
1. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas.
2. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh instansi pemerintah yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Penandatanganan dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan secara massal/serentak pada saat pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS, maupun pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal atau vertikal. Bagi instansi pemerintah yang belum seluruh pegawainya menandatangani Dokumen Pakta Integritas, dapat melanjutkan/melengkapi setelah pencanangan pembangunan Zona Integritas.
3. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas beberapa instansi pusat yang berada di bawah koordinasi Kementerian dapat dilakukan bersama-bersama. Sedangkan Pencanangan Pembangunan Zona Integritas di instansi daerah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota bersama-bersama dalam satu provinsi.
4. Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara terbuka dan dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
5. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi pusat dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah.
6. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi daerah dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah daerah.
7. KPK, ORI, unsur masyarakat lainnya (perguruan tinggi, tokoh masyarakat/LSM, dunia usaha) dapat juga menjadi saksi pada saat pencanangan ZI untuk instansi pusat dan instansi daerah.
B.
Proses
Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM.
Proses pembangunan Zona Integritas merupakan tindak lanjut pencanangan yang telah dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah. Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit. Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi pemerintah menetapkan satu atau beberapa unit kerja yang diusulkan sebagai WBK/WBBM. Pemilihan unit kerja yang diusulkan sebagai WBK/WBBM memperhatikan beberapa syarat yang telah ditetapkan, diantaranya:
1. Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik.
2. Mengelola sumber daya yang cukup besar.
3. Memiliki tingkat keberhasilan Reformasi Birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut.
Proses pemilihan unit kerja yang berpotensi sebagai Zona
Integritas dilakukan dengan membentuk kelompok kerja/tim untuk melakukan
identifikasi terhadap unit kerja yang berpotensi sebagai unit kerja berpredikat
menuju WBK/WBBM oleh pimpinan instansi.
Setelah melakukan identifikasi, kelompok kerja/tim
mengusulkan unit kerja kepada pimpinan instansi untuk ditetapkan sebagai calon
unit kerja berpredikat Zona Integritas menuju WBK/WBBM. Selanjutnya dilakukan
penilaian mandiri (self assessment) oleh Tim Penilai Internal (TPI). Setelah
melakukan penilaian, TPI melaporkan kepada Pimpinan instansi tentang unit yang
akan di usulkan ke Kementerian sebagai unit kerja berpredikat Menuju WBK/WBBM.
Apabila unit kerja yang diusulkan memenuhi syarat sebagai Zona Integritas
Menuju WBK/WBBM, maka langkah selanjutnya adalah penetapan. Setelah unit kerja
yang diusulkan sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM ditetapkan, maka hal
yang selanjutnya dilakukan adalah menentukan komponen-komponen yang harus
dibangun. Terdapat dua jenis komponen yang harus dibangun dalam unit kerja
terpilih, yaitu komponen pengungkit dan komponen hasil dengan pembobotan nilai
untuk komponen pengungkit sebesar 60% (enam puluh persen) dan komponen hasil
40% (empat puluh persen). Penilaian terhadap setiap program dalam komponen
pengungkit dan komponen hasil diukur melalui indikator-indikator yang dipandang
mewakili program tersebut, sehingga dengan menilai indikator tersebut, diharapkan
dapat memberikan gambaran pencapaian upaya yang berdampak pada pencapaian
sasaran.
Dengan metode penilaian yang tidak sederhana, ternyata
dari tahun ke tahun, jumlah unit instansi pemerintah yang mendapat predikat
WBK/WBBM terus meningkat. Untuk tahun 2020 saja, sebanyak 763 (tujuh ratus enam
puluh tiga) unit kerja, mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dari Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), dengan rincian sebanyak 681 (enam ratus delapan puluh
satu) unit ditetapkan sebagai WBK, dan 82 (delapan puluh dua) unit ditetapkan
sebagai WBBM. Penghargaan ini diberikan oleh Menteri PANRB Tjahjo Kumolo
pada hari Senin, tanggal 21 Desember 2020, sebagai rangkaian dari peringatan
Hari Anti-Korupsi Sedunia.
Kendati demikian, meningkatnya
jumlah unit instansi pemerintah yang mendapat predikat WBK/WBBM dari waktu ke
waktu, ternyata berbanding lurus dengan maraknya jumlah kasus korupsi yang
terjadi, setidaknya bila dilihat dari indeks
persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 yang mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2019. Sebagaimana diberitakan oleh nasional.kompas.com bahwa Transparency International Indonesia (TII) merilis
indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia
tahun 2020. Skor indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2020, berada di angka
37 pada skala 0-100, dengan penjelasan skor 0 sangat korup dan skor 100 sangat
bersih. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu. Turunnya angka IPK tersebut
juga membuat posisi Indonesia melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara
yang dinilai IPK-nya. Sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 85. Jika tahun
2019 lalu, Indonesia memiliki skor 40 dan peringkat 85, maka pada tahun 2020
Indonesia memiliki skor 37 dan peringkat 102. Sebagai informasi tambahan, negara
yang mempunyai skor dan peringkat sama dengan Indonesia untuk tahun 2020 adalah
Gambia. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, IPK Indonesia
berada di peringkat lima, di bawah Singapura (peringkat 85), Brunei Darussalam
(peringkat 60), Malaysia (peringkat 51), dan Timor Leste (peringkat 40).
Fenomena anomali ini cukup
beralasan, apabila kita merujuk pada kondisi sebagaimana disebutkan di awal
pembahasan, misalnya ketika kita bertanya kepada pegawai di kantor-kantor yang
sedang marak mengkampanyekan ZI WBK/WBBM, pertanyaan mengenai mengapa di kantor
Bapak/Ibu/Saudara dipasang spanduk dan banner yang bertuliskan zona integritas, tolak pungli dan
lain sebagainya, dan kita akan sering menjumpai jawaban bahwa hanya karena kantor
tersebut sedang mengikuti seleksi untuk mendapatkan predikat WBK/WBBM, bukan
karena secara sadar dan sukarela, para pejabat/pegawai kantor tersebut, memang
ingin menciptakan suasana/kondisi tempat kerja yang sarat akan nilai-nilai
integritas.
Pada sisi
yang lain, sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), mungkin tidak banyak
yang memahami bahwa nilai-nilai integritas hakikatnya sudah diamanatkan dalam rangka
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik/Good Governance,
yaitu salah satunya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam
Undang-Undang tersebut, kita akan menjumpai istilah Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik.
Undang-Undang Nomor 30 tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur diantaranya hal-hal berikut:
1.
Pasal 2 : Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan
merupakan salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan,
Warga Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan Administrasi
Pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan.
2.
Pasal 5 : Penyelenggaraan Adminstrasi Pemerintahan
berdasarkan:
3.
Pasal 7 : Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan,
dan AUPB.
Apa
saja yang termasuk dalam Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, sesuai Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, dijelaskan
asas-asas berikut:
Bagaimana
dengan definisi masing-masing asas tersebut, penjelasannya sebagai berikut:
1. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam
negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan.
2. Asas Kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara:
a. Kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain;
b. Kepentingan individu dengan masyarakat;
c. Kepentingan warga masyarakat dan masyarakat asing;
d. Kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain;
e. Kepentingan pemerintah dengan warga masyarakat;
f. Kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang;
g. Kepentingan manusia dan ekosistemnya;
h. Kepentingan pria dan wanita
3.
Asas Ketidak berpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan
dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak
diskriminatif.
4.
Asas Kecermatan adalah asas yang
mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada
informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau
pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan
yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau
Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.
5.
Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan adalah
asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain
dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui,
tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
6.
Asas Keterbukaan adalah asas
yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
7.
Asas Kepentingan Umum adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan
tidak diskriminatif.
8.
Asas Pelayanan Yang Baik adalah asas yang
memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai
dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian tersebut,
dapat kita simpulkan bahwa merujuk pada amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, sejatinya membangun zona integritas berlandaskan
asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam konteks pelayanan kepada
masyarakat, merupakan suatu kewajiban yang melekat pada masing-masing individu
ASN, bukan hanya bersifat
himbauan.
Adapun
terkait predikat WBK/WBBM itu sendiri, seyogiayanya dimaknai semata-mata hanya sebagai
sarana atau tools, untuk mengukur sejauh mana penerapan asas-asas umum
pemerintahan yang baik itu, telah dilaksanakan oleh kantor-kantor pemerintahan.
Penyematan predikat WBK/WBBM pada kantor-kantor pemerintahan itu dapat
ditafsirkan sebagai reward atau pengakuan, khususnya dalam hal ini oleh
Kementerian PANRB selaku pembina, terhadap unit-unit instansi pemerintah yang
telah berhasil mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik/Good Governance, dengan menghadirkan dan mengejawantahkan asas-asas umum pemerintahan yang baik,
dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, untuk memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat.
Harapannya nanti, predikat
WBK/WBBM pada unit-unit instansi pemerintah, bukan lagi menjadi sesuatu yang
mewah dan luar biasa, tetapi menjadi sebuah standar minimal yang harus
dipenuhi, layaknya label “Pasti Pas” yang sering kita jumpai pada Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero). Bukan pula
sebagai sesuatu yang mengawang-awang, yang hanya menjadi jargon tanpa ada manfaat
yang dirasakan langsung oleh masyarakat pengguna layanan. Untuk itulah peran
serta seluruh elemen dibutuhkan, mulai dari komitmen dan teladan dari para
pimpinan, kesadaran dari seluruh pegawai, hingga masyarakat yang paham dan peduli
akan hak dan kewajibannya. Apabila kondisi tersebut dapat dihadirkan, maka
cita-cita Negara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur,
kiranya bukan hal yang mustahil untuk dicapai.
Penulis:
Rahmat Ibnu Wibowo (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palopo)
Referensi:
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan
Peraturan Presiden Nomor
81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/28/14120521/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-pada-2020-turun-jadi-37-peringkat-102-dia