Penilaian merupakan salah satu tugas dan fungsi pokok dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Di dalam siklus pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), penilaian merupakan salah satu proses yang krusial sebelum BMN tersebut diputuskan untuk dimanfaatkan atau akan dilakukan penghapusan. Di awal penatausahaan BMN, objek yang dicatat masih terbatas pada tangible asset atau aset berwujud yang pasti dimiliki oleh semua satuan kerja seperti tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, objek penilaian pun saat itu masih terbatas pada tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.
Sejak Program Wealth Accounting and
Valuation of Ecosystem Services (WAVES) diinisiasi oleh World Bank
dan Lembaga pemerintah yang merupakan program penghitungan sumber daya alam
(natural capital accounting) negara berkembang tropis, peran penilaian lebih
berkembang lagi. Program WAVES ini berujung pada terbentuknya neraca Sumber
Daya Alam (SDA). Kementerian Keuangan memiliki peran penting sebagai salah satu
steering committee di dalam penyusunan neraca SDA Bersama Bappenas, dan juga
Badan Pusat Statistik (BPS).
Meningkatnya peran penilai dalam penilaian SDA
mengharuskan DJKN perlu membuat petunjuk teknis mengenai penilaian SDA. Hal ini
kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan
Negara Nomor 5/KN/2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kekayaan Yang Dikuasai
Negara berupa Sumber Daya Alam dan Buletin Teknis Penilaian Nomor 3 Tahun 2022
tentang Panduan Penilaian SDA Hutan. Panduan inilah yang digunakan oleh Tim
Penilai KPKNL Malang ketika mendapatkan permohonan untuk melakukan penilaian
berupa pohon dalam rangka penatausahaan Pemerintah Daerah Kabupaten
Tulungagung.
Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung c.q.
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tulungagung selangkah lebih
maju dalam pengelolaan Barang Milik Daerahnya. Pemerintah Daerah Kabupaten
Tulungagung c.q. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tulungagung
mengajukan permohonan penilaian dengan objek penilaian berupa pohon jati
sebagai dasar pencatatan ke dalam Laporan Barang.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal
Kekayaan Negara Nomor 5/KN/2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kekayaan Yang
Dikuasai Negara berupa Sumber Daya Alam, ada beberapa pendekatan penilaian yang
dapat digunakan yaitu pendekatan pasar, pendekatan biaya, pendekatan
pendapatan, dan/atau pendekatan lainnya. Tim Penilai KPKNL Malang menentukan
pendekatan dan metode penilaian berdasarkan manfaat dari objek yang dinilai.
Objek penilaian berupa pohon jati dinilai dengan menggunakan pendekatan biaya
dan metode penyusunan New Replacement Cost (NRC). Pendekatan biaya dilakukan untuk
mengestimasi nilai wajar dengan menduga biaya penggantian manfaat dengan
alternatif barang dan jasa lainnya.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menginventarisasi tegakan pohon. Inventarisasi ini bertujuan untuk mengumpulkan
informasi/data tentang jenis pohon, kuantitas dan kualitas pohon, serta dimensi
pohon. Pengumpulan data dimensi pohon berupa diameter atau keliling batang
pohon dan tinggi pohon. Pengukuran diameter atau keliling batang pohon
dilakukan dengan mengukur pada ketinggian tertentu dari atas permukaan tanah
atau biasa disebut Diameter at Breast Height (DBH) atau kurang lebih 1,3
meter.
Gambar:
ketinggian pengukuran lingkar pohon
Sumber:
BTP-3/2022
Untuk mengukur tinggi pohon, alat yang dapat
digunakan adalah haga hypsometer. Dalam pengukuran tinggi pohon dengan
menggunakan haga hypsometer, tinggi pohon merupakan hasil dua kali
bidikan ke puncak dan ke pangkal pohon.
Gambar:
Haga Hypsometer
Sumber:
BTP-3/2022
Namun demikian, karena keterbatasan anggaran
untuk pengadaan alat haga hypsometer, tidak semua KPKNL tersedia haga
hypsometer, termasuk KPKNL Malang. Tim Penilai KPKNL Malang menggunakan
metode tongkat atau The Stick Method untuk menentukan tinggi dari pohon.
Sangat sederhana namun efektif. Metode ini hanya membutuhkan tongkat seukuran
panjang tangan kita dan alat ukur jarak berupa distometer atau wheel
meter.
Langkah selanjutnya adalah memegang tongkat
secara vertikal 90 derajat dan membidik posisi pohon. Posisi pohon paling bawah
haruslah sejajar dengan tongkat bagian bawah, dan posisi ujung pohon paling
atas sejajar dengan tongkat bagian atas. Untuk mempermudah visualisasi, berikut
tampilan hasil bidikan yang benar:
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=cDy5OjfMfZ8
Setelah mendapatkan hasil bidikan yang tepat,
selanjutnya kita tandai posisi kita. Nah, jarak antara pohon dan titik
berdiri kita adalah tinggi pohon.
Tantangan di dalam melakukan survei lapangan penilaian
pohon tidak hanya terletak dalam menentukan metode penilaian ataupun teknik mengukurnya.
Namun juga terdapat tantangan seperti harus siap dengan serangan serangga
ataupun nyamuk yang bisa menyerang kapan saja. Jadi, kalau kalian melakukan survei
lapangan penilaian pohon, jangan hanya membawa alat ukur ya, losion anti nyamuk
dan anti serangga juga krusial, loh!
Penulis: Pranidhana Putra Kusdaryanto/Tim
Penilai KPKNL Malang