Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Padang > Artikel
Pesona Alam di Kampung Siberut Selatan
Yurista Vipriyanti
Selasa, 08 Oktober 2019   |   3227 kali

Siberut selatan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan terbagi 5 (lima) desa yaitu Madobak Ugai, Mailepet, Matotonan, Muara Siberut dan Muntei. Butuh waktu 6-7 jam mengarungi samudera dari dermaga muara Padang untuk sampai kesana. Sepanjang 6 jam perjalanan laut, para pengunjung dimanjakan dengan pesona lautan nan indah dan gemuruh suara mesin kapal yang tak henti melaju hingga tiba di pelabuhan desa meilepet siberut selatan.

Ini kali pertama tim DKPB KPKNL Padang menginjakkan kaki ke tanah yang memiliki luasan 508.33 kilometer persegi ini. Keindahan pantai dan keramahan penduduknya merupakan kata kunci pertama yang terlintas ketika mendengar kata ‘Mentawai’. Kepulauan Mentawai menjadi salah satu tempat yang memiliki daya tarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Lain halnya di Siberut Selatan, keramahan penduduk lokal dan kisah kaum hulu pulau siberut menjadi daya tarik untuk diangkat dalam artikel ini.

Penduduk lokal yang ditemui oleh tim merupakan mayoritas pendatang dari luar Kepulauan Mentawai. Kebanyakan dari mereka berasal dari Padang, Pesisir Selatan maupun luar Sumatera Barat. Adapula yang terlahir dari bumi Mentawai hingga mengadu nasib kembali di kampung halaman. Jauh dari pusat kota, tidak menjadi suatu hambatan bagi perekonomian warga di kecamatan ini. Mulai dari kebutuhan pokok hingga tersedianya puskesmas antar desa menjadi bukti warga Siberut Selatan hidup dengan layak. Kapal feri muatan besar yang mengangkut kebutuhan pokok baik dari dan ke Padang maupun luar Padang dijadwalkan seminggu sekali melabuhkan diri di pelabuhan Meileppet Siberut Selatan. Berbagai penginapan pun tersedia dengan harga terjangkau, namun menurut warga sekitar sudah lebih dari 2 bulan tidak turun hujan, mereka pun mengandalkan sumur-sumur buatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Selama liburan pastinya banyak hal atau momen yang ingin dibagikan ke dunia maya, tak terkecuali  tim. Namun sayang, di kecamatan ini sinyal internet dari provider apapun tak sampai. Internet gratis disediakan di kantor desa, namun tidak selancar seperti yang diharapkan. Tanpa internet, remaja disini menikmati waktu senja dengan bermain bola di pekarangan kantor desa, berolahraga di alun-alun maupun bersepeda di sepanjang jalan. Ketika matahari terbenam, tak ada lagi hiruk-piruk aktivitas warga, desa Muaro Siberut seolah larut dalam kesunyian hanya sebuah gerobak menjajakan sate siberut, sate daging ayam dengan kuah bumbu layaknya sate padang.

Berdasarkan pengamatan tim, infrastruktur jalan terus menerus dikembangkan oleh pemda setempat hingga seluruh desa dapat terhubung dengan baik. Ada yang menarik di kecamatan ini, mayoritas rumah penduduk masih berkonsep uma dengan pekarangan luas. Uma adalah rumah tradisional suku Mentawai yang dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta system sambungan saling bertakik dengan hiasan tengkorak sebagai dekorasi. Berbagai jenis uma kami jumpai diantaranya uma jaraik sikerei dan uma aman limo ko’o.

Dalam perjalanan mencari toko-toko material bangunan, tim beruntung menemukan seorang penduduk asli Mentawai, suku Sakaleo atau yang biasa akrab terdengar yaitu Sikerei. Momen langka tersebut tak dilewatkan oleh bidikan kamera. Orang sikerei tersebut tampak akrab dengan warga sekitar. Tanpa alas kaki maupun celana dan berbekal sebuah golok ditangan menjadi modal orang sikerei tersebut untuk berjalan-jalan dibawah terik matahari. Kami berkesempatan mempelajari kosa kata Bahasa Mentawai seperti baja yang artinya bapak, aloeita artinya apa kabar, dan pagejek artinya jalan-jalan. Di kecamatan yang mulai modern ini, masih banyak ditemukan orang-orang suku sakaleo. Uniknya beda suku beda pula motif tato yang dimiliki di tubuh mereka. Mayoritas kaum hulu ini berada jauh lebih dalam dari pulau Siberut ini.

Jika para reader memiliki hobi trekking, kami merekomendasikan ke daerah hulu untuk menemui suku pedalaman Mentawai. Butuh waktu 12 jam dengan mengendarai kendaraan roda dua atau 6-8 jam dengan kapal kepompong dengan biaya Rp.2.000.000 kita bisa diantar hingga batas daratan dari hutan tersebut. Selain Taman Nasional Siberut yang menjadi magnet wisatawan, mayoritas turis mancanegara menikmati surfing di Pulau Nyangnyang, 2 jam menyebrang dari pelabuhan meileppet. Adapula turis lokal yang rela menempuh berjam-jam untuk mempelajari budaya suku pedalaman Mentawai. Kami jatuh cinta dengan keharmonisan penduduk setempat dengan keberagaman suku, ras dan agama yang ada ditengah-tengah mereka. Menikmati hidup dengan kesederhanaan dan tanpa telekomunikasi dari luar menjadi pengalaman yang berharga bagi kami. Pesona pemandangan kehidupan Taman Nasional Siberut berpadu dengan kekayaan budaya, adat istiadat dan alam dari Suku Mentawai menjadi warisan kekayaan Indonesia yang harus dipertahankan. (Foto dan Teks : Yurista Vipriyanti)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini