Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Padang > Artikel
Jadi Warisan Budaya Dunia ke-5 Indonesia, KPKNL Padang telusuri bekas pertambangan batubara, Lubang Mbah Soero Sawahlunto
Yurista Vipriyanti
Jum'at, 20 September 2019   |   518 kali

. .Sawahlunto, kota yang dikelilingi sejumlah bukit seperti Bukit Pola, Bukit Pari dan Bukit Mato Provinsi Sumatera Barat ini merupakan salah satu kota tambang batu bara tertua di kawasan Asia Tenggara. Kota yang hanya memiliki luasan wilayah 274 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 53.000 jiwa ini memiliki sejarah kelam pekerja paksa di pertambangan pada pemerintahan Hindia Belanda. Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto atau peninggalan tambang batu bara Ombilin dari Sawahlunto, bukan cuma mempunyai nilai sejarah, namun kawasan tersebut mengandung nilai universal dari sisi ekonomi, budaya hingga teknologi yang menggabungkan ilmu teknik pertambangan bangsa Eropa dengan kearifan lokal.

Agustus lalu, Tim Humas KPKNL Padang berkesempatan menelurusi jejak kelam para pekerja tambang di Sawahlunto dengan mengunjungi museum Situs Lubang Tambang Mbah Soero. Untuk mencapai ke lokasi, membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam perjalanan dari Kota Padang. Sesampainya di museum, tim pun disambut oleh pemandu museum. Berbekal helm dan safety shoes, tim pun mulai ke lokasi bekas pertambangan batubaru, Lubang Mbah Soero. Lubang yang kembali dibuka pada 2007 oleh pemerintah daerah ini telah melalui beberapa kali pemugaran untuk keperluan pariwisata. Saluran air dan udara ditambahkan agar pengunjung dapat memasukinya dengan nyaman.

Sepanjang perjalanan, sang pemandu bercerita sejarah asal muasal pertambangan di Sawahlunto hingga kisah kelam para pekerja tambang. Berawal pada tahun 1858, seorang ahli geologi kebangsaan Belanda, de Groet, menemukan kandungan batubara di sekitar Sungai Ombilin, Sumatera Barat. Daerah-daerah di sekitar sungai tersebut mengandung batubara hingga kisaran puluhan juta. Baru pada tahun 1892, produksi pertambangan batubara di Ombilin dimulai.

“Soero adalah nama seorang mandor yang dulu bertugas di sini. Ia dikenal sebagai seorang pekerja keras, tegas, dan disegani oleh para buruh dan orang-orang di sekitarnya. Namanya kemudian diabadikan sebagai nama lubang ini,”tutur sang pemandu. Lubang yang memiliki tinggi dan lebar sekitar 2 m kedalamannya mencapai 15 m dari permukaan tanah, dengan total panjang lubang mencapai ratusan meter. Namun karena proses pemugaran masih berlangsung, panjang lubang yang bisa diakses hanya sejauh 30 m. Di beberapa bagian, pintu lubang yang menuju ke kedalaman lebih ditutup menggunakan terali besi atau disemen rapat. Termasuk salah satunya adalah “rongga pengorbanan” yang dulu digunakan untuk menaruh pekerja tambang yang sekarat. Pintu keluar Lubang Mbah Soero berada di seberang jalan, berhadapan dengan museum atau yang disebut sebagai Galeri Infobox.

Aktivitas pertambangan di Sawahlunto sendiri sejak 1892 dengan produksi batu bara sebanyak sebanyak 48.000 ton, pemerintah Hindia Belanda menggunakan para narapidana sebagai tenaga kerja yang diambil dari penjara-penjara yang ada di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Medan (Sumatera Utara). Di Sawahlunto inilah para narapidana itu dikerahkan habis-habisan tenaganya untuk membuat terowongan tambang. Pekerja paksa ini dikenal juga dengan sebutan “orang rantai” karena dalam kegiatan penambangannya kaki mereka tetap dirantai.  “Saat mereka bekerja, hanya kaki yang dirantai. Akan tetapi, setelah bekerja dan kembali ke tahanan, kaki dan tangan semuanya dirantai," ujar sang pemandu lubang tambang Mbah Soero. Mendengar kisah tersebut, tim pun mulai merasakan aura mistis di dalam lubang sehingga tidak berani berswafoto.

Di dalam galeri Infobox, berbagai macam benda peninggalan sejarah menjadi saksi bisu betapa tragisnya orang rantai pada masa itu. Mulai dari rantai yang digunakan, peralatan, pakaian hingga potret kehidupan pada masa itu terpampang jelas di dinding gedung 2 lantai tersebut. Sebelum meninggalkan museum, kami mendapatkan sertifikat kunjungan oleh walikota Sawahlunto atas pengalamannya mengunjungi Terowongan Tambang Tua “Soegar Tunnel”. Dengan mengunjungi museum tersebut,kami belajar banyak sejarah yang tidak boleh kita lupakan. (Foto & Teks : Yurista Vipriyanti)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini