PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
APARATUR SIPIL NEGARA BERDASARKAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH
Negara Republik Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas asas hukum. Hal tersebut ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan bahwa Negara
Republik Indonesia adalah Negara hukum. Hal ini mengandung pengertian bahwa
negara Republik Indonesia adalah negara demokratis yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia serta menjamin segala hak warga negara bersama kedudukannya
didalam hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya
Salah satu asas penting
dari suatu negara hukum ialah asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Asas tersebut
menegaskan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum
dengan tidak ada pengecualian. Artinya, dalam penegakan hukum semua warga
negara mempunyai kedudukan yang sama dan tidak ada satupun warga Negara yang kebal
terhadap hukum. Hal ini mengandung pengertian bahwa siapapun yang melanggar
hukum, baik itu pejabat, Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun rakyat biasa harus
dipersamakan penegakannya dalam hukum.
Asas persamaan kedudukan
dihadapan hukum terhadap seluruh warga Negara telah diatur secara tegas dalam
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa seluruh warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Hal
ini mempunyai arti bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokratis
yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala hak warga negara
bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya.
Selain itu, UUD 1945 juga
mengamanatkan adanya pengakuan serta penghargaan terhadap hak asasi manusia dihadapan
hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28 D angka (1)
yang mengatur bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Penghargaan terhadap hak asasi manusia dihadapan hukum
juga ditegaskan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia yang berbunyi :
Bahwa setiap orang diakui sebagai manusia
pribadi, oleh karena itu berhak memperoleh perlakuan serta perlindungan yang
sama sesuai dengan martabat kemanusiaan di depan hukum. Setiap orang berhak
mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan
tidak berpihak.
Sebagai bagian dari warga negara
Republik Indonesia, ASN memiliki kedudukan serta hak yang sama dengan warga
Negara lainnya, termasuk diantaranya ialah hak untuk mendapatkan perlindungan
hukum berupa bantuan hukum saat terkena masalah hukum, yaitu masalah yang
timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian baik yang
mengarah pada proses pengadilan, sedang dalam proses pengadilan maupun setelah
adanya putusan pengadilan
Kementerian Keuangan telah
membuat regulasi pemberian layanan hukum oleh Kementerian bagi ASN maupun
mantan ASN di lingkungan Kementerian Keuangan dalam menangani masalah hukum
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.01/2012
tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Keuangan jo . Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 159/PMK.01/2012 tentang Tata Cara, Persyaratan dan Besaran
Pemberian Bantuan Biaya Penyelesaian Masalah Hukum dalam Perkara Pidana di
Lingkungan Kementerian Keuangan
Penanganan bantuan hukum sebagaimana
diatur dalam PMK Nomor 158/PMK.01/2012 terdiri dari 3 bidang, yaitu bantuan
hukum yang mengarah pada proses pengadilan, bantuan hukum yang sedang dalam
proses pengadilan, dan bantuan hukum setelah adanya putusan pengadilan.
Namun demikian, di dalam
PMK Nomor 158/PMK.01/2012 telah diatur bahwa bagi Menteri/Mantan Menteri,
Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai yang telah berstatus tersangka tidak
memperoleh bantuan hukum dari Kementerian dalam proses pemeriksaan di tingkat
penyidikan. Selain itu bantuan hukum dari kementerian juga tidak dapat
diberikan apabila Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai,
Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai berstatus sebagai terdakwa dalam proses peradilan.
Mengenai bantuan biaya
penyelesaian permasalahan hukum dalam perkara pidana, PMK Nomor 159/PMK.01/2012
telah mengatur bahwa selain pemberian rehabilitasi, Kementerian juga memberikan
bantuan sejumlah uang kepada Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen,
Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai yang tidak terbukti sebagai
Tersangka atau dinyatakan tidak bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap.
Namun demikian, bantuan biaya tersebut baru bisa diberikan dalam
hal:
a. tidak terbukti sebagai
Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Penyidik
apabila menggunakan advokat dalam proses pemeriksaannya;
b. tidak diajukan penuntutannya
berdasarkan Surat Penetapan Penghentian Penuntutan/Surat Penetapan Penghentian
Perkara oleh Penuntut Umum; atau
c. tidak terbukti bersalah
berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap.
Dengan demikian, Mantan
Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai, Pensiunan dan/atau Mantan
Pegawai yang terkena masalah hukum pidana sebagai akibat dari pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi kementerian, baik sebagai tersangka maupun terdakwa, harus
terlebih dahulu menanggung sendiri biaya jasa Advokat . Kementerian baru bisa
memberikan bantuan biaya saat SP3 dari Penyidik atau Surat Penetapan
Penghentian Penuntutan/Surat Penetapan Penghentian Perkara dari Penuntut Umum telah
terbit atau tidak terbukti bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Yang
Berkekuatan Hukum Tetap.
Hilangnya hak untuk
memperoleh bantuan hukum saat sudah ditetapkan sebagai tersangka maupun terdakwa
tidak sesuai dengan asas persamaan dimuka hukum serta hak untuk memperoleh perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diamanatkan
dalam UUD 1945 serta Undang-Undang tentang HAM. Selain itu, hal tersebut juga bertentangan
dengan prinsip asas praduga tak bersalah sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No.35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (UUPKK) yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 yang kemudian diperbaharui kembali menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu pada
Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi:
Setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut
dan atau dihadapan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Selain itu, asas praduga tak
bersalah bagi setiap orang dimuka pengadilan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada Penjelasan
Umum Angka 3 yang berbunyi :
Asas yang mengatur perlindungan terhadap
keluruhan harkat dan martabat manusia yang telah diletakkan di dalam
Undang-Undang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yaitu Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam Undang-Undang ini. Asas tersebut
salah satunya adalah asas setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan
atau dihadapannya dimuka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
tetap
Konsep inilah yang
seharusnya menjadi sumber perlindungan hukum bagi warga Negara, termasuk
diantaranya ASN, yang terkena masalah hukum dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya, walaupun yang bersangkutan telah berstatus sebagai tersangka maupun
terdakwa.
Dalam rangka memberikan perlindungan
hukum ini, KUHAP mengatur hak-hak masyarakat yang berstatus sebagai tersangka maupun terdakwa sebagai
perwujudan perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang demikian tentu berlaku juga
bagi para ASN sebagai bagian dari warga
negara sebagaimana tertuang dalam KUHAP tersebut. Pada kondisi tersebut, negara
seharusnya hadir untuk memberikan pembelaan dengan mempertimbangkan asas
praduga tak bersalah.
Kewajiban Negara memberikan
perlindungan hukum terhadap ASN semakin dipertegas kembali pasca terbitnya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengamanatkan adanya
pemberian perlindungan hukum bagi ASN yang terkena masalah hukum dalam
pelaksanaan tugasnya.
Konsep perlindungan bagi
ASN diatur pada Pasal 92 ayat (1) huruf d UU ASN yang mengatur bahwa Pemerintah
wajib memberikan perlindungan berupa bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi
di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Namun demikian, UU ASN tidak memberikan
penjelasan lebih lanjut perihal mekanisme bantuan hukum yang akan diberikan
kepada ASN yang bermasalah hukum dalam pelaksanaan tugasnya. UU ASN hanya
mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan bagi ASN,
termasuk diantaranya perlindungan dalam bentuk bantuan hukum, diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pemberlakukan asas
praduga tak bersalah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia bertujuan
untuk memberikan perlindungan dan jaminan terhadap seorang manusia yang telah
dituduh melakukan tindak pidana dalam proses pemeriksaan perkara agar jangan
sampai kehilangan hak asasinya. Selain itu, para petugas atau aparat penegak
hukum juga harus membatasi tindakannya dalam melakukan pemeriksaan karena yang
diperiksanya adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan
yang melakukan pemeriksaan.
Adanya keterbatasan
pemberian bantuan hukum bagi ASN maupun mantan ASN di Kementerian Keuangan yang
terkena masalah pidana dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya selain dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman juga dapat menurunkan motivasi serta kreatifitas
ASN dalam bekerja. Para ASN akan terus dibayang-bayangi keraguan serta rasa
takut apabila kebijakan serta tindakan administratif maupun upaya penegakan
hukum yang dilaksanakannya akan menimbulkan adanya gugatan pidana dari
pihak yang merasa dirugikan
kepentingannya.
Selain itu, dari sisi
peraturan perundang-undangan tentang Advokat, yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003, seorang advokat tidak boleh berstatus sebagai Pegawai Negeri atau
Pejabat Negara. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa seorang ASN tidak
dapat menjadi pengacara bagi ASN yang terkena masalah pidana. Dengan demikian,
upaya pemberian bantuan hukum bagi ASN yang menjadi tersangka atau terdakwa dalam
suatu perkara pidana harus melibatkan unsur eksternal yaitu jasa Advokat
sehingga menimbulkan adanya implikasi anggaran biaya untuk membayar jasa
Advokat.
Oleh sebab itu, Kementerian
Keuangan perlu memberikan terobosan dengan memberikan masukan terhadap
penyusunan naskah akademis maupun draft
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Bantuan Hukum bagi ASN sebagaimana
diamanatkan dalam UU ASN dengan menegaskan penerapan asas praduga tak bersalah
serta memuat adanya pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi ASN dihadapan hukum.
Di sisi lain, Kementerian
Keuangan juga perlu melakukan penyempurnaan terhadap PMK tentang bantuan hukum serta
pemberian bantuan biaya penyelesaian masalah hukum pidana oleh Kementerian yang
mengedepankan asas keadilan, persamaan di hadapan hukum serta memenuhi hak
hukum Unit, Menteri/Mantan Menteri, Wamen/Mantan Wamen, Pejabat, Pegawai,
Pensiunan dan/atau Mantan Pegawai walaupun yang bersangkutan telah berstatus sebagai
tersangka maupun terdakwa.
Penulis : Mizan Abidi (Pejabat Fungsional Pelelang
Ahli Muda pada KPKNL Metro)
(Tulisan ini adalah
pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi dimana penulis
bekerja)
Daftar Referensi :
Indonesia, Undang-Undang Dasar
1945.
________,
Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana,
UU No. 8,
LN No.76 Tahun
1981, TLN No. 3209 Tahun 1981.
________,
Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia,
UU No. 39, LN No.165 Tahun 1999, TLN No. 3886 Tahun
1999.
________, Undang-Undang Tentang Advokat,
UU No. 18, LN No.49 Tahun 2003, TLN No. 4288 Tahun
2003.
________, Undang-Undang Tentang Aparatur Sipil Negara, UU No. 5,
LN No. 6 Tahun 2004, TLN No. 5494 Tahun
2004.
________,
Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman,
UU No. 48, LN No.157 Tahun 2009, TLN No. 5076 Tahun
2009.
________, Peraturan
Menteri Keuangan Tentang Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.01/2012, Berita Negara Nomor 1023 Tahun 2012.
________, Peraturan
Menteri Keuangan Tentang Tata Cara, Persyaratan dan Besaran Pemberian Bantuan Biaya Penyelesaian
Masalah Hukum dalam Perkara Pidana di Lingkungan Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.01/2012, Berita Negara Nomor 1024 Tahun 2012.