Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Metro > Artikel
Perlindungan Hukum terhadap ASN berdasarkan Asas Praduga Tak Bersalah
Mizan Abidi
Senin, 07 Februari 2022   |   48014 kali

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI APARATUR SIPIL NEGARA BERDASARKAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH

 

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas asas hukum. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum. Hal ini mengandung pengertian bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala hak warga negara bersama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya

Salah satu asas penting dari suatu negara hukum ialah asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Asas tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dengan tidak ada pengecualian. Artinya, dalam penegakan hukum semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dan tidak ada satupun warga Negara yang kebal terhadap hukum. Hal ini mengandung pengertian bahwa siapapun yang melanggar hukum, baik itu pejabat, Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun rakyat biasa harus dipersamakan penegakannya dalam hukum.

Asas persamaan kedudukan dihadapan hukum terhadap seluruh warga Negara telah diatur secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa seluruh warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hal ini mempunyai arti bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala hak warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya.

Selain itu, UUD 1945 juga mengamanatkan adanya pengakuan serta penghargaan terhadap hak asasi manusia dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28 D angka (1) yang mengatur bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Penghargaan terhadap hak asasi manusia dihadapan hukum juga ditegaskan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi :

Bahwa setiap orang diakui sebagai manusia pribadi, oleh karena itu berhak memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaan di depan hukum. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.

Sebagai bagian dari warga negara Republik Indonesia, ASN memiliki kedudukan serta hak yang sama dengan warga Negara lainnya, termasuk diantaranya ialah hak untuk mendapatkan perlindungan hukum berupa bantuan hukum saat terkena masalah hukum, yaitu masalah yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian baik yang mengarah pada proses pengadilan, sedang dalam proses pengadilan maupun setelah adanya putusan pengadilan

Kementerian Keuangan telah membuat regulasi pemberian layanan hukum oleh Kementerian bagi ASN maupun mantan ASN di lingkungan Kementerian Keuangan dalam menangani masalah hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.01/2012 tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Keuangan jo . Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.01/2012 tentang Tata Cara, Persyaratan dan Besaran Pemberian Bantuan Biaya Penyelesaian Masalah Hukum dalam Perkara Pidana di Lingkungan Kementerian Keuangan

Penanganan bantuan hukum sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 158/PMK.01/2012 terdiri dari 3 bidang, yaitu bantuan hukum yang mengarah pada proses pengadilan, bantuan hukum yang sedang dalam proses pengadilan, dan bantuan hukum setelah adanya putusan pengadilan.

Namun demikian, di dalam PMK Nomor 158/PMK.01/2012 telah diatur bahwa bagi Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai yang telah berstatus tersangka tidak memperoleh bantuan hukum dari Kementerian dalam proses pemeriksaan di tingkat penyidikan. Selain itu bantuan hukum dari kementerian juga tidak dapat diberikan apabila Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai berstatus sebagai terdakwa dalam proses peradilan.  

Mengenai bantuan biaya penyelesaian permasalahan hukum dalam perkara pidana, PMK Nomor 159/PMK.01/2012 telah mengatur bahwa selain pemberian rehabilitasi, Kementerian juga memberikan bantuan sejumlah uang kepada Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai yang tidak terbukti sebagai Tersangka atau dinyatakan tidak bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap.

Namun demikian,  bantuan biaya tersebut baru bisa diberikan dalam hal:

a.    tidak terbukti sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Penyidik apabila menggunakan advokat dalam proses pemeriksaannya;

b.    tidak diajukan penuntutannya berdasarkan Surat Penetapan Penghentian Penuntutan/Surat Penetapan Penghentian Perkara oleh Penuntut Umum; atau

c.    tidak terbukti bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap.

Dengan demikian, Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai yang terkena masalah hukum pidana sebagai akibat dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian, baik sebagai tersangka maupun terdakwa, harus terlebih dahulu menanggung sendiri biaya jasa Advokat . Kementerian baru bisa memberikan bantuan biaya saat SP3 dari Penyidik atau Surat Penetapan Penghentian Penuntutan/Surat Penetapan Penghentian Perkara dari Penuntut Umum telah terbit atau tidak terbukti bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap.

Hilangnya hak untuk memperoleh bantuan hukum saat sudah ditetapkan sebagai tersangka maupun terdakwa tidak sesuai dengan asas persamaan dimuka hukum serta hak untuk memperoleh perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 serta Undang-Undang tentang HAM. Selain itu, hal tersebut juga bertentangan dengan prinsip asas praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UUPKK) yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang kemudian diperbaharui kembali menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu pada  Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi:

Setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan atau dihadapan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Selain itu, asas praduga tak bersalah bagi setiap orang dimuka pengadilan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada Penjelasan Umum Angka 3 yang berbunyi :

Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluruhan harkat dan martabat manusia yang telah diletakkan di dalam Undang-Undang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam Undang-Undang ini. Asas tersebut salah satunya adalah asas setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan atau dihadapannya dimuka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap

Konsep inilah yang seharusnya menjadi sumber perlindungan hukum bagi warga Negara, termasuk diantaranya ASN, yang terkena masalah hukum dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, walaupun yang bersangkutan telah berstatus sebagai tersangka maupun terdakwa.

Dalam rangka memberikan perlindungan hukum ini, KUHAP mengatur hak-hak masyarakat yang            berstatus sebagai tersangka maupun terdakwa sebagai perwujudan perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang demikian tentu berlaku juga bagi para ASN      sebagai bagian dari warga negara sebagaimana tertuang dalam KUHAP tersebut. Pada kondisi tersebut, negara seharusnya hadir untuk memberikan pembelaan dengan mempertimbangkan asas praduga tak bersalah.

Kewajiban Negara memberikan perlindungan hukum terhadap ASN semakin dipertegas kembali pasca terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengamanatkan adanya pemberian perlindungan hukum bagi ASN yang terkena masalah hukum dalam pelaksanaan tugasnya.

Konsep perlindungan bagi ASN diatur pada Pasal 92 ayat (1) huruf d UU ASN yang mengatur bahwa Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Namun demikian, UU ASN tidak memberikan penjelasan lebih lanjut perihal mekanisme bantuan hukum yang akan diberikan kepada ASN yang bermasalah hukum dalam pelaksanaan tugasnya. UU ASN hanya mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan bagi ASN, termasuk diantaranya perlindungan dalam bentuk bantuan hukum, diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pemberlakukan asas praduga tak bersalah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia bertujuan untuk memberikan perlindungan dan jaminan terhadap seorang manusia yang telah dituduh melakukan tindak pidana dalam proses pemeriksaan perkara agar jangan sampai kehilangan hak asasinya. Selain itu, para petugas atau aparat penegak hukum juga harus membatasi tindakannya dalam melakukan pemeriksaan karena yang diperiksanya adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan yang melakukan pemeriksaan.

Adanya keterbatasan pemberian bantuan hukum bagi ASN maupun mantan ASN di Kementerian Keuangan yang terkena masalah pidana dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya selain dapat menimbulkan rasa tidak nyaman juga dapat menurunkan motivasi serta kreatifitas ASN dalam bekerja. Para ASN akan terus dibayang-bayangi keraguan serta rasa takut apabila kebijakan serta tindakan administratif maupun upaya penegakan hukum yang dilaksanakannya akan menimbulkan adanya gugatan pidana dari pihak  yang merasa dirugikan kepentingannya. 

Selain itu, dari sisi peraturan perundang-undangan tentang Advokat, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, seorang advokat tidak boleh berstatus sebagai Pegawai Negeri atau Pejabat Negara. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa seorang ASN tidak dapat menjadi pengacara bagi ASN yang terkena masalah pidana. Dengan demikian, upaya pemberian bantuan hukum bagi ASN yang menjadi tersangka atau terdakwa dalam suatu perkara pidana harus melibatkan unsur eksternal yaitu jasa Advokat sehingga menimbulkan adanya implikasi anggaran biaya untuk membayar jasa Advokat.

Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan perlu memberikan terobosan dengan memberikan masukan terhadap penyusunan naskah akademis maupun draft Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Bantuan Hukum bagi ASN sebagaimana diamanatkan dalam UU ASN dengan menegaskan penerapan asas praduga tak bersalah serta memuat adanya pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi ASN dihadapan hukum.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga perlu melakukan penyempurnaan terhadap PMK tentang bantuan hukum serta pemberian bantuan biaya penyelesaian masalah hukum pidana oleh Kementerian yang mengedepankan asas keadilan, persamaan di hadapan hukum serta memenuhi hak hukum Unit, Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai walaupun yang bersangkutan telah berstatus sebagai tersangka maupun terdakwa.

 

Penulis     :    Mizan Abidi (Pejabat Fungsional Pelelang Ahli Muda pada KPKNL Metro)

(Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi dimana penulis bekerja)

 

 

Daftar Referensi :

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

________, Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN No.76 Tahun 1981, TLN No. 3209 Tahun 1981.

________, Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39, LN No.165 Tahun 1999, TLN No. 3886 Tahun 1999.

 ________, Undang-Undang Tentang Advokat, UU No. 18, LN No.49 Tahun 2003, TLN No. 4288 Tahun 2003.

 ________, Undang-Undang Tentang Aparatur Sipil Negara, UU No. 5, LN  No. 6 Tahun 2004, TLN No. 5494 Tahun 2004.

________, Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48, LN No.157 Tahun 2009, TLN No. 5076 Tahun 2009.

________, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.01/2012, Berita Negara Nomor 1023 Tahun 2012.

 

________, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara, Persyaratan dan Besaran Pemberian Bantuan Biaya Penyelesaian Masalah Hukum dalam Perkara Pidana di Lingkungan Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.01/2012, Berita Negara Nomor 1024 Tahun 2012.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini