Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Metro > Kilas Peristiwa
Mengurai Penat di Bumi Ragem Sai Mangi Wawai
Basri
Jum'at, 06 Juli 2018   |   2083 kali

Padatnya aktivitas Revaluasi BMN di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) menyisakan sekelumit kisah menarik. Pasalnya, Tim Revaluasi KPKNL Metro disuguhi berbagai landmark yang menjadi bukti jejak budaya di daerah berjuluk Ragem Sai Mangi Wawai tersebut. Keindahan arsitektur bangunan yang tersaji bahkan mampu mengurai penat yang acapkali muncul. Hal ini tak dapat dipungkiri mengingat Tulang Bawang Barat cukup termahsyur sebagai kota budaya di Bumi Sai Ruwa Jurai (Sebutan untuk Provinsi Lampung). Tak ayal, banyak pula kalangan budayawan yang menganggap Tulang Bawang Barat sebagai Paris Van Lampung.

Salah satu mahakarya luar biasa yang sempat terekam kamera Tim Reval KPKNL Metro adalah Patung Empat Marga atau Megow Pak. Patung empat marga ini dibangun tepat di pingir ruas jalan provinsi Wilayah Tiyuh, Panaragan, Kecamatan Tulangbawang Tengah. Megow Pak merupakan simbol kebesaran empat marga di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Empat marga tersebut yakni Buay Rujung dari Tegamo’an, Buay Bolan dari Buay Bolan Udik dan Buay Bolan Ilir, Sembilan Empu dari Way Umpu/Mesuji, dan Buay Sepertung dari Aji.

Destinasi ikon menarik lainnya yakni Tugu Rato Nago Besanding yang berada di Simpang Tiga Kampung Kagungan Ratu, Kecamatan Tulang Bawang Udik (Kampung Rawa Kebo). Tugu ini menggambarkan dua ekor naga yang dikendarai oleh kusir  dan ditumpangi oleh pengantin berbusana adat Lampung. Tugu Rato Naga Besanding ini digarap langsung oleh pengrajin patung asal Bali, I Wayan Winten. Walaupun tidak dikhususkan sebagai destinasi wisata, Tugu Rato Nago besanding terbilang ramai dikunjungi. Keberadaan Tugu Rato Nago Besanding ini mampu mengembalikan sejarah masa lalu Tulang Bawang Barat ke era modern. Tugu Rato Nago Besanding juga membawa muatan nilai sejarah yang penting bagi generasi mendatang.

Satu lagi landmark  yang terkenal yakni ‘Komplek Dunia Akhirat’. Keindahan desain Masjid Baitus Shobur yang berada di dalam komplek ini bahkan menuai banyak pujian. Masjid yang letaknya berdampingan dengan Sesat Agung Bumi Gayo (Balai Adat) tersebut dikelilingi oleh danau buatan sehingga bangunannya seolah nampak mengapung. Uniknya lagi, masjid ini tidak bermenara dan punya bentuk kubah yang tak biasa. Bangunan keagamaan yang kerap dijadikan destinasi wisata ini menyimpan segudang filosofis yang membuat khalayak berdecak kagum. Bagaimana tidak, setiap elemen dan komposisi bangunannya menyimpan makna yang begitu mendalam. Masjid Baitus Shobur dibangun dengan kubah persegi lima sebagai perlambang 5 waktu salat bagi umat islam. Kekuatan masjid ini ditopang oleh 114 pilar tiang, sama dengan jumlah surat dalam kitab suci Al-Quran. Atap masjid pun dihiasi dengan 99 lubang yang dapat ditembus cahaya matahari layaknya 99 Asmaul Husna (nama-nama Allah). Sedangkan Sesat Agung terdiri dari gabungan 4 rumah besar sebagai perlambang 4 marga Tubaba. Empat rumah tersebut menaungi lima rumah transmigran Lampung yang berasal dari 5 pulau besar di Indonesia.  Sekilas, Sesat Agung menjadi symbol kerukunan dan persatuan di antara masing-masing suku yang ada di Lampung.

               Kreativitas Pemerintah Daerah Tubaba membungkus ulang jejak sejarah dan budayanya memang patut diacungi jempol. Pesatnya perkembangan zaman memang tak boleh menyirnakan warisan nenek moyang. Terlebih landmark bersejarah ini merupakan produk kebudayaan yang menjadi bagian dari jati diri Provinsi Lampung. Menjaga dan merawat landmark bersejarah tersebut jelas menjadi keharusan yang tak bisa dihindari. Karena kehilangan aset bersejarah menjadi suatu hal yang naïf bagi sebuah daerah yang terkenal akan kekayaan budayanya. (Teks: Apriliyati Eka Subekti. Foto: Dokumentasi Tim Reval KPKNL Metro)


 


 


 


 


 


 


Foto Terkait Kilas Peristiwa
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini