Apa Yang Sudah Kita Berikan Untuk Bangsa dan Negara Ini? (Sebuah Renungan 78 Tahun Indonesia Merdeka)
Arip Budiyanto
Minggu, 06 Agustus 2023 |
3745 kali
Tidak
terasa kita sudah berada di bulan Agustus, bulan dimana bangsa kita memperingati
proklamasi kemerdekaan. Tepat tahun ini, pada tanggal 17 Agustus, adalah
peringatan proklamasi kemerdekaan ke-78. Di saat seperti inilah kita diingatkan
perjuangan para pahlawan kita dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Salah satu pahlawan nasional yang pidatonya sering saya dengarkan adalah Bung
Tomo. Pidato yang luar biasa membangkitkan semangat perjuangan. Pidato yang
berhasil membuat pasukan Inggris dan Belanda di belakangnya lari tunggang
langgang oleh semangat juang bangsa Indonesia. Pidato yang menjadi jalan
terbunuhnya Jenderal Malaby di peperangan 10 November 1945 di Surabaya.
Peperangan yang menggetarkan dunia, dengan aksi heroik arek-arek Surabaya yang
memanjat tiang bendera dan menyobek warna biru dari Merah Putih Biru milik
Belanda di Hotel Yamato hingga menjadi Merah Putih. Pada saat itu usia Bung
Tomo atau Soetomo baru berusia 25 tahun tetapi beliau telah mengambil peran
yang luar biasa di atas usianya memimpin pertempuran dengan mengorbankan jiwa
raganya. Bung Tomo di usianya yang masih sangat muda, tidak ada rasa takut dan
gentar menghadapi kematian. Darah merahnya, tulang putihnya, ia persembahkan
untuk Indonesia agar tetap merdeka. Bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita
persembahkan kepada Indonesia di usia sebaya dengan Bung Tomo? Atau terlebih
pada kita, yang usianya telah jauh melebihi usia Bung Tomo pada waktu itu, apa
yang sudah kita berikan?
Kisah lain adalah seseorang bernama Soedirman,
anak seorang petani. Ia memimpin para pejuang kemerdekaan dengan gagah berani,
bergerilnya di hutan-hutan belantara, mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari
ancaman militer Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Ia diangkat
sebagai Panglima TNI pada usia 29 tahun dengan pangkat Jenderal Besar Bintang
Lima. Istimewanya, Jenderal Besar Soedirman memimpin perang gerilya di
hutan-hutan dalam kondisi sakit parah. Ia harus ditandu untuk keluar masuk
hutan bertempur melawan agresi Belanda. Presiden Soekarno sempat meminta beliau
untuk tetap tinggal di dalam kota Yogyakarta, pada waktu itu ibu kota negara
berada di Yogyakarta. Akan tetapi,
Jenderal Besar Soedirman menolak. Dia katakan bahwa prajurit habitatnya di
hutan. Tidak bisa tidur nyenyak dan makan enak jika musuh mengancam. Untuk
membiayai peperangan, ia
minta kepada istrinya agar menyerahkan semua perhiasannya untuk biaya
perjuangan. Istrinya
pun tidak menolak permintaan tersebut. Jenderal Besar Soedirman tidak hanya
mengorbankan raganya, nyawanya, bahkan istri tercintanya pun rela dia tinggal
pergi berjuang. Dia masih sangat muda. Dia juga sekaligus seorang pemimpin perang yang sangat
ditakuti Belanda.
Bangsa Indonesia tidak kekurangan contoh
manusia-manusia mulia dalam sejarah merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Ketulusan, kegigihan, di samping karakter-karakter mulia lainnya. Nusantara
kaya contoh pribadi-pribadi mulia, yang telah merelakan segalanya untuk
Indonesia merdeka dan mempertahankannya. Mereka sudah melakukan itu, bagaimana
dengan kita?
Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah menyampaikan sebuah kalimat yang sangat fenomenal. Kalimat yang
menggambarkan rasa nasionalisme yang menuntut pengorbanan.. Jangan tanyakan apa
yang telah negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan kepada negara.
Sebuah kalimat yang dalam sejarahnya di Nusantara
mungkin tidak pernah muncul. Akan tetapi, para pahlawan kemerdekaan selalu
memberikan apa pun yang mereka miliki
tanpa pamrih. Hanya satu cita-citanya, Indonesia merdeka, hingga bisa dinikmati
oleh anak cucu mereka. Hal tersebut, di samping menunjukkan bahwa nilai rela
berkorban merupakan karakter asli bangsa Indonesia, juga sekaligus contoh nyata
bagi kita generasi penerus mereka.
Saat ini kita dapat ikut berkontribusi mewujudkan
tujuan negara ini melindungi
seluruh rakyat Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai posisi
kita masing-masing. (Arip Budiyanto, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Plt. Kepala
Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Manado)
Disclaimer |
---|
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja. |