Ini kali pertama
tim DKPB KPKNL Padang menginjakkan kaki ke tanah yang memiliki luasan 508.33
kilometer persegi ini. Keindahan pantai dan keramahan penduduknya merupakan
kata kunci pertama yang terlintas ketika mendengar kata ‘Mentawai’. Kepulauan
Mentawai menjadi salah satu tempat yang memiliki daya tarik wisatawan baik
lokal maupun mancanegara. Lain halnya di Siberut Selatan, keramahan penduduk
lokal dan kisah kaum hulu pulau siberut menjadi daya tarik untuk diangkat dalam
artikel ini.
Penduduk lokal
yang ditemui oleh tim merupakan mayoritas pendatang dari luar Kepulauan
Mentawai. Kebanyakan dari mereka berasal dari Padang, Pesisir Selatan maupun
luar Sumatera Barat. Adapula yang terlahir dari bumi Mentawai hingga mengadu
nasib kembali di kampung halaman. Jauh dari pusat kota, tidak menjadi suatu
hambatan bagi perekonomian warga di kecamatan ini. Mulai dari kebutuhan pokok
hingga tersedianya puskesmas antar desa menjadi bukti warga Siberut Selatan
hidup dengan layak. Kapal feri muatan besar yang mengangkut kebutuhan pokok
baik dari dan ke Padang maupun luar Padang dijadwalkan seminggu sekali
melabuhkan diri di pelabuhan Meileppet Siberut Selatan. Berbagai penginapan pun
tersedia dengan harga terjangkau, namun menurut warga sekitar sudah lebih dari
2 bulan tidak turun hujan, mereka pun mengandalkan sumur-sumur buatan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selama liburan pastinya
banyak hal atau momen yang ingin dibagikan ke dunia maya, tak terkecuali tim. Namun sayang, di kecamatan ini sinyal
internet dari provider apapun tak sampai. Internet gratis disediakan di kantor
desa, namun tidak selancar seperti yang diharapkan. Tanpa internet, remaja
disini menikmati waktu senja dengan bermain bola di pekarangan kantor desa,
berolahraga di alun-alun maupun bersepeda di sepanjang jalan. Ketika matahari
terbenam, tak ada lagi hiruk-piruk aktivitas warga, desa Muaro Siberut seolah
larut dalam kesunyian hanya sebuah gerobak menjajakan sate siberut, sate daging
ayam dengan kuah bumbu layaknya sate padang.
Berdasarkan
pengamatan tim, infrastruktur jalan terus menerus dikembangkan oleh pemda
setempat hingga seluruh desa dapat terhubung dengan baik. Ada yang menarik di
kecamatan ini, mayoritas rumah penduduk masih berkonsep uma dengan pekarangan
luas. Uma adalah rumah tradisional suku Mentawai yang dibangun tanpa
menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta system sambungan saling
bertakik dengan hiasan tengkorak sebagai dekorasi. Berbagai jenis uma kami
jumpai diantaranya uma jaraik sikerei dan uma aman limo ko’o.
Dalam perjalanan
mencari toko-toko material bangunan, tim beruntung menemukan seorang penduduk
asli Mentawai, suku Sakaleo atau yang biasa akrab terdengar yaitu Sikerei.
Momen langka tersebut tak dilewatkan oleh bidikan kamera. Orang sikerei
tersebut tampak akrab dengan warga sekitar. Tanpa alas kaki maupun celana dan
berbekal sebuah golok ditangan menjadi modal orang sikerei tersebut untuk
berjalan-jalan dibawah terik matahari. Kami berkesempatan mempelajari kosa kata
Bahasa Mentawai seperti baja yang
artinya bapak, aloeita artinya apa
kabar, dan pagejek artinya jalan-jalan.
Di kecamatan yang mulai modern ini, masih banyak ditemukan orang-orang suku
sakaleo. Uniknya beda suku beda pula motif tato yang dimiliki di tubuh mereka. Mayoritas
kaum hulu ini berada jauh lebih dalam dari pulau Siberut ini.
Jika para reader memiliki hobi trekking, kami merekomendasikan ke
daerah hulu untuk menemui suku pedalaman Mentawai. Butuh waktu 12 jam dengan
mengendarai kendaraan roda dua atau 6-8 jam dengan kapal kepompong dengan biaya
Rp.2.000.000 kita bisa diantar hingga batas daratan dari hutan tersebut. Selain
Taman Nasional Siberut yang menjadi magnet wisatawan, mayoritas turis
mancanegara menikmati surfing di
Pulau Nyangnyang, 2 jam menyebrang dari pelabuhan meileppet. Adapula turis
lokal yang rela menempuh berjam-jam untuk mempelajari budaya suku pedalaman
Mentawai. Kami jatuh cinta dengan keharmonisan penduduk setempat dengan
keberagaman suku, ras dan agama yang ada ditengah-tengah mereka. Menikmati
hidup dengan kesederhanaan dan tanpa telekomunikasi dari luar menjadi
pengalaman yang berharga bagi kami. Pesona pemandangan kehidupan Taman Nasional
Siberut berpadu dengan kekayaan budaya, adat istiadat dan alam dari Suku
Mentawai menjadi warisan kekayaan Indonesia yang harus dipertahankan. (Foto dan Teks : Yurista Vipriyanti)