Baru-baru ini masyarakat Indonesia kembali
dibuat heboh dengan kebijakan pemerintah terkait perpajakan. Pro dan kontra di kalangan masyarakat dalam menyikapi kebijakan tersebut. Tarif
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen.
Tak sedikit masyarakat yang menyayangkan keputusan Pemerintah dalam menaikkan
tarif PPN dikala pandemi Covid-19 yang masih menjadi bayangan hitam untuk
perekonomian masyarakat, belum lagi harga BBM yang naik dan kelangkaan minyak
goreng yang sesaat pernah menjadi angin segar dengan harga subsidi pemerintah,
lenyap begitu saja.
Di sisi lain, sebagian masyarakat juga
setuju dengan kebijakan pemerintah terkait kenaikan tersebut dengan berbagai pertimbangan
seperti kondisi dunia yang sedang mengalami krisis, subsidi yang terlalu
membebani keuangan negara, hingga pemerintah yang sedang berusaha memulihkan
perekonomian negara. Terlepas adanya pro dan kotra di tengah masyarakat, pada
akhirnya masyarakat dengan usaha dan perekonomian pas-pasanlah yang dipaksa harus
kembali menelan pil pahit. Harapan masyarakat memaksa mereka untuk percaya kepada
pemerintah bahwa kebijakannya akan selalu memihak masyarakat kecil bukan justru
sebaliknya.
Penerapan Tarif PPN
Tarif PPN sendiri telah ditetapkan
pemerintah Indonesia menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 lalu dan akan
dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12 persen di tahun 2025. Hal ini
disebut dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN.
Sedangkan dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah paling
tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen dan perubahan tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Tarif PPN ini mengalami kenaikan sebesar 1 persen dimana
sebelum perubahan ditetapkan sebesar 10 persen.
PPN merupakan salah satu sumber pendapatan
negara. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan
PPN/PPnBM tahun 2019 adalah sebesar 531.577,30 milyar rupiah atau sebesar 27,11
persen dari total pendapatan negara, tahun 2020 mengalami penurunan dengan
pendapatan sebesar 450.328,06 milyar rupiah atau sebesar 27,33 persen dari
total pendapatan negara, dan pada tahun 2021 mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 501.780,00 milyar rupiah atau sebesar 28,90 persen
dari total pendapatan negara. Dalam data statistik tersebut, dapat diliat bahwa
pendapatan yang bersumber dari PPN/PPnBM sempat mengalami penurunan. Namun, di
tahun berikutnya pendapatan tersebut mulai merangkak naik. Lalu apa sebenarnya yang
mendasari kebijakan kenaikan tarif PPN ini dibuat?
Kondisi Perubahan Tarif PPN
Pada tahun 2020 saat dunia mengalami
pandemi Covid-19, Indonesia juga tak luput mengalami kondisi serupa. Bukan
hanya pembatasan mobilitas dan perekonomian masyarakat yang terdampak, namun
hal tersebut juga berpengaruh terhadap keuangan negara kita. Belanja negara
mengalami pembengkakan namun tidak dibarengi dengan sumber penerimaan negara
yang meningkat. Dikarenakan roda perekonomian masyarakat sebagai sumber
penerimaan negara harus terganggu.
Pada akhirnya, pemerintah harus mengeluarkan
kebijakan untuk memitigasi dampak terburuk dari pandemi Covid-19 ini seperti
bantuan sosial, pemberian insentif tenaga medis, vaksinasi gratis, hingga
penanganan dan perawatan para pasien Covid-19. Kebijakan belanja negara
tersebut tidak dibarengi dengan adanya penerimaan negara yang optimal. Sehingga
menyebabkan beban negara bertambah dan memaksa negara untuk berhutang guna menyeimbangkan
neraca keuangan demi memenuhi kebutuhan masyarakat di kala pandemi.
Kebijakan Tarif PPN 11 persen
Kebijakan untuk menaikkan tarif PPN merupakan
salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara di
sektor pajak. Seperti dikutip dari okezone.com Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati mengatakan bahwa rata-rata PPN di seluruh dunia sebesar 15
persen, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan
yang lain-lain, Indonesia di 11 persen dan nantinya 12 persen pada tahun 2025
masih berada di bawah rata-rata PPN dunia. Hal ini memberikan celah untuk
meningkatkan tarif tersebut guna menambal beban keuangan negara serta memperkuat
pondasi perpajakan, karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar
saat ini.
Langkah pemulihan ekonomi paska gelombang
tinggi pandemi Covid-19 memaksa pemerintah untuk segera menyehatkan kembali APBN.
Hal ini dikarenakan APBN merupakan instrumen penting untuk menghadapi krisis
dunia yang disebabkan oleh Covid-19 dan hal ini terbukti sebagai penyokong kebutuhan
masyarakat di kala pandemi.
Pemerintah dalam pengambilan kebijakan ini
tentu saja tidak terburu-buru, asas keadilan dan tepat sasaran guna menjaga
kepentingan masyarakat tetap dikedepankan. Aturan tarif PPN 11 persen yang menyempurnakan
aturan sebelumnya yaitu dengan menghapus barang kebutuhan pokok, jasa
kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, serta jasa lainnya dari
pengenaan tarif ini.
Selain itu, penyempurnaan lain dari
kebijakan ini adalah diberlakukannya tarif khusus atas jenis barang/jasa
tertentu yaitu PPN Final misalnya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen dari
peredaran usaha yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Kebijakan ini
disiapkan pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam pemungutan PPN terutama
dalam hal administrasi pengusaha kena pajak (PKP).
Tentu kebijakan ini merupakan transformasi dari
segi perpajakan di Indonesia terutama dalam peningkatan penerimaan negara, kita
semua berharap kebijakan ini mampu menjadi salah satu jalan baik menuju
kesejahteraan serta kemakmuran rakyat Indonesia.
*Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan bukan cerminan sikap dimana penulis bekerja
Source:
Tarif PPN 11 Persen, Ini Daftar Barang dan Jasa yang Bakal Naik Halaman all - Kompas.com
Penyesuaian Tarif PPN 11% Mulai 1 April 2022 (kemenkeu.go.id)
Besok PPN Naik 11 Persen, Berikut Barang yang Harganya Potensi Naik dan Tidak Naik - jogjaaja.com
Aturan PPN 11% Akan Segera Berlaku, Ini Daftar Barang yang Dikecualikan (detik.com)